Rabu, 29 Desember 2010

Ketentuan Cuti Bagi Pegawai Negeri Sipil

Ada banyak Pegawai Negeri Sipil, baik pimpinan maupun staf yang kurang memahami aturan tentang pelaksanaan cuti bagi PNS. Akibatnya muncul berbagai tafsiran oleh pimpinan maupun bawahan. Hal ini akibatkan oleh tidak pernah membaca peraturan pemerintah tentang Cuti PNS. Untuk membantu mereka yang belum pernah membaca atau sudah lupa isi peraturan dimaksud, berikut ini saya posting inti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976.

Pasal 2
(1)   Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah:
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(2)   Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari:
a. cuti tahunan;
b. cuti besar;
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin;
e. cuti karena alasan penting; dan
f. cuti di luar tanggungan Negara.

Cuti Tahunan
Pasal 4
(1)   Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan.
(2)   Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3)   Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4)   Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(5)   Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.
Pasal 6
(1)      Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
(2)      Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal 7
(1)      Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
(2)      Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.

Cuti Besar
Pasal 9
(1)      Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3 (tiga) bulan.
(2)      Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
(3)      Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(4)      Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama.
Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Cuti Sakit
Pasal 13
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
Pasal 14
(1)      Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus memberitahukan kepada atasannya.
(2)      Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3)      Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) Hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(4)      Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5)      Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6)      Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(7)      Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka Waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus Diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(8)      Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1)      Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandung berhak atas cuti sakit untuk paling lama 11/2 (satu setengah) bulan.
(2)      Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapat perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.
Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Pasal 18
(1)      Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)      Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.

Cuti Bersalin
Pasal 19
(1)      Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2)      Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(3)      Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.
Pasal 20
(1)      Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)      Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena:
a.       ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;
b.       salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;
c.       melangsungkan perkawinan yang pertama;
d.       alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.
Pasal 23
(1)      Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena atasan penting.
(2)      Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.
Pasal 24
(1)      Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)      Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(3)      Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting.
(4)      Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5)      Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 25
Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Cuti Di Luar Tanggungan Negara
Pasal 26
(1)      Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(2)      Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan paling lama 3 (tiga) tahun.
(3)      Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
Pasal 27
(1)      Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(2)      Jabatan yang menjadi lowong karena, pemberian cuti di luar tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.
Pasal 28
(1)      Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
(2)      Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 29
(1)      Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.
(2)      Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 31
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, maka:
a.       apabila ada lowongan ditempatkan kembali;
b.       apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain;
c.       apabila penempatan yang dimaksud dalam huruf b tidak mungkin, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lain - lain
Pasal 32
(1)      Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar, dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
(2)      Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban agama.
Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.

KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
(1)      Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negara diatur dalam peraturan tersendiri.
(2)      Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam peraturan tersendiri.


Read more: Peraturan Cuti Pegawai Negeri Sipil http://sem-law.blogspot.com/2010/11/peraturan-cuti-pegawai-negeri-sipil.html#ixzz19SyhAaK1
.com
Under Creative Commons License: Attribution
Ada banyak Pegawai Negeri Sipil, baik pimpinan maupun staf yang kurang memahami aturan tentang pelaksanaan cuti bagi PNS. Akibatnya muncul berbagai tafsiran oleh pimpinan maupun bawahan. Hal ini akibatkan oleh tidak pernah membaca peraturan pemerintah tentang Cuti PNS. Untuk membantu mereka yang belum pernah membaca atau sudah lupa isi peraturan dimaksud, berikut ini saya posting inti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976.

Pasal 2
(1)   Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah:
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(2)   Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Jenis Cuti
Pasal 3
Cuti terdiri dari:
a. cuti tahunan;
b. cuti besar;
c. cuti sakit;
d. cuti bersalin;
e. cuti karena alasan penting; dan
f. cuti di luar tanggungan Negara.

Cuti Tahunan
Pasal 4
(1)   Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan.
(2)   Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3)   Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4)   Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(5)   Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.
Pasal 6
(1)      Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
(2)      Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal 7
(1)      Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
(2)      Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.

Cuti Besar
Pasal 9
(1)      Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3 (tiga) bulan.
(2)      Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
(3)      Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(4)      Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama.
Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Cuti Sakit
Pasal 13
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
Pasal 14
(1)      Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus memberitahukan kepada atasannya.
(2)      Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3)      Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) Hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(4)      Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5)      Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6)      Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(7)      Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka Waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus Diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(8)      Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1)      Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandung berhak atas cuti sakit untuk paling lama 11/2 (satu setengah) bulan.
(2)      Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.
Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapat perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.
Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
Pasal 18
(1)      Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)      Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.

Cuti Bersalin
Pasal 19
(1)      Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2)      Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(3)      Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.
Pasal 20
(1)      Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)      Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Cuti Karena Alasan Penting
Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena:
a.       ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;
b.       salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;
c.       melangsungkan perkawinan yang pertama;
d.       alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.
Pasal 23
(1)      Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena atasan penting.
(2)      Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.
Pasal 24
(1)      Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)      Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(3)      Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting.
(4)      Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5)      Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 25
Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Cuti Di Luar Tanggungan Negara
Pasal 26
(1)      Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara.
(2)      Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan paling lama 3 (tiga) tahun.
(3)      Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
Pasal 27
(1)      Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(2)      Jabatan yang menjadi lowong karena, pemberian cuti di luar tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.
Pasal 28
(1)      Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
(2)      Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 29
(1)      Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.
(2)      Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 31
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, maka:
a.       apabila ada lowongan ditempatkan kembali;
b.       apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain;
c.       apabila penempatan yang dimaksud dalam huruf b tidak mungkin, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lain - lain
Pasal 32
(1)      Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar, dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
(2)      Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban agama.
Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.

KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
(1)      Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negara diatur dalam peraturan tersendiri.
(2)      Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam peraturan tersendiri.

Kewajiban dan Larangan Bagi PNS Menurut PP 53 Tahun 2010

Kewajiban
    
Setiap PNS wajib:
1.    mengucapkan sumpah/janji PNS;
2.    mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3.    setia  dan  taat  sepenuhnya  kepada  Pancasila,  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4.    menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
5.    melaksanakan  tugas  kedinasan  yang  dipercayakan  kepada  PNS  dengan  penuh  pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab; 
6.    menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7.    mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;
8.    memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
9.    bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
10.    melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;

11.    masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12.    mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13.    menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
14.    memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15.    membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16.    memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17.    menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Larangan
Setiap PNS dilarang: 
1.    menyalahgunakan wewenang;
2.    menjadi perantara untuk mendapatkan  keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3.    tanpa  izin  Pemerintah  menjadi  pegawai  atau  bekerja  untuk  negara  lain  dan/atau  lembaga  atau organisasi internasional; 
4.    bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
5.    memiliki,  menjual,  membeli,  menggadaikan,  menyewakan,  atau  meminjamkan  barang-barang  baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
6.    melakukan  kegiatan  bersama  dengan  atasan,  teman  sejawat,  bawahan,  atau  orang  lain  di  dalam  maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
7.    memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8.    menerima  hadiah  atau  suatu  pemberian  apa  saja  dari  siapapun  juga  yang  berhubungan  dengan jabatan dan/atau pekerjaannya; 
9.    bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10.    melakukan  suatu  tindakan  atau  tidak  melakukan  suatu  tindakan  yang  dapat  menghalangi  atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11.    menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12.    memberikan  dukungan  kepada  calon  Presiden/Wakil  Presiden,  Dewan  Perwakilan  Rakyat,  Dewan  Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a.    ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b.    menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
c.    sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d.    sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
13.    memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a.    membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
b.    mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta  pemilu  sebelum,  selama,  dan  sesudah  masa  kampanye  meliputi  pertemuan,  ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang  kepada PNS dalam  lingkungan unit  kerjanya, anggota  keluarga, dan masyarakat;
14.    memberikan  dukungan  kepada  calon  anggota  Dewan  Perwakilan  Daerah  atau  calon  Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan  015.
memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Waki l Kepala Daerah, dengan cara:
a.    terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b.    menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c.    membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d.    mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta  pemilu  sebelum,  selama,  dan  sesudah  masa  kampanye  meliputi  pertemuan,  ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang  kepada PNS dalam  lingkungan unit  kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.




SILAKAN UNDUH VERSI LENGKAP PP 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI SINI.
      
MAU TABEL LENGKAP DAFTAR GAJI PNS TAHUN 2010? SILAKAN UNDUH DI SINI.

SEJARAH KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KORPRI)

Korps Pegawai Republik Indonesia merupakan suatu organisasi profesi beranggotakan seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Departemen maupun Lembaga Pemerintah non Departemen. Korpri berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 82 Tahun 1971, 29 November 1971
Korpri dibentuk dalam rangka upaya meningkatkan kinerja, pengabdian dan netralitas Pegawai Negeri, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari lebih dapat berdayaguna dan berhasil guna.
Korpri merupakan organisasi ekstra struktural, secara fungsional tidak bisa terlepas dari kedinasan maupun di luar kedinasan. Sehingga keberadaan Korpri sebagai wadah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat harus mampu menunjang pencapaian tugas pokok institusi tempat mengabdi.
Latar belakang sejarah Korpri sangatlah panjang, pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum bumi putera. Kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.
Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar, pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI, kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator) dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).
Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat. Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai. Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri. Sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu. Dominasi partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik. PNS yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara menjadi alat politik partai. PNS pun menjadi terkotak-kotak.
Prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan. Kenaikan pangkat PNS misalnya dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan Departemennya. Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai mana ia berasal. Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945. Akan tetapi dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar. Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Melalui Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa … Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (pasal 10 ayat 3). Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul ternyata tidak kunjung datang.
Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis.
Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang Korpri. Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, Korpri “merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (Pasal 2 ayat 2). Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”.
Akan tetapi Korpri kembali menjadi alat politik. UU No.3 Th.1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai. Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.
Memasuki Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas Korpri, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya menghasilkan konsep dan disepakati bahwa Korpri harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya Korpri dibubarkan saja, atau bahkan jika ingin berkiprah di kancah politik maka sebaiknya membentuk partai sendiri.
Setelah Reformasi dengan demikian Korpri bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik. Para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad Korpri untuk senantiasa netral. Berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme. Senantiasa berpegang teguh pada Panca Prasetya Korpri
PP Nomor 12 tentang Perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999 muncul untuk mengatur keberadaan PNS yang ingin jadi anggota Parpol. Dengan adanya ketentuan di dalam PP ini membuat anggota Korpri tidak dimungkinkan untuk ikut dalam kancah partai politik apapun. Korpri hanya bertekad berjuang untuk mensukseskan tugas negara, terutama dalam melaksanakan pengabdian bagi masyarakat dan negara.
(Mohon izin copas dari  http://purwakartakab.bps.go.id)


Logo-logo BUMN yang karyawannya adalah Pegawai Negeri Republik Indonesia

Inilah antara lain logo-logo BUMN yang karyawannya merupakan Pegawai Negeri Republik Indonesia