Senin, 02 April 2012

Permendagri No 53 Tahun 2011 Ttg Pembentukan Produk Hukum Daerah



MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2011
TENTANG

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang    :    a.        bahwa dalam rangka tertib administrasi pembentukan produk hukum daerah perlu dilakukan penyeragaman prosedur penyusunan produk hukum daerah secara terencana, terpadu dan terkoordinasi;     
        b.        bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor        53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah dan Kepala Daerah  sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti;       
        c.        bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;     
         
Mengingat    :    1.        Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);     
        2.        Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);     
        3.        Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);     
        4.        Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);     
        5.        Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104);     
        6.        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah;     
                 
MEMUTUSKAN:     
     
Menetapkan    :    PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH.    

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pembentukan Produk Hukum Daerah adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang dimulai dari tahap perencanaan, persiapan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
Daerah adalah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kepala Daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Peraturan Daerah Provinsi atau nama lainnya dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut Perda, adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah Peraturan Gubernur dan/atau Peraturan Bupati/Walikota.
Peraturan Bersama Kepala Daerah yang selanjutnya disingkat PB KDH adalah peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih kepala daerah.
Produk Hukum Daerah adalah Perda atau nama lainnya, Perkada, PB KDH dan Keputusan Kepala Daerah.
Keputusan Kepala Daerah adalah penetapan yang bersifat konkrit, individual, dan final.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Perda.
Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
Badan Legislasi Daerah, yang selanjutnya disebut Balegda, adalah alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat paripurna DPRD.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah sekretariat, dinas, kantor, dan badan di lingkungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pimpinan SKPD adalah Pejabat Eselon I, Eselon II dan/atau Eselon III di lingkungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam Rancangan Perda Provinsi atau Perda Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Pengundangan adalah penempatan produk hukum daerah dalam Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Perda dan Perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Perda dan rancangan Perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.


BAB II
PRODUK HUKUM DAERAH

Pasal 2

Produk hukum daerah bersifat:
a.    pengaturan; dan
b.    penetapan.

Pasal 3

Produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berbentuk:
a.    Perda atau nama lainnya;
b.    Perkada; dan
c.    PB KDH.


Pasal 4

Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri atas:
a.    Perda provinsi; dan
b.    Perda kabupaten/kota.

Pasal 5

Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas:
a.    Peraturan gubernur; dan
b.    Peraturan bupati/walikota.
Pasal 6

PB KDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas:
a.    Peraturan bersama gubernur; dan
b.    Peraturan bersama bupati/walikota.

Pasal 7

Produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berupa keputusan kepala daerah.


BAB III
PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8

(1)    Penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan DPRD.
(2)    Penyusunan Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan atas:
a.    perintah peraturan perundang-undangan lebih tinggi;
b.    rencana pembangunan daerah;
c.    penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
d.    aspirasi masyarakat daerah.

Bagian Kedua
Prolegda di Lingkungan Pemerintah Daerah

Pasal 9

(1)    Kepala daerah memerintahkan pimpinan SKPD menyusun Prolegda di lingkungan pemerintah daerah.
(2)    Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Perda.
(3)    Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.

Pasal 10

(1)    Penyusunan Prolegda di lingkungan pemerintah daerah dikoordinasikan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota.
(2)    Penyusunan Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait.
(3)    instansi vertikal terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikut sertakan apabila sesuai dengan:
a.    kewenangan;
b.    materi muatan; atau
c.    kebutuhan dalam pengaturan.
(4)    Hasil penyusunan Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 11

Kepala daerah menyampaikan hasil penyusunan Prolegda di lingkungan pemerintah daerah kepada Balegda melalui pimpinan DPRD.

Bagian Ketiga
Prolegda di Lingkungan DPRD

Pasal 12

(1)    Balegda menyusun Prolegda di lingkungan DPRD.
(2)    Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Perda.
(3)    Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.

Pasal 13

(1)    Penyusunan Prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda.
(2)    Hasil penyusunan Prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati menjadi prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.
(3)    Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan DPRD.

Bagian Keempat
Prolegda Kumulatif Terbuka

Pasal 14

(1)    Dalam Prolegda di lingkungan pemerintah daerah dan DPRD dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:
a.    akibat putusan Mahkamah Agung;
b.    APBD;

c.    pembatalan atau klarifikasi dari Menteri Dalam Negeri; dan
d.    perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah Prolegda ditetapkan.
(2)    Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Prolegda kabupaten/kota dapat memuat daftar kumulatif terbuka mengenai:
a.    pembentukan, pemekaran dan penggabungan kecamatan atau nama lainnya; dan/atau
b.    pembentukan, pemekaran dan penggabungan desa atau nama lainnya.
(3)    Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan Rancangan Perda di luar Prolegda:
a.    untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
b.    akibat kerja sama dengan pihak lain; dan
c.    keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh Balegda dan biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota.

BAB IV
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM BERSIFAT PENGATURAN

Bagian Kesatu
Penyusunan Perda

Pasal 15

Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan berbentuk Perda atau nama lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan berdasarkan Prolegda.


Paragraf 1
Persiapan Penyusunan Perda
di Lingkungan Pemerintah Daerah

Pasal 16

Kepala daerah memerintahkan kepada pimpinan SKPD menyusun Rancangan Perda berdasarkan Prolegda.

Pasal 17

(1)    Pimpinan SKPD menyusun Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
(2)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota.

Pasal 18

Dalam hal Rancangan Perda mengenai:
a.    APBD;
b.    pencabutan Perda; atau
c.    perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi;
hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).

Pasal 19

(1)    Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:
b.    latar belakang dan tujuan penyusunan;
c.    sasaran yang akan diwujudkan;
d.    pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
e.    jangkauan dan arah pengaturan.
(2)    Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai berikut:
1.    Judul
2.    Kata pengantar
3.    Daftar isi terdiri dari:

a.    BAB I    :    Pendahuluan     
b.    BAB II    :    Kajian teoritis dan praktik empiris     
c.    BAB III    :    Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan terkait     
d.    BAB IV    :    Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis     
e.    BAB V    :    Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Perda     
f.    BAB VI    :    Penutup    
4.    Daftar pustaka
5.    Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.

Pasal 20

Rancangan Perda yang berasal dari kepala daerah dikoordinasikan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota untuk pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Pasal 21
(1)    Kepala daerah membentuk Tim penyusunan Rancangan Perda.
(2)    Susunan keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a.    Penanggungjawab    :    Kepala Daerah     
b.    Pembina    :    Sekretaris Daerah     
c.    Ketua    :    Kepala SKPD pemrakarsa penyusunan     
d.    Sekretaris    :    -    Provinsi: Kepala Biro Hukum; atau
-    Kabupaten/Kota:  Kepala Bagian Hukum      
e.    Anggota    :    SKPD terkait sesuai kebutuhan    
(3)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

Pasal 22

Ketua Tim melaporkan perkembangan Rancangan Perda dan/atau permasalahan kepada sekretaris daerah.

Pasal 23

Rancangan Perda Provinsi yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi dari kepala biro hukum dan pimpinan SKPD terkait.
Rancangan Perda kabupaten/kota yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi dari kepala bagian hukum dan pimpinan SKPD terkait.
Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Perda yang telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 24

(1)    Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan terhadap Rancangan Perda yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).
(2)    Perubahan dan/atau penyempurnaan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada pimpinan SKPD pemrakarsa.
(3)    Hasil penyempurnaan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada sekretaris daerah setelah dilakukan paraf koordinasi oleh kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota serta pimpinan SKPD terkait.
(4)    Sekretaris daerah menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada kepala daerah.


Pasal 25

Kepala daerah menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 kepada pimpinan DPRD untuk dilakukan pembahasan.

Pasal 26

(1)    Kepala daerah membentuk Tim asistensi pembahasan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2)    Tim asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh sekretaris daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah.

Paragraf 2
Persiapan Penyusunan Perda di Lingkungan DPRD

Pasal 27

(1)    Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Balegda.
(2)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
Pasal 28

Dalam hal Rancangan Perda mengenai:
a.    APBD;
b.    pencabutan Perda; atau
c.    perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi,
hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).

Pasal 29

(1)    Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:
a.    latar belakang dan tujuan penyusunan;
b.    sasaran yang akan diwujudkan;
c.    pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d.    jangkauan dan arah pengaturan.
(2)    Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai berikut:
1.    Judul
2.    Kata pengantar
3.    Daftar isi terdiri dari:

a.    BAB I    :    Pendahuluan     
b.    BAB II    :    Kajian teoritis dan praktik empiris     
                 
c.    BAB III    :    Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan terkait     
d.    BAB IV    :    Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis     
e.    BAB V    :    Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Perda     
f.    BAB VI    :    Penutup    
4.    Daftar pustaka
5.    Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.

Pasal 30

(1)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang disusun oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Balegda disampaikan kepada pimpinan DPRD.
(2)    Pimpinan DPRD menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Balegda untuk dilakukan pengkajian.
(3)    Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda.

Pasal 31

(1)    Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dalam rapat paripurna DPRD.
(2)    Pimpinan DPRD menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua anggota DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat paripurna DPRD.
(3)    Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a.    pengusul memberikan penjelasan;
b.    fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan
c.    pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.
(4)    Rapat paripurna DPRD memutuskan usul Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berupa:
a.    persetujuan;
b.    persetujuan dengan pengubahan; atau
c.    penolakan.
(5)    Dalam hal persetujuan dengan pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pimpinan DPRD menugasi komisi, gabungan komisi, Balegda, atau panitia khusus untuk menyempurnakan Rancangan Perda tersebut.
(6)    Penyempurnaan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Pimpinan DPRD.


Pasal 32

Rancangan Perda yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk dilakukan pembahasan.

Pasal 33

Apabila dalam satu masa sidang kepala daerah dan DPRD menyampaikan Rancangan Perda mengenai materi yang sama, maka yang dibahas Rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Rancangan Perda yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.


Paragraf 3
Pembahasan Perda

Pasal 34

(1)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a yang berasal dari DPRD atau kepala daerah dibahas oleh DPRD dan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.
(2)    Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

Pasal 35
Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) meliputi:
a.    Dalam hal Rancangan Perda berasal dari kepala daerah dilakukan dengan:
1.    penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;
2.    pemandangan umum fraksi terhadap Rancangan Perda; dan
3.    tanggapan dan/atau jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi.
b.    Dalam hal Rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan:
1.    penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;
2.    pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda; dan
3.    tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.
c.    Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.


Pasal 36
Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) meliputi:
a.    pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:
1.    penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c; dan
2.    permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.
b.    pendapat akhir kepala daerah.

Pasal 37
(1)    Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(2)    Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah, Rancangan Perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.

Pasal 38

(1)    Rancangan Perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan kepala daerah.
(2)    Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh kepala daerah, disampaikan dengan surat kepala daerah disertai alasan penarikan.
(3)    Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.
Pasal 39
(1)    Rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah.
(2)    Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh kepala daerah.
(3)    Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama.

Pasal 40

(1)    Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.
(2)    Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 41

(1)    Kepala daerah menetapkan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah.
(2)    Dalam hal kepala daerah tidak menandatangani Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
(3)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi: Perda ini dinyatakan sah.
(4)    Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.
(5)    Perda yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah dan/atau gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Kedua
Penyusunan Perkada dan PB KDH

Pasal 42

(1)    Pimpinan SKPD menyusun rancangan produk hukum daerah berbentuk Perkada dan PB KDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dan huruf c.
(2)    Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pembahasan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota untuk harmonisasi dan sinkronisasi dengan SKPD terkait.

Pasal 43

(1)    Kepala daerah membentuk Tim Penyusunan Perkada dan PB KDH.
(2)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:

a    Ketua    :    Pimpinan SKPD pemrakarsa atau pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah     
b    Sekretaris    :    -    Di Provinsi: Kepala Biro Hukum; atau
-    Di Kabupaten/Kota: Kepala Bagian Hukum    

(3)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
(4)    Ketua Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaporkan perkembangan Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH kepada sekretaris daerah.


Pasal 44

(1)    Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota dan pimpinan SKPD terkait.
(2)    Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH yang telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 45

(1)    Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan terhadap Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
(2)    Perubahan dan/atau penyempurnaan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada pimpinan SKPD pemrakarsa.
(3)    Hasil penyempurnaan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada sekretaris daerah setelah dilakukan paraf koordinasi kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota dan pimpinan SKPD terkait.
(4)    Sekretaris daerah menyampaikan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada kepala daerah untuk ditandatangani.


BAB V
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM BERSIFAT PENETAPAN

Pasal 46

Penyusunan produk hukum daerah bersifat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berbentuk keputusan kepala daerah.
Pasal 47

(1)    Pimpinan SKPD menyusun keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sesuai dengan tugas dan fungsi.
(2)    Keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada sekretaris daerah setelah mendapat paraf koordinasi kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota.
(3)    Sekretaris daerah mengajukan rancangan keputusan kepala daerah kepada kepala daerah untuk mendapat penetapan.


BAB VI
PENGESAHAN, PENOMORAN,
PENGUNDANGAN, DAN AUTENTIFIKASI

Pasal 48

Penandatangan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan oleh kepala daerah.

Pasal 49

(1)    Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan berbentuk Perda atau nama lainnya dibuat dalam rangkap 4 (empat).
(2)    Pendokumentasian naskah asli Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh:
a.    DPRD
b.    Sekretaris daerah;
c.    biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/Kota berupa minute; dan
d.    SKPD pemrakarsa.

Pasal 50

(1)    Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan berbentuk Perkada dibuat dalam rangkap 3 (tiga).
(2)    Pendokumentasian naskah asli Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh:
a.    Sekretaris daerah;
b.    biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota berupa minute; dan
c.    SKPD pemrakarsa.

Pasal 51

(1)    Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan berbentuk PB KDH dibuat dalam rangkap 4 (empat).
(2)    Dalam hal penandatanganan PB KDH melibatkan lebih dari 2 (dua) daerah, PB KDH dibuat dalam rangkap sesuai kebutuhan.
(3)    Pendokumentasian naskah asli PB KDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) oleh:
a.    Sekretaris daerah masing-masing daerah;
b.    biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota berupa minute; dan
c.    SKPD masing-masing pemrakarsa.
  



       
Pasal 52

(1)    Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat penetapan dalam bentuk keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan oleh kepala daerah.
(2)    Penandatanganan produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada:
a.    wakil kepala daerah;
b.    sekretaris daerah; dan/atau
c.    kepala SKPD.


Pasal 53

(1)    Penandatanganan produk hukum daerah yang bersifat penetapan dalam bentuk keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dibuat dalam rangkap 3 (tiga).
(2)    Pendokumentasian naskah asli keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh:
a.    sekretaris daerah;
b.    biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/Kota berupa minute; dan
c.    SKPD Pemrakarsa.

Pasal 54

(1)    Penomoran produk hukum daerah dilakukan oleh kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota.
(2)    Penomoran produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat pengaturan menggunakan nomor bulat.
(3)    Penomoran produk hukum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat penetapan menggunakan nomor kode klasifikasi.

Pasal 55

(1)    Perda yang telah ditetapkan, diundangkan dalam lembaran daerah.
(2)    Lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penerbitan resmi pemerintah daerah.
(3)    Pengundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pemberitahuan secara formal suatu Perda, sehingga mempunyai daya ikat pada masyarakat.
(4)    Perda yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri dan/atau gubernur untuk dilakukan klarifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.







Pasal 56

(1)    Tambahan lembaran daerah memuat penjelasan Perda.
(2)    Tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan nomor tambahan lembaran daerah.
(3)    Tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan bersamaan dengan pengundangan Perda.
(4)    Nomor tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelengkapan dan penjelasan dari lembaran daerah.

Pasal 57

(1)    Perkada dan PB KDH yang telah ditetapkan diundangkan dalam berita daerah.
(2)    Berita daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerbitan resmi pemerintah daerah.
(3)    Pengundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemberitahuan formal suatu Perkada dan PB KDH, sehingga mempunyai daya ikat pada masyarakat.

Pasal 58

Sekretaris daerah mengundangkan Perda, Perkada dan PB KDH.

        Pasal 59

Produk hukum daerah yang telah ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya dilakukan autentifikasi.
Autentifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota.

Pasal 60

Penggandaan dan pendistribusian produk hukum daerah dilakukan biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota dengan SKPD pemrakarsa.


BAB VII
EVALUASI DAN KLARIFIKASI PERDA

Bagian Kesatu
Evaluasi Perda

Pasal 61
(1)    Gubernur menyampaikan Rancangan Perda provinsi tentang APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban APBD, pajak daerah, retribusi daerah paling lama 3 (tiga) hari setelah  mendapatkan persetujuan bersama dengan DPRD termasuk rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD, penjabaran perubahan APBD dan penjabaran pertanggungjawaban APBD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Keuangan Daerah untuk mendapatkan evaluasi.
(2)    Gubernur menyampaikan Rancangan Perda provinsi tentang tata ruang daerah paling lama 3 (tiga) hari setelah  mendapatkan persetujuan bersama dengan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Pembangunan Daerah untuk mendapatkan evaluasi.
  
Pasal 62
(1)    Menteri Dalam Negeri membentuk tim evaluasi Rancangan Perda.
(2)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.    Tim evaluasi Rancangan Perda tentang pajak daerah dan rancangan perda tentang retribusi daerah;
b.    Tim evaluasi Rancangan Perda tentang tata ruang daerah; dan
c.    Tim evaluasi Rancangan Perda tentang APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban APBD.
(3)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Dalam Negeri.
(4)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembangunan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri.
(5)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan oleh Direktur Jenderal Keuangan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri.
(6)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) keanggotaannya terdiri atas komponen lingkup Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian terkait sesuai kebutuhan.

Pasal 63
(1)    Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (3) melakukan evaluasi Rancangan Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
(2)    Tim evaluasi sebagaimana dalam Pasal 62 ayat (4) berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan tata ruang.
(3)    Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijadikan sebagai bahan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 64
(1)    Tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 melaporkan hasil evaluasi Rancangan Perda provinsi kepada Menteri Dalam Negeri.
(2)    Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita acara sebagai bahan keputusan Menteri Dalam Negeri.




Pasal 65
(1)    Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Perda provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(2)    Gubernur menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.
(3)    Apabila gubernur tidak menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tetap menetapkan menjadi Perda dan/atau peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan peraturan gubernur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 66
    Bupati/walikota menyampaikan Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban APBD, dan pajak daerah, retribusi daerah serta tata ruang daerah paling lama 3 (tiga) hari setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRD termasuk rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD/penjabaran perubahan APBD kepada gubernur untuk mendapatkan evaluasi.

Pasal 67
(1)    Gubernur membentuk tim evaluasi untuk melakukan evaluasi terhadap Rancangan Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, yang keanggotaannya terdiri atas SKPD sesuai kebutuhan.
(2)    Tim evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 68
(1)    Tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 melaporkan hasil evaluasi Rancangan Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 kepada gubernur.
(2)    Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita acara untuk dijadikan bahan keputusan gubernur.

Pasal 69
(1)    Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan tentang tata ruang daerah dengan Menteri yang membidangi urusan tata ruang.
(2)    Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan bahan Keputusan Gubernur.




Pasal 70
(1)    Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 kepada bupati/walikota paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(2)    Bupati/walikota menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.
(3)    Apabila bupati/walikota tidak menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tetap menetapkan menjadi Perda atau peraturan bupati/walikota, gubernur membatalkan Perda dan/atau peraturan bupati/walikota dengan peraturan gubernur.


Bagian kedua
Klarifikasi Perda

Paragraf Kesatu
Klarifikasi Hasil Evaluasi

Pasal 71
(1)    Gubernur menyampaikan Perda tentang pajak daerah, Perda tentang retribusi daerah, Perda tata ruang daerah, Perda tentang APBD, Perda tentang Perubahan APBD dan Perda tentang Pertanggungjawaban APBD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diundangkan kepada Menteri Dalam Negeri.
(2)    Klarifikasi terhadap Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim evaluasi.
(3)    Hasil klarifikasi Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila tidak sesuai dengan hasil evaluasi maka Perda dimaksud dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 72
(1)    Pembatalan Perda tentang Perda tentang pajak daerah, Perda tentang retribusi daerah, Perda tata ruang daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya pembatalan harus dihentikan pelaksanaannya.
(2)    Pembatalan Perda tentang APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) sekaligus dinyatakan berlaku pagu APBD tahun anggaran sebelumnya/APBD tahun anggaran berjalan.

Paragraf Kedua
Klarifikasi Perda

Pasal 73
(1)    Gubernur menyampaikan Perda provinsi dan peraturan gubernur kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk mendapatkan klarifikasi.
(2)    Bupati/walikota menyampaikan Perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota kepada gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk mendapatkan klarifikasi.

Pasal 74
(1)    Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Dalam Negeri membentuk tim klarifikasi yang keanggotaannya terdiri atas komponen lingkup Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian terkait sesuai kebutuhan.
(2)    Tim klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 75
(1)    Tim klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 melakukan klarifikasi Perda dan Perkada.
(2)    Hasil klarifikasi Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.    hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi; dan
b.    hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi.
(3)    Hasil klarifikasi Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda dan peraturan perundangan yang lebih tinggi untuk dijadikan bahan pembatalan oleh Menteri Dalam Negeri.
(4)    Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 76
(1)    Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Dalam Negeri menerbitkan surat kepada kepala daerah yang berisi peryataan telah sesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf a.
(2)    Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Dalam Negeri menerbitkan surat hasil klarifikasi kepada kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf b yang berisi rekomendasi agar pemerintah daerah melakukan penyempurnaan Perda dan/atau melakukan pencabutan Perda.
(3)    Dalam hal pemerintah daerah tidak melaksanakan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Dalam Negeri mengusulkan kepada Presiden untuk pembatalan.





        Pasal 77
(1)    Gubernur membentuk tim klarifikasi yang keanggotaannya terdiri atas SKPD sesuai kebutuhan.
(2)    Tim klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 78
(1)    Tim klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 melakukan klarifikasi Perda kabupaten/kota dan Peraturan bupati/walikota.
(2)    Hasil klarifikasi Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.    hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi; dan
b.    hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi.
(3)    Hasil klarifikasi peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda dan peraturan perundangan yang lebih tinggi untuk dijadikan bahan usulan gubernur kepada Menteri Dalam Negeri untuk pembatalan.

Pasal 79
(1)    Sekretaris Daerah provinsi atas nama gubernur menerbitkan surat kepada bupati/walikota yang berisi peryataan telah sesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf a.
(2)    Sekretaris Daerah provinsi atas nama gubernur menerbitkan surat kepada bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf b yang berisi rekomendasi agar pemerintah daerah melakukan penyempurnaan Perda dan/atau melakukan pencabutan Perda.
(3)    Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak melaksanakan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur melalui Menteri Dalam Negeri mengusulkan kepada Presiden untuk pembatalan.
(4)    Apabila Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

Pasal 80
(1)    Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) dan ayat (3) terhadap sebagian atau seluruh materi Perda kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(2)    Sebagian materi Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pasal dan/atau ayat.

Pasal 81
(1)    Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) disertai dengan alasan.
(2)    Alasan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menunjukkan pasal dan/atau ayat yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(3)    Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda kabupaten/kota.

Pasal 82
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterimanya peraturan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3), kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.

Pasal 83
(1)    Dalam hal pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
(2)    Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Bagian Ketiga
Pemantauan dan Pelaporan
Pasal 84

(1)    Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Dalam Negeri melakukan pemantauan terhadap tindaklanjut hasil evaluasi dan klarifikasi Perda dan Perkada.
(2)    Gubernur melakukan pemantauan terhadap tindaklanjut hasil evaluasi dan klarifikasi Perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota.

Pasal 85

(1)    Gubernur melaporkan pemantauan hasil evaluasi dan klarifikasi Perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal.
(2)    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 3 (tiga) bulan dan/atau sewaktu-waktu jika diperlukan.






BAB VIII
PENYEBARLUASAN

Pasal 86

(1)    Penyebarluasan dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan Perda, pembahasan Rancangan Perda, hingga Pengundangan Perda.
(2)    Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Pasal 87

(1)    Penyebarluasan Prolegda dilakukan bersama oleh DPRD dan pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Balegda.
(2)    Penyebarluasan Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD.
(3)    Penyebarluasan Rancangan Perda yang berasal dari kepala daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah.

Pasal 88

Penyebarluasan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dilakukan bersama oleh DPRD dan pemerintah daerah.


Pasal 89

Naskah produk hukum daerah yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diautentifikasi dan diundangkan dalam Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, dan Berita Daerah.


BAB IX
PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 90

(1)    Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Perda, Perkada dan/atau PB KDH.
(2)    Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a.    rapat dengar pendapat umum;
b.    kunjungan kerja;
c.    sosialisasi; dan/atau
d.    seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3)    Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Perda, Perkada dan/atau PB KDH.
(4)    Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Perda, Perkada dan/atau PB KDH harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.


BAB X
PEMBIAYAAN

Pasal 91

Pembiayaan pembentukan produk hukum daerah provinsi dan kabupaten/kota dibebankan pada APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.


BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 92

(1)    Penulisan produk hukum daerah diketik dengan menggunakan jenis huruf Bookman Old Style dengan huruf 12.
(2)    Produk Hukum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak dalam kertas yang bertanda khusus.
(3)    Kertas bertanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    menggunakan nomor seri dan/atau huruf, yang diletakan pada halaman belakang samping kiri bagian bawah; dan
b.    menggunakan ukuran F4 berwarna putih.
(4)    Nomor seri dan/atau huruf sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota.




Pasal 93

(1)    Setiap tahapan pembentukan Perda, Perkada dan PB KDH mengikutsertakan perancang peraturan perundang-undangan.
(2)    Selain perancang peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tahapan pembentukan Perda, Perkada dan PB KDH mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 94

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka:
a.    Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah;
b.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
c.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; dan



d.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; dan
e.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah dan Kepala Daerah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 95

(1)    Ketentuan mengenai teknik penyusunan produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2)    Ketentuan mengenai:
a.    Bentuk dan Tata Cara Pengisian Prolegda tercantum dalam Lampiran I;
b.    Teknik Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Daerah tercantum dalam Lampiran II; dan
c.    Bentuk Produk Hukum Daerah tercantum dalam Lampiran III,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 96

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 Ditetapkan di Jakarta     
 pada tanggal 4 Nopember 2011     
MENTERI DALAM NEGERI
   REPUBLIK INDONESIA,         
         
                     ttd         
         
          GAMAWAN FAUZI         
Diundangkan di Jakarta     
pada tanggal 7 Nopember 2011     
 
MENTERI HUKUM DAN HAM         
REPUBLIK INDONESIA,         
         
ttd         
         
AMIR SYAMSUDDIN         
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 694    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar