Rabu, 28 Maret 2012

Daftar UU RI Tahun 1989

-
  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1989 TENTANG  ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUNANGGARAN 1989/1990
  2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 TENTANG  SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
  3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 TENTANG  TELEKOMUNIKASI
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1989 TENTANG  TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989
  5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 TENTANG  PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987
  6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 TENTANG  PATEN
  7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 TENTANG  PERADILAN AGAMA

Daftar UU RI Tahun 1988

-
  1.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
  2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
  3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1988 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1988 TENTANG PENGESAHAN 'PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA'
  5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1988 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1987/1988
  6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1988 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986

Daftar UU RI Tahun 1987

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI
  2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1987 TENTANG PENGESAHAN "TREATY OF MUTUALRESPECT, FRIENDSHIP AND COOPERATION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THEINDEPENDENT STATE OF PAPUA NEW GUINEA"
  3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1987 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1987/1988
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1987 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987
  5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1987 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1983/1984
  6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1987 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1984/1985
  7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA
  8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 TENTANG PROTOKOL

Daftar UU RI Tahun 1986

-
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
TENTANG PERADILAN UMUM

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1986
TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986
TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1982/1983

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA


 

UU No. 11 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman

-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2011   
TENTANG
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   :  a.  bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat  tinggal,  dan  mendapatkan  lingkungan  hidup
yang  baik  dan  sehat,  yang  merupakan  kebutuhan  dasar
manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis
dalam  pembentukan  watak  serta  kepribadian  bangsa
sebagai  salah  satu  upaya  membangun  manusia  Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif;

                        b.  bahwa  negara  bertanggung  jawab  melindungi  segenap
bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat
tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di
dalam  perumahan  yang  sehat,  aman,  harmonis,  dan
berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia; 

                         c.  bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan
dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan
kawasan  permukiman  bagi  masyarakat  melalui
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman
yang  berbasis  kawasan  serta  keswadayaan  masyarakat
sehingga  merupakan  satu  kesatuan  fungsional  dalam
wujud  tata  ruang  fisik,  kehidupan  ekonomi,  dan  sosial
budaya  yang  mampu  menjamin  kelestarian  lingkungan
hidup  sejalan  dengan  semangat  demokrasi,  otonomi
daerah,  dan  keterbukaan  dalam  tatanan  kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. bahwa …

- 2 -


      d.   bahwa  pertumbuhan  dan  pembangunan  wilayah  yang
kurang  memperhatikan  keseimbangan  bagi  kepentingan
masyarakat  berpenghasilan  rendah  mengakibatkan
kesulitan  masyarakat  untuk  memperoleh  rumah  yang
layak dan terjangkau;


      e.    bahwa    Undang-Undang    Nomor  4  Tahun  1992  tentang
Perumahan dan Permukiman sudah tidak sesuai dengan 
perkembangan  dan  kebutuhan  perumahan  dan
permukiman  yang  layak  dan  terjangkau  dalam
lingkungan  yang  sehat,  aman,  serasi,  dan  teratur
sehingga perlu diganti;

       f.  bahwa    berdasarkan    pertimbangan  sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf  e  perlu  membentuk  Undang-Undang  tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;

Mengingat   :   Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat
(2), dan ayat (4), Pasal 33 ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1), ayat
(2),  dan  ayat  (3)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik
Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
  
  MEMUTUSKAN:
Menetapkan   :  UNDANG-UNDANG  TENTANG    PERUMAHAN   DAN   KAWASAN   
        PERMUKIMAN.
BAB I …

- 3 -


       BAB I
     KETENTUAN UMUM

         Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Perumahan  dan  kawasan  permukiman  adalah  satu
kesatuan  sistem  yang  terdiri  atas  pembinaan,
penyelenggaraan  perumahan,  penyelenggaraan
kawasan  permukiman,  pemeliharaan  dan  perbaikan,
pencegahan  dan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat. 
2.  Perumahan  adalah  kumpulan  rumah  sebagai  bagian
dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum  sebagai  hasil  upaya  pemenuhan  rumah  yang
layak huni. 
3.  Kawasan  permukiman  adalah  bagian  dari  lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat  kegiatan  yang  mendukung  perikehidupan  dan
penghidupan.
4.  Lingkungan  hunian  adalah  bagian  dari  kawasan
permukiman  yang  terdiri  atas  lebih  dari  satu  satuan
permukiman.
5.  Permukiman  adalah  bagian  dari  lingkungan  hunian
yang  terdiri  atas  lebih  dari  satu  satuan  perumahan
yang  mempunyai  prasarana,  sarana,  utilitas  umum,
serta  mempunyai  penunjang  kegiatan  fungsi  lain  di
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.


6. Penyelenggaraan ...

- 4 -


6.  Penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  adalah  kegiatan  perencanaan,
pembangunan,  pemanfaatan,  dan  pengendalian,
termasuk  di  dalamnya  pengembangan  kelembagaan,
pendanaan  dan  sistem  pembiayaan,  serta  peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
7.  Rumah  adalah  bangunan  gedung  yang  berfungsi
sebagai  tempat  tinggal  yang  layak  huni,  sarana
pembinaan  keluarga,  cerminan  harkat  dan  martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 
8.  Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan. 
9.  Rumah  swadaya  adalah  rumah  yang  dibangun  atas
prakarsa dan upaya masyarakat.
10.  Rumah  umum  adalah  rumah  yang  diselenggarakan
untuk  memenuhi  kebutuhan  rumah  bagi  masyarakat
berpenghasilan rendah.
11.  Rumah  khusus  adalah  rumah  yang  diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus. 

12.  Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan
berfungsi  sebagai  tempat  tinggal  atau  hunian  dan
sarana  pembinaan  keluarga  serta  penunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
13.  Permukiman  kumuh  adalah  permukiman  yang  tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan  bangunan  yang  tinggi,  dan  kualitas
bangunan  serta  sarana  dan  prasarana  yang  tidak
memenuhi syarat. 
14.  Perumahan  kumuh  adalah  perumahan  yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat
hunian.
15. Kawasan …

- 5 -


15.  Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana,
sarana,  dan  utilitas  umumnya  telah  dipersiapkan
untuk  pembangunan  lingkungan  hunian  skala  besar
sesuai dengan rencana tata ruang.    
16.  Lingkungan  siap  bangun  yang  selanjutnya  disebut
Lisiba  adalah  sebidang  tanah  yang  fisiknya  serta
prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umumnya  telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan
batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian
dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci
tata ruang. 
17.  Kaveling  tanah  matang  adalah  sebidang  tanah  yang
telah  dipersiapkan  untuk  rumah  sesuai  dengan
persyaratan  dalam  penggunaan,  penguasaan,
pemilikan  tanah,  rencana  rinci  tata  ruang,  serta
rencana tata bangunan dan lingkungan.
18.  Konsolidasi  tanah  adalah  penataan  kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam
usaha  penyediaan  tanah  untuk  kepentingan
pembangunan  perumahan  dan  permukiman  guna
meningkatkan  kualitas  lingkungan  dan  pemeliharaan
sumber  daya  alam  dengan  partisipasi  aktif
masyarakat.
19.  Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan
yang  berasal  dari  anggaran  pendapatan  dan  belanja
negara,  anggaran  pendapatan  dan  belanja  daerah,
dan/atau  sumber  dana  lain  yang  dibelanjakan untuk
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.  


20. Pembiayaan …

- 6 -


20.  Pembiayaan  adalah  setiap  penerimaan  yang  perlu
dibayar  kembali  dan/atau  setiap  pengeluaran  yang
akan  diterima  kembali  untuk  kepentingan
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat,
tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya. 
21.  Prasarana  adalah  kelengkapan  dasar  fisik  lingkungan
hunian  yang  memenuhi  standar  tertentu  untuk
kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman,
dan nyaman. 
22.  Sarana    adalah    fasilitas  dalam  lingkungan  hunian
yang  berfungsi  untuk  mendukung  penyelenggaraan
dan  pengembangan  kehidupan  sosial,  budaya,  dan
ekonomi. 
23.  Utilitas  umum  adalah  kelengkapan  penunjang  untuk
pelayanan lingkungan hunian. 
24.  Masyarakat  Berpenghasilan  Rendah  yang  selanjutnya
disingkat  MBR  adalah  masyarakat  yang  mempunyai
keterbatasan  daya  beli  sehingga  perlu  mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. 
25.  Setiap  orang  adalah  orang  perseorangan  atau  badan
hukum. 
26.  Badan  hukum  adalah  badan  hukum  yang  didirikan
oleh  warga  negara  Indonesia  yang  kegiatannya  di
bidang  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman. 
27.  Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah  Presiden  Republik  Indonesia  yang  memegang
kekuasaan  pemerintahan  Negara  Republik  Indonesia
sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-Undang  Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

28. Pemerintah …

- 7 -


28.  Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota,
dan  perangkat  daerah  sebagai  unsur  penyelenggara
pemerintahan daerah. 
29.  Menteri  adalah  menteri  yang  menyelenggarakan
urusan  pemerintahan  di  bidang  perumahan  dan
kawasan permukiman. 

 
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Perumahan  dan  kawasan  permukiman  diselenggarakan
dengan berasaskan:
a.  kesejahteraan; 
b.  keadilan dan pemerataan;
c.  kenasionalan; 
d.  keefisienan dan kemanfaatan;
e.  keterjangkauan dan kemudahan;
f.  kemandirian dan kebersamaan;
g.  kemitraan; 
h.  keserasian dan keseimbangan; 
i.  keterpaduan;
j.  kesehatan;
k.  kelestarian dan keberlanjutan; dan
l.  keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

Pasal 3

Perumahan  dan kawasan permukiman diselenggarakan
untuk:
a.  memberikan  kepastian  hukum  dalam  penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman; 
b. mendukung …

- 8 -


b.   mendukung  penataan  dan  pengembangan  wilayah  serta
penyebaran  penduduk  yang  proporsional  melalui
pertumbuhan  lingkungan  hunian  dan  kawasan
permukiman  sesuai  dengan  tata  ruang  untuk
mewujudkan  keseimbangan  kepentingan,  terutama  bagi
MBR; 
c.   meningkatkan  daya  guna  dan  hasil  guna  sumber  daya
alam  bagi  pembangunan  perumahan  dengan  tetap
memperhatikan  kelestarian  fungsi  lingkungan,  baik  di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; 
d.   memberdayakan  para  pemangku  kepentingan  bidang
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; 
e.   menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya; dan 
f.   menjamin  terwujudnya  rumah  yang  layak  huni  dan
terjangkau  dalam  lingkungan  yang  sehat,  aman,  serasi,
teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. 


Pasal 4

Ruang  lingkup  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman meliputi:
a.  pembinaan;
b.  tugas dan wewenang;
c.  penyelenggaraan perumahan;
d.  penyelenggaraan kawasan permukiman;
e.  pemeliharaan dan perbaikan;
f.  pencegahan  dan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh; 
g.  penyediaan tanah;
h.  pendanaan dan pembiayaan; 
i.  hak dan kewajiban; dan
j.  peran masyarakat.
BAB III …

- 9 -


BAB III
PEMBINAAN

Pasal 5

(1)   Negara  bertanggung  jawab  atas  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  yang
pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. 

(2)  Pembinaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan oleh:
a.  Menteri pada tingkat nasional;       
b.  gubernur pada tingkat provinsi; dan
c.  bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota. 


Pasal 6

(1)   Pembinaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  5  ayat
(2) meliputi:
a.  perencanaan;
b.  pengaturan;
c.  pengendalian; dan
d.  pengawasan.

(2)   Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada  ayat  (1),  Menteri  melakukan  koordinasi  lintas
sektoral,  lintas  wilayah,  dan  lintas  pemangku
kepentingan, baik vertikal maupun horizontal. 


Pasal 7

(1)  Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
a  merupakan  satu  kesatuan  yang  utuh  dari  rencana
pembangunan  nasional  dan  rencana  pembangunan 
daerah. 
(2) Perencanaan …

- 10 -



(2)   Perencanaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
diselenggarakan  oleh  Pemerintah    dan  pemerintah
daerah dengan melibatkan peran masyarakat. 
(3)   Perencanaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
disusun  pada  tingkat  nasional,  provinsi,  atau
kabupaten/kota  yang  dimuat  dan  ditetapkan  dalam
rencana  pembangunan  jangka  panjang,  rencana
pembangunan  jangka  menengah,  dan  rencana  tahunan
sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan. 
(4)   Perencanaan  pada  tingkat  nasional  menjadi  pedoman
untuk  menyusun  perencanaan  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada  tingkat
provinsi. 
(5)  Perencanaan  pada  tingkat  provinsi  menjadi  pedoman
untuk  menyusun  perencanaan  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada  tingkat
kabupaten/kota. 

Pasal 8

Pengaturan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  huruf  b
meliputi: 
a.  penyediaan tanah; 
b.  pembangunan;
c.  pemanfaatan;
d.  pemeliharaan; dan 
e.  pendanaan dan pembiayaan.

Pasal 9

Pengendalian  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  huruf  c
meliputi pengendalian:


a. rumah …

- 11 -

a.  rumah;
b.  perumahan;
c.  permukiman; 
d.  lingkungan hunian; dan
e.  kawasan permukiman.


Pasal 10

Pengawasan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  huruf  d
meliputi  pemantauan,  evaluasi,  dan  koreksi  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Pasal 11

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pembinaan  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB  IV
   TUGAS DAN WEWENANG 

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 12
 
(1)   Pemerintah  dalam  melaksanakan  pembinaan
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman
mempunyai tugas dan wewenang. 

(2)   Tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah  kabupaten/kota  sesuai  dengan  kewenangan
masing-masing.

Bagian Kedua …

- 12 -


Bagian Kedua
Tugas 

Paragraf 1
Pemerintah 

Pasal 13

Pemerintah  dalam  melaksanakan  pembinaan  mempunyai
tugas: 
a.  merumuskan  dan  menetapkan  kebijakan  dan  strategi
nasional  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman;
b.  merumuskan  dan  menetapkan  kebijakan  nasional
tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman; 
c.  merumuskan  dan  menetapkan  kebijakan  nasional
tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba;
d.  mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
e.  menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
pelaksanaan  kebijakan  nasional penyediaan  rumah  dan
pengembangan  lingkungan  hunian  dan  kawasan
permukiman; 
f.  mengalokasikan  dana  dan/atau  biaya  pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;  
g.  memfasilitasi  penyediaan  perumahan  dan  permukiman
bagi masyarakat, terutama bagi MBR; 
h.  memfasilitasi  pelaksanaan  kebijakan  dan  strategi  pada
tingkat nasional;
i.  melakukan  dan  mendorong  penelitian  dan
pengembangan  penyelenggaraan  perumahan  dan
kawasan permukiman;

j. melakukan …

- 13 -


j.  melakukan  sertifikasi,  kualifikasi,  klasifikasi,  dan
registrasi  keahlian  kepada  orang  atau  badan  yang
menyelenggarakan  pembangunan  perumahan  dan
kawasan permukiman; dan
k.  menyelenggarakan  pendidikan  dan  pelatihan  di  bidang
perumahan dan kawasan permukiman.


Paragraf 2
Pemerintah Provinsi

Pasal 14

Pemerintah  provinsi  dalam  melaksanakan  pembinaan
mempunyai tugas:
a.  merumuskan  dan  menetapkan  kebijakan  dan  strategi
pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman  dengan  berpedoman  pada  kebijakan
nasional;
b.  merumuskan  dan  menetapkan  kebijakan  provinsi
tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman  dengan  berpedoman  pada  kebijakan
nasional; 
c.  merumuskan  dan  menetapkan  kebijakan  penyediaan
Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota;
d.  mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
e.  menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
pelaksanaan  kebijakan  provinsi  penyediaan  rumah,
perumahan,  permukiman,  lingkungan  hunian,  dan
kawasan permukiman;
f.  menyusun  rencana  pembangunan  dan  pengembangan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  lintas
kabupaten/kota; 
g. memfasilitasi …

- 14 -



g.  memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum  perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada
tingkat provinsi;   
h.  mengalokasikan  dana  dan/atau  biaya  pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
i.  memfasilitasi  penyediaan  perumahan  dan  kawasan
permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; dan
j.  memfasilitasi  pelaksanaan  kebijakan  dan  strategi  pada
tingkat provinsi. 


Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 15

Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan
mempunyai tugas:
a.  menyusun  dan  melaksanakan  kebijakan  dan  strategi
pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan
kawasan  permukiman  dengan  berpedoman  pada
kebijakan dan strategi nasional dan provinsi; 
b.  menyusun  dan  melaksanakan  kebijakan  daerah  dengan
berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang
pendayagunaan  dan  pemanfaatan  hasil  rekayasa
teknologi  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman;
c.  menyusun  rencana  pembangunan  dan  pengembangan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada  tingkat
kabupaten/kota; 
d.  menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
terhadap  pelaksanaan  kebijakan  kabupaten/kota  dalam
penyediaan  rumah,  perumahan,  permukiman,
lingkungan hunian, dan kawasan permukiman; 

e. melaksanakan …

- 15 -


e.  melaksanakan  pemanfaatan  teknologi  dan  rancang
bangun  yang  ramah  lingkungan  serta  pemanfaatan
industri  bahan  bangunan  yang  mengutamakan  sumber
daya  dalam  negeri  dan  kearifan  lokal  yang  aman  bagi
kesehatan;
f.  melaksanakan  pengawasan  dan  pengendalian  terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan,
strategi,  serta  program  di  bidang  perumahan  dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
g.  melaksanakan  kebijakan  dan  strategi  pada  tingkat
kabupaten/kota;
h.  melaksanakan  peraturan  perundang-undangan  serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
i.  melaksanakan  peningkatan  kualitas  perumahan  dan
permukiman;
j.  melaksanakan  kebijakan  dan  strategi  daerah  provinsi
dalam  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  dengan  berpedoman  pada  kebijakan
nasional; 
k.  melaksanakan  pengelolaan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; 
l.  mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
dan  provinsi  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
m.  mengalokasikan  dana  dan/atau  biaya  pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
n.  memfasilitasi  penyediaan  perumahan  dan  permukiman
bagi masyarakat, terutama bagi MBR;
o.  menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan
p.  memberikan  pendampingan  bagi  orang  perseorangan
yang melakukan pembangunan rumah swadaya.

Bagian Ketiga …

- 16 -


Bagian Ketiga
Wewenang 

Paragraf 1
Pemerintah
  
Pasal 16

Pemerintah  dalam  melaksanakan  pembinaan  mempunyai
wewenang:
a.  menyusun  dan  menetapkan  norma,  standar,  pedoman,
dan  kriteria  rumah,  perumahan,  permukiman,  dan
lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman; 
b.  menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman; 
c.  menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman;
d.  memberdayakan  pemangku  kepentingan  dalam  bidang
perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada  tingkat
nasional;
e.  melaksanakan  koordinasi,  sinkronisasi,  dan  sosialisasi
peraturan  perundang-undangan  serta  kebijakan  dan
strategi  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  dalam  rangka  mewujudkan  jaminan  dan
kepastian  hukum  dan  pelindungan  hukum  dalam
bermukim;
f.  mengoordinasikan  pemanfaatan  teknologi  dan  rancang
bangun  yang  ramah  lingkungan  serta  pemanfaatan
industri  bahan  bangunan  yang  mengutamakan  sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal;
g.  mengoordinasikan  pengawasan  dan  pengendalian
pelaksanaan  peraturan  perundang-undangan  bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
h.  mengevaluasi  peraturan  perundang-undangan  serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat nasional; 
i. mengendalikan …

- 17 -


i.  mengendalikan  pelaksanaan  kebijakan  dan  strategi  di
bidang perumahan dan kawasan permukiman;
j.  memfasilitasi peningkatan kualitas  terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh;
k.  menetapkan  kebijakan  dan  strategi  nasional  dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; 
l.  memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dan kawasan permukiman; dan
m.  memfasilitasi  kerja  sama  tingkat  nasional  dan
internasional  antara  Pemerintah  dan  badan  hukum 
dalam  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman.


Paragraf 2
Pemerintah Provinsi

Pasal 17

Pemerintah  provinsi  dalam  melaksanakan  pembinaan
mempunyai wewenang:
a.  menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
b.  menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat provinsi;
c.  memberdayakan  pemangku  kepentingan  dalam  bidang
perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada  tingkat
provinsi;
d.  melaksanakan  koordinasi,  sinkronisasi,  dan  sosialisasi
peraturan  perundang-undangan  serta  kebijakan  dan
strategi  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  pada  tingkat  provinsi  dalam  rangka
mewujudkan  jaminan  dan  kepastian  hukum  dan
pelindungan hukum dalam bermukim; 
e. mengoordinasikan …

- 18 -


e.  mengoordinasikan  pemanfaatan  teknologi  dan  rancang
bangun  yang  ramah  lingkungan  serta  pemanfaatan
industri  bahan  bangunan  yang  mengutamakan  sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal;
f.  mengoordinasikan  pengawasan  dan  pengendalian
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan,
strategi,  serta  program  di  bidang  perumahan  dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
g.  mengevaluasi  peraturan  perundang-undangan  serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
h.  memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi;
i.  mengoordinasikan  pencadangan  atau  penyediaan tanah
untuk  pembangunan  perumahan  dan  permukiman  bagi
MBR pada tingkat provinsi; 
j.  menetapkan  kebijakan  dan  strategi  daerah  provinsi
dalam  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  dengan  berpedoman  pada  kebijakan
nasional; dan
k.  memfasilitasi  kerja  sama  pada  tingkat  provinsi  antara
pemerintah  provinsi  dan  badan  hukum  dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.  

Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 18

Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan
mempunyai wewenang:
a.  menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
b.  menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD;

c. memberdayakan …

- 19 -


c.  memberdayakan  pemangku  kepentingan  dalam  bidang
perumahan  dan  kawasan  permukiman  pada  tingkat
kabupaten/kota;
d.  melaksanakan  sinkronisasi  dan  sosialisasi  peraturan
perundang-undangan  serta  kebijakan  dan  strategi
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman
pada tingkat kabupaten/kota;
e.  mencadangkan  atau  menyediakan  tanah  untuk
pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;
f.  menyediakan  prasarana  dan  sarana  pembangunan
perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota; 
g.  memfasilitasi  kerja  sama  pada  tingkat  kabupaten/kota
antara  pemerintah  kabupaten/kota  dan  badan  hukum
dalam  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman;
h.  menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh  pada
tingkat kabupaten/kota; dan
i.  memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh  dan  permukiman  kumuh  pada  tingkat
kabupaten/kota.


BAB V
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

Bagian Kesatu
Umum

  Pasal 19

(1)  Penyelenggaraan  rumah  dan  perumahan  dilakukan
untuk  memenuhi  kebutuhan  rumah  sebagai  salah  satu
kebutuhan  dasar  manusia  bagi  peningkatan  dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
(2) Penyelenggaraan …

- 20 -


(2)  Penyelenggaraan  rumah  dan  perumahan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  oleh  Pemerintah,
pemerintah  daerah  dan/atau  setiap  orang  untuk
menjamin  hak  setiap  warga  negara  untuk  menempati,
menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.


Pasal 20

(1)  Penyelenggaraan  perumahan  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 19 meliputi:
a.  perencanaan perumahan;
b.  pembangunan perumahan;
c.  pemanfaatan perumahan; dan
d.  pengendalian perumahan.

(2)  Perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
mencakup  rumah  atau  perumahan  beserta  prasarana,
sarana, dan utilitas umum.

(3)  Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan
menurut jenis dan bentuknya.


Bagian Kedua
Jenis dan Bentuk Rumah

Pasal 21

(1)  Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(3)  dibedakan  berdasarkan  pelaku  pembangunan  dan
penghunian yang meliputi:
a.  rumah komersial;
b.  rumah umum;
c.  rumah swadaya;

d. rumah …

- 21 -


d.  rumah khusus; dan
e.  rumah negara.
(2)  Rumah  komersial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf  a  diselenggarakan  untuk  mendapatkan
keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
(3)  Rumah  umum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf  b  diselenggarakan  untuk  memenuhi  kebutuhan
rumah bagi MBR.
(4)  Rumah  swadaya  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf  c  diselenggarakan  atas  prakarsa  dan  upaya
masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok.
(5)  Rumah  khusus  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf  d  diselenggarakan  dalam  rangka  memenuhi
kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.
(6)  Rumah  umum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf  b  mendapatkan  kemudahan  dan/atau  bantuan
dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(7)  Rumah  swadaya  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(8)  Rumah  khusus  dan  rumah  negara  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Pasal 22
(1)  Bentuk  rumah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  20
ayat  (3)  dibedakan  berdasarkan  hubungan  atau
keterikatan antarbangunan.

(2)  Bentuk  rumah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
meliputi:
a.  rumah  tunggal;
b.  rumah deret; dan
c. rumah …

- 22 -


c.  rumah susun.

(3)  Luas  lantai  rumah  tunggal  dan  rumah  deret  memiliki
ukuran paling sedikit  36 (tiga puluh enam)

meter persegi.

Bagian Ketiga
Perencanaan Perumahan 

Paragraf 1
Umum

Pasal 23

(1)  Perencanaan  perumahan  dilakukan  untuk  memenuhi
kebutuhan rumah.
(2)  Perencanaan  perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) terdiri atas:
a.  perencanaan dan perancangan rumah; dan
b.  perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan.
(3)  Perencanaan  perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat  (2)  merupakan  bagian  dari  perencanaan
permukiman.
(4)  Perencanaan  perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) mencakup rumah sederhana, rumah menengah,
dan/atau rumah mewah. 







Paragraf 2 …

- 23 -


Paragraf 2
Perencanaan dan Perancangan Rumah

Pasal 24
Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk: 
a.  menciptakan rumah yang layak huni; 
b.  mendukung  upaya  pemenuhan  kebutuhan  rumah  oleh
masyarakat dan pemerintah; dan 
c.  meningkatkan    tata  bangunan  dan  lingkungan  yang
terstruktur.

Pasal  25
Perencanaan  dan  perancangan  rumah  dilakukan  oleh  setiap
orang  yang  memiliki  keahlian  di  bidang  perencanaan dan
perancangan  rumah  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.

Pasal  26
(1)  Hasil  perencanaan  dan  perancangan  rumah  harus
memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang,
dan ekologis.
(2)  Persyaratan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
merupakan  syarat  bagi  diterbitkannya  izin  mendirikan
bangunan. 
(3)  Perencanaan  dan  perancangan  rumah  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  merupakan  bagian  dari
perencanaan perumahan dan/atau permukiman.





Pasal 27  …

- 24 -



Pasal  27

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  perencanaan  dan
perancangan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal  24,  Pasal  25,  dan  Pasal  26  diatur  dengan  Peraturan
Pemerintah.
 

Paragraf 3
Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum 

Pasal 28

(1)  Perencanaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
perumahan meliputi: 
a.  rencana  penyediaan  kaveling  tanah  untuk
perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan
b.  rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan.

(2)  Rencana  penyediaan  kaveling  tanah  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  digunakan  sebagai
landasan  perencanaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum.

(3)  Rencana penyediaan kaveling tanah dimaksudkan untuk
meningkatkan  daya  guna  dan  hasil  guna  tanah  bagi
kaveling  siap  bangun  sesuai  dengan  rencana  tata
bangunan dan lingkungan. 


Pasal 29

(1)  Perencanaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus memenuhi
persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.


(2) Perencanaan …

- 25 -



(2)  Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang
telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan
dari pemerintah daerah.


  Pasal 30

(1)    Perencanaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
dapat dilakukan oleh setiap orang.

(2)  Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki  keahlian  di  bidang  perencanaan  prasarana,
sarana,  dan  utilitas  umum  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.


Pasal 31

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  perencanaan  prasarana,
sarana,  dan  utilitas  umum  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal  28,  Pasal  29,  dan  Pasal  30  diatur  dengan  Peraturan
Pemerintah.


Bagian Keempat 
Pembangunan Perumahan

Paragraf 1 
Umum

Pasal 32

(1)  Pembangunan perumahan meliputi:
a.  pembangunan  rumah  dan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum; dan/atau
b.  peningkatan kualitas perumahan.


(2) Pembangunan …

- 26 -


(2)  Pembangunan  perumahan  dilakukan  dengan
mengembangkan  teknologi  dan  rancang  bangun  yang
ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan
bangunan  yang  mengutamakan  pemanfaatan  sumber
daya  dalam  negeri  dan  kearifan  lokal  yang  aman  bagi
kesehatan. 

(3)  Industri  bahan  bangunan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia. 


Pasal 33

(1)  Pemerintah  daerah  wajib  memberikan  kemudahan
perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana
pembangunan perumahan untuk MBR.

(2)  Pemerintah  daerah  berwenang  mencabut  izin
pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang
tidak memenuhi kewajibannya.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  bentuk  kemudahan
perizinan  dan  tata  cara  pencabutan  izin  pembangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.


Pasal 34

(1)  Badan  hukum  yang  melakukan  pembangunan
perumahan  wajib  mewujudkan  perumahan  dengan
hunian berimbang.

(2)  Pembangunan  perumahan  skala  besar  yang  dilakukan
oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang
dalam satu hamparan. 



(3) Kewajiban …

- 27 -


(3)  Kewajiban  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dikecualikan  untuk  badan  hukum  yang  membangun
perumahan  yang  seluruhnya  ditujukan  untuk
pemenuhan kebutuhan rumah umum. 

(4)  Dalam  hal  pembangunan  perumahan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1),  Pemerintah  dan/atau
pemerintah  daerah  dapat  memberikan  insentif  kepada
badan  hukum  untuk  mendorong  pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang. 

  Pasal 35

(1)  Pembangunan  perumahan  skala  besar  dengan  hunian
berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah,
dan rumah mewah.

(2)  Ketentuan  mengenai  hunian  berimbang  diatur  dengan
Peraturan Menteri.


  Pasal 36

(1)  Dalam  hal  pembangunan  perumahan  dengan  hunian
berimbang  tidak  dalam  satu  hamparan,  pembangunan
rumah  umum  harus  dilaksanakan  dalam  satu  daerah
kabupaten/kota. 

(2)  Pembangunan  rumah  umum  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  harus  mempunyai  akses  menuju  pusat
pelayanan atau tempat kerja.

(3)  Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan peraturan daerah. 

(4)  Pembangunan  perumahan  dengan  hunian  berimbang
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  oleh
badan hukum yang sama. 

Pasal 37 …

- 28 -


  Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan
kriteria  hunian  berimbang  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal  34,  Pasal  35,  dan  Pasal    36  diatur  dengan  Peraturan
Menteri. 

    Paragraf 2
    Pembangunan Rumah 

  Pasal 38

(1)  Pembangunan  rumah  meliputi  pembangunan  rumah
tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun.

(2)  Pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya,
dinamika  ekonomi  pada  tiap  daerah,  serta
mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.

(3)  Pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)  dapat  dilakukan  oleh  setiap  orang,  Pemerintah,
dan/atau pemerintah daerah.

(4)  Pembangunan  rumah dan perumahan harus dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.


  Pasal 39

(1)  Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  bertanggung
jawab  dalam  pembangunan  rumah  umum,  rumah
khusus, dan rumah negara.

(2)  Pembangunan  rumah  khusus  dan  rumah  negara
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dibiayai  melalui
anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(3) Rumah …

- 29 -



(3)  Rumah  khusus  dan  rumah  negara  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (2)  menjadi  barang  milik
negara/daerah  dikelola  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.


  Pasal 40

(1)  Dalam  melaksanakan  tanggung  jawab  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau
pemerintah  daerah  menugasi  dan/atau  membentuk
lembaga  atau  badan  yang  menangani  pembangunan
perumahan  dan  permukiman  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan. 

(2)  Lembaga  atau  badan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) bertanggung jawab:
a.  membangun  rumah  umum,  rumah  khusus,  dan
rumah negara;
b.  menyediakan tanah bagi perumahan; dan 
c.  melakukan  koordinasi  dalam  proses  perizinan  dan
pemastian kelayakan hunian.


Pasal 41

(1)  Pembangunan  rumah  negara  dilakukan  untuk
mewujudkan  ketertiban  penyediaan,  penghunian,
pengelolaan, serta pengalihan status dan hak atas rumah
yang dimiliki negara.

(2)  Pembangunan  rumah  negara  diselenggarakan
berdasarkan pada tipe dan kelas bangunan serta pangkat
dan  golongan  pegawai  negeri  di  atas  tanah  yang  sudah
jelas status haknya.


(3) Ketentuan …

- 30 -

  
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pembangunan,
penyediaan,  penghunian,  pengelolaan,  serta  pengalihan
status  dan  hak  atas  rumah  yang  dimiliki  negara
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.  


Pasal 42

(1)  Rumah  tunggal,  rumah  deret,  dan/atau  rumah  susun
yang  masih  dalam  tahap  proses  pembangunan  dapat
dipasarkan  melalui  sistem  perjanjian  pendahuluan  jual
beli  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan. 

(2)  Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud
pada  ayat  (1)  dilakukan  setelah  memenuhi  persyaratan
kepastian atas: 
a.  status pemilikan tanah;
b.  hal yang diperjanjikan;
c.  kepemilikan izin mendirikan bangunan induk; 
d.  ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
dan 
e.  keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua
puluh persen). 

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  sistem  perjanjian
pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.


  Pasal 43

(1)  Pembangunan  untuk  rumah  tunggal,  rumah  deret,
dan/atau rumah susun, dapat dilakukan di atas tanah:
a.  hak milik;

b. hak …

- 31 -


b.  hak  guna  bangunan,  baik  di  atas  tanah  negara
maupun di atas hak pengelolaan; atau
c.  hak pakai di atas tanah negara. 
(2)  Pemilikan  rumah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dapat  difasilitasi  dengan  kredit  atau  pembiayaan
pemilikan rumah.
(3)  Kredit  atau  pembiayaan  pemilikan  rumah  sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dibebani hak tanggungan.
(4)  Kredit  atau  pembiayaan  rumah  umum  tidak  harus
dibebani hak tanggungan.  


    Pasal 44

(1)  Pembangunan  rumah  tunggal,  rumah  deret,  rumah
susun, dan/atau satuan rumah susun dapat dibebankan
jaminan  utang  sebagai  pelunasan  kredit  atau
pembiayaan.

(2)  Pelunasan  kredit  atau  pembiayaan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  untuk  membiayai
pelaksanaan pembangunan rumah tunggal, rumah deret,
atau rumah susun. 


  Pasal 45

Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal,
rumah deret, dan/atau rumah susun tidak boleh melakukan
serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan
puluh  persen)  dari  pembeli,  sebelum  memenuhi  persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2).


  Pasal 46

Ketentuan  mengenai  rumah  susun  diatur  tersendiri  dengan
undang-undang.
Paragraf 3 …

- 32 -


  Paragraf 3
  Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

    Pasal 47

(1)  Pembangunan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
perumahan  dilakukan  oleh  Pemerintah,  pemerintah
daerah, dan/atau setiap orang.

(2)  Pembangunan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan
perizinan.

(3)  Pembangunan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
perumahan harus memenuhi persyaratan:
a.  kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah
rumah; 
b.  keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas
umum dan lingkungan hunian; dan
c.  ketentuan  teknis  pembangunan  prasarana,  sarana,
dan utilitas umum.

(4)  Prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai
dibangun  oleh  setiap  orang  harus  diserahkan  kepada
pemerintah  kabupaten/kota  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.


Bagian Kelima
Pemanfaatan Perumahan

Paragraf 1 
Umum

Pasal 48 

(1)  Pemanfaatan  perumahan  digunakan  sebagai  fungsi
hunian.
(2) Pemanfaatan …

- 33 -


(2)  Pemanfaatan  perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) di lingkungan hunian meliputi:
a.  pemanfaatan rumah;
b.  pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan
c.  pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan
sarana  perumahan  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.


Paragraf 2 
Pemanfaatan Rumah

    Pasal 49

(1)  Pemanfaatan  rumah  dapat  digunakan  sebagai  kegiatan
usaha  secara  terbatas  tanpa  membahayakan  dan  tidak
mengganggu fungsi hunian.

(2)  Pemanfaatan  rumah  selain  digunakan  untuk  fungsi
hunian  harus  memastikan  terpeliharanya  perumahan
dan lingkungan hunian.

(3)  Ketentuan  mengenai  pemanfaatan  rumah  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.


Paragraf 3
Penghunian 

    Pasal 50

(1)  Setiap  orang  berhak  untuk  bertempat  tinggal  atau
menghuni rumah.

(2)  Hak  untuk  menghuni  rumah  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa:
a.  hak milik; atau
b.  sewa atau bukan dengan cara sewa. 
(3) Ketentuan …

- 34 -


(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  penghunian
dengan  cara  sewa  menyewa  dan  cara  bukan  sewa
menyewa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  huruf  b
diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 51

(1)  Penghunian rumah negara diperuntukan sebagai tempat
tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri. 

(2)  Rumah  negara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
hanya dapat dihuni selama yang bersangkutan menjabat
atau menjalankan tugas kedinasan. 

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penghunian  rumah
negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
 

Pasal 52

(1)  Orang  asing  dapat  menghuni  atau  menempati  rumah
dengan cara hak sewa atau hak pakai.

(2)  Ketentuan  mengenai  orang  asing  dapat  menghuni  atau
menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan
sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan.


Bagian Keenam
Pengendalian Perumahan

Pasal 53

(1)  Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:
a.  perencanaan;
b. pembangunan …

- 35 -


b.  pembangunan; dan 
c.  pemanfaatan.

(2)  Pengendalian  perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat  (1)  dilaksanakan  oleh  Pemerintah  dan/atau
pemerintah daerah dalam bentuk:
a.  perizinan;
b.  penertiban; dan/atau 
c.  penataan. 

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengendalian
perumahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketujuh
Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah bagi MBR

Pasal 54

(1)  Pemerintah  wajib  memenuhi  kebutuhan  rumah  bagi
MBR.

(2)  Untuk  memenuhi  kebutuhan  rumah  bagi  MBR
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  Pemerintah
dan/atau  pemerintah  daerah  wajib  memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui
program  perencanaan  pembangunan  perumahan  secara
bertahap dan berkelanjutan.

(3)  Kemudahan  dan/atau  bantuan  pembangunan  dan
perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa:
a.  subsidi perolehan rumah; 
b.  stimulan rumah swadaya; 

  c. insentif …

- 36 -


c.  insentif  perpajakan  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan  perundang-undangan  di  bidang
perpajakan;
d.  perizinan;
e.  asuransi dan penjaminan;
f.  penyediaan tanah;
g.  sertifikasi tanah; dan/atau
h.  prasarana, sarana, dan utilitas umum. 

(4)  Pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau
pembiayaan untuk perolehan rumah bagi MBR.

(5)  Ketentuan  mengenai  kriteria  MBR  dan  persyaratan
kemudahan  perolehan  rumah  bagi  MBR  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (2)  dan  ayat  (3)  diatur  dengan
Peraturan Menteri.


    Pasal 55

(1)  Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan
kemudahan yang diberikan Pemerintah atau pemerintah
daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan
kepemilikannya  atas  rumah  kepada  pihak  lain,  dalam
hal:
a.  pewarisan;
b.  penghunian  setelah  jangka  waktu  paling  sedikit  5
(lima) tahun; atau 
c.  pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi
yang lebih baik.

(2)  Dalam  hal  dilakukan  pengalihan  kepemilikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf
c, pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang
ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah dalam bidang perumahan dan permukiman.

  (3) Jika …

- 37 -

(3)  Jika  pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus
dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi
kewajiban  berdasarkan  perjanjian,  Pemerintah  atau
pemerintah  daerah  berwenang  mengambil  alih
kepemilikan rumah tersebut.

(4)  Rumah  yang  telah  diambil  alih  oleh  Pemerintah  atau
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib didistribusikan kembali kepada MBR.

(5)  Ketentuan  mengenai  penunjukkan  dan  pembentukan
lembaga  oleh  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  kemudahan  dan/atau
bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi  MBR
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.



  BAB VI
  PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN

   Bagian Kesatu 
  Umum

  Pasal 56

(1)  Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan
hunian  dan  tempat  kegiatan  yang  mendukung
perikehidupan  dan  penghidupan  yang  terencana,
menyeluruh,  terpadu,  dan  berkelanjutan  sesuai  dengan
rencana tata ruang. 




(2) Penyelenggaraan …

- 38 -

(2)  Penyelenggaraan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak
warga  negara  atas  tempat  tinggal  yang  layak  dalam
lingkungan  yang  sehat,  aman,  serasi,  dan  teratur  serta
menjamin kepastian bermukim.


    Pasal 57

Penyelenggaraan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 mencakup lingkungan hunian dan
tempat kegiatan pendukung perikehidupan  dan penghidupan
di  perkotaan dan di perdesaan.


    Pasal 58

(1)  Penyelenggaraan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  57  wajib  dilaksanakan  sesuai
dengan  arahan  pengembangan  kawasan  permukiman
yang terpadu dan berkelanjutan. 

(2)  Arahan  pengembangan  kawasan  permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 
a.  hubungan  antarkawasan  fungsional  sebagai  bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung;
b.  keterkaitan  lingkungan  hunian  perkotaan  dengan
lingkungan hunian perdesaan;
c.  keterkaitan  antara  pengembangan  lingkungan
hunian  perkotaan  dan  pengembangan  kawasan
perkotaan 
d.  keterkaitan  antara  pengembangan  lingkungan
hunian  perdesaan  dan  pengembangan  kawasan
perdesaan;
e.  keserasian  tata  kehidupan  manusia  dengan
lingkungan hidup;
f.  keseimbangan  antara  kepentingan  publik  dan
kepentingan setiap orang; dan
g. lembaga …

- 39 -

g.  lembaga  yang  mengoordinasikan  pengembangan
kawasan permukiman. 

(3)  Penyelenggaraan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.  pengembangan yang telah ada;
b.  pembangunan baru; atau
c.  pembangunan kembali.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  arahan  pengembangan
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

    Pasal 59

(1)  Penyelenggaraan  lingkungan  hunian  perkotaan
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  57  dilakukan
melalui:
a.  pengembangan lingkungan hunian perkotaan; 
b.  pembangunan  lingkungan  hunian  baru  perkotaan;
atau
c.  pembangunan  kembali  lingkungan  hunian
perkotaan.

(2)  Penyelenggaraan  pengembangan  lingkungan  hunian
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a.  peningkatan  efisiensi  potensi  lingkungan  hunian
perkotaan  dengan  memperhatikan  fungsi  dan
peranan perkotaan;
b.  peningkatan  pelayanan  lingkungan  hunian
perkotaan;
c.  peningkatan  keterpaduan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum lingkungan hunian perkotaan; 
d.  penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang
dibatasi dan yang didorong pengembangannya; 
e. pencegahan …

- 40 -



e.  pencegahan  tumbuhnya  perumahan  kumuh  dan
permukiman kumuh; dan
f.  pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan
hunian yang tidak terencana dan tidak teratur. 

(3)  Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:
a.  penyediaan lokasi permukiman;
b.  penyediaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
permukiman; dan
c.  penyediaan  lokasi  pelayanan  jasa  pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.


    Pasal 60

(1)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  sesuai  dengan
kewenangannya  bertanggung  jawab  dalam
penyelenggaraan  pengembangan  lingkungan  hunian
perkotaan,  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
perkotaan,  dan  pembangunan  kembali  lingkungan
hunian  perkotaan  sebagaimana  dimaksud  dalam      
Pasal 59. 

(2)  Penyelenggaraan  pengembangan  lingkungan  hunian
perkotaan,  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
perkotaan,  dan  pembangunan  kembali  lingkungan
hunian  perkotaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan oleh pemerintah daerah.

(3)  Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat membentuk atau menunjuk badan hukum.

(4)  Pembentukan atau penunjukan badan hukum ditetapkan
oleh bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(5) Khusus …

- 41 -

 
(5)  Khusus  untuk  wilayah  DKI  Jakarta,  pembentukan  atau
penunjukan badan hukum ditetapkan oleh gubernur.


    Pasal 61

(1)  Penyelenggaraan  lingkungan  hunian  perdesaan
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  57  dilakukan
melalui:
a.  pengembangan lingkungan hunian perdesaan; 
b.  pembangunan  lingkungan  hunian  baru  perdesaan;
atau
c.  pembangunan  kembali  lingkungan  hunian
perdesaan.

(2)  Penyelenggaraan  pengembangan  lingkungan  hunian
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup :
a.  peningkatan  efisiensi  potensi  lingkungan  hunian
perdesaan  dengan  memperhatikan  fungsi  dan
peranan perdesaan; 
b.  peningkatan  pelayanan  lingkungan  hunian
perdesaan;
c.  peningkatan  keterpaduan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum lingkungan hunian perdesaan; 
d.  penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang
dibatasi dan yang didorong pengembangannya;
e.  peningkatan  kelestarian  alam  dan  potensi  sumber
daya perdesaan; dan
f.  pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan
dan perdesaan.

(3)  Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:



a. penyediaan …

- 42 -


a.  penyediaan lokasi permukiman;
b.  penyediaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
permukiman; dan
c.  penyediaan  lokasi  pelayanan  jasa  pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.


     Pasal 62

(1)  Pembangunan  kembali  lingkungan  hunian  perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf c
dan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c
dimaksudkan  untuk  memulihkan  fungsi  lingkungan
hunian perkotaan dan perdesaan.

(2)  Pembangunan kembali dilakukan dengan cara:
a.  rehabilitasi;
b.  rekonstruksi; atau
c.  peremajaan.

(3)  Pembangunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)  tetap  melindungi  masyarakat  penghuni  untuk
dimukimkan kembali di lokasi yang sama sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.


    Pasal 63

Penyelenggaraan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  56  ayat  (1)  dilaksanakan  melalui
tahapan:
a.  perencanaan;
b.  pembangunan;
c.  pemanfaatan; dan
d.  pengendalian.

Bagian Kedua …

- 43 -


  Bagian Kedua
  Perencanaan Kawasan Permukiman

  Pasal 64

(1)  Perencanaan  kawasan  permukiman  harus  dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

(2)  Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk
menghasilkan  dokumen  rencana  kawasan  permukiman
sebagai  pedoman  bagi  seluruh  pemangku  kepentingan
dalam pembangunan kawasan permukiman. 

(3)  Pedoman  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
digunakan  untuk  memenuhi  kebutuhan  lingkungan
hunian  dan  digunakan  untuk  tempat  kegiatan
pendukung dalam jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.

(4)  Perencanaan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan setiap orang.

(5)  Dokumen  rencana  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh bupati/walikota. 

(6)  Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup:
a.  peningkatan  sumber  daya  perkotaan  atau
perdesaan; 
b.  mitigasi bencana; dan
c.  penyediaan  atau  peningkatan  prasarana,  sarana,
dan utilitas umum. 





Pasal 65 …

- 44 -



    Pasal 65

Perencanaan  kawasan  permukiman  terdiri  atas  perencanaan
lingkungan  hunian  perkotaan  dan  perdesaan  serta
perencanaan  tempat  kegiatan  pendukung  perkotaan  dan
perdesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.


    Pasal 66

(1)  Perencanaan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui:
a.  perencanaan  pengembangan  lingkungan  hunian
perkotaan; 
b.  perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan; atau
c.  perencanaan  pembangunan  kembali  lingkungan
hunian perkotaan.

(2)  Perencanaan  pengembangan  lingkungan  hunian
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a.  penyusunan  rencana  peningkatan  efisiensi  potensi
lingkungan  hunian  perkotaan  dengan
memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan;
b.  penyusunan  rencana  peningkatan  pelayanan
lingkungan hunian perkotaan;
c.  penyusunan  rencana  peningkatan  keterpaduan
prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  lingkungan
hunian perkotaan;  
d.  penyusunan  rencana  pencegahan  tumbuhnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
e.  penyusunan  rencana  pencegahan  tumbuh  dan
berkembangnya  lingkungan  hunian  yang  tidak
terencana dan tidak teratur.

(3) Perencanaan …

- 45 -


(3)  Perencanaan  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup: 
a.  penyusunan  rencana  penyediaan  lokasi
permukiman; 
b.  penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum permukiman; dan
c.  penyusunan  rencana  lokasi  pelayanan  jasa
pemerintahan,  pelayanan  sosial,  dan  kegiatan
ekonomi.
 
(4)  Perencanaan  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi
perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan
Kasiba dan perencanaan lingkungan hunian baru bukan
skala  besar  dengan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum.

(5)  Perencanaan  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
perkotaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)
didahului  dengan  penetapan  lokasi  pembangunan
lingkungan  hunian  baru  yang  dapat  diusulkan  oleh
badan hukum bidang perumahan dan permukiman atau
pemerintah daerah.  

(6)  Lokasi  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota. 

(7)  Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5)  dilakukan
berdasarkan hasil studi kelayakan;
a.  rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan; 
b.  rencana penyediaan tanah; dan
c.  analisis  mengenai  dampak  lalu  lintas  dan
lingkungan

Pasal 67 …

- 46 -


    Pasal 67

(1)  Perencanaan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui:
a.  pengembangan lingkungan hunian perdesaan; 
b.  pembangunan  lingkungan  hunian  baru  perdesaan;
atau
c.  pembangunan  kembali  lingkungan  hunian
perdesaan.

(2)  Perencanaan  pengembangan  lingkungan  hunian
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a.  penyusunan  rencana  peningkatan  efisiensi  potensi
lingkungan  hunian  perdesaan  dengan
memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan; 
b.  penyusunan  rencana  peningkatan  pelayanan
lingkungan hunian perdesaan;
c.  penyusunan  rencana  peningkatan  keterpaduan
prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  lingkungan
hunian perdesaan; 
d.  penyusunan  rencana  penetapan  bagian  lingkungan
hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong
pengembangannya; dan
e.  penyusunan  rencana  peningkatan  kelestarian  alam
dan potensi sumber daya perdesaan. 

(3)  Perencanaan  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:
a.  penyusunan  rencana  penyediaan  lokasi
permukiman; 
b.  penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum permukiman; dan

  c. penyusunan …

- 47 -


c.  penyusunan  rencana  penyediaan  lokasi  pelayanan
jasa  pemerintahan,  pelayanan  sosial,  dan  kegiatan
ekonomi;.


              Pasal 68

(1)  Perencanaan  pembangunan  kembali  lingkungan  hunian
perkotaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  66  ayat
(1)  huruf  c  dan  perencanaan  pembangunan  kembali
lingkungan  hunian  perdesaan  sebagaimana  dimaksud
dalam  Pasal  67  ayat  (1)  huruf  c  dimaksudkan  untuk
memulihkan  fungsi  lingkungan  hunian  perkotaan  dan
perdesaan. 

(2)  Perencanaan  pembangunan  kembali  dilakukan  dengan
cara:
a.  penyusunan rencana rehabilitasi;
b.  penyusunan rencana rekonstruksi; atau
c.  penyusunan rencana peremajaan.


  Pasal 69

(1)  Perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  65
meliputi  perencanaan  jasa  pemerintahan,  pelayanan
sosial,  kegiatan  ekonomi,  dan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum.

(2)  Perencanaan  tempat  kegiatan  pendukung  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.





Pasal 70 …

- 48 -


    Pasal 70

Pemerintah  daerah  sesuai  dengan  kewenangannya
bertanggung  jawab  dalam  perencanaan  pengembangan
lingkungan  hunian  perkotaan  dan  perdesaan,  pembangunan
lingkungan  hunian  baru  perkotaan  dan  perdesaan,  dan
pembangunan  kembali  lingkungan  hunian  perkotaan  dan
perdesaan. 


    Bagian Ketiga
  Pembangunan Kawasan Permukiman

    Pasal 71

(1)  Pembangunan  kawasan  permukiman  harus  mematuhi
rencana  dan  izin  pembangunan  lingkungan  hunian  dan
kegiatan pendukung.

(2)  Pembangunan  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.


    Pasal 72

Pembangunan  kawasan  permukiman  terdiri  atas
pembangunan  lingkungan  hunian  perkotaan  dan  perdesaan
serta  pembangunan  tempat  kegiatan  pendukung  perkotaan
dan perdesaan.


    Pasal 73

(1)  Pembangunan  lingkungan  hunian  perkotaan  dan
perdesaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  72
dilakukan melalui:
a.  pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian; 
b.  pelaksanaan  pembangunan  lingkungan  hunian
baru; atau
c. pelaksanaan …

- 49 -


c.  pelaksanaan  pembangunan  kembali  lingkungan
hunian.

(2)  Pelaksanaan  pembangunan  lingkungan  hunian  baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: 
a.  pembangunan permukiman; 
b.  pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman; dan
c.  pembangunan  lokasi  pelayanan  jasa  pemerintahan
dan pelayanan sosial. 

  Pasal 74

(1)  Pembangunan  tempat  kegiatan  pendukung  perkotaan
dan  perdesaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  72
meliputi  pembangunan  jasa  pemerintahan,  pelayanan
sosial,  kegiatan  ekonomi,  dan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum.

(2)  Pembangunan tempat kegiatan pendukung sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Pasal 75

Pemerintah  daerah  sesuai  dengan  kewenangannya
bertanggung  jawab  dalam  pelaksanaan  pengembangan
lingkungan  hunian,  pembangunan  lingkungan  hunian  baru,
dan pembangunan kembali lingkungan hunian. 









Bagian Keempat …

- 50 -


  Bagian Keempat
  Pemanfaatan Kawasan Permukiman

  Pasal 76

Pemanfaatan kawasan permukiman dilakukan untuk:
a.  menjamin kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya
sebagaimana  ditetapkan  dalam  rencana  tata  ruang
wilayah; dan
b.  mewujudkan  struktur  ruang  sesuai  dengan  perencanaan
kawasan permukiman.

Pasal 77

Pemanfaatan  kawasan  permukiman  sebagaimana  dimaksud
dalam  Pasal  76  terdiri  atas  pemanfaatan  lingkungan hunian
perkotaan dan perdesaan serta pemanfaatan tempat kegiatan
pendukung perkotaan dan perdesaan.

Pasal 78

(1)  Pemanfaatan  lingkungan  hunian  perkotaan  dan
perdesaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  77
dilakukan melalui:
a.  pemanfaatan  hasil  pengembangan  lingkungan
hunian; 
b.  pemanfaatan  hasil  pembangunan  lingkungan
hunian baru; atau
c.  pemanfaatan  hasil  pembangunan  kembali
lingkungan hunian.

(2)  Pemanfaatan  hasil  pembangunan  lingkungan  hunian
perkotaan  dan  perdesaan  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) mencakup: 
a.  tempat tinggal; 
b.  prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman;
dan
c. lokasi …

- 51 -


c.  lokasi  pelayanan  jasa  pemerintahan,  pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.

    Pasal 79

(1)  Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  77
meliputi  pemanfaatan  jasa  pemerintahan,  pelayanan
sosial,  kegiatan  ekonomi,  dan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum.

(2)  Pemanfaatan  tempat  kegiatan  pendukung  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 80

Pemerintah  daerah  sesuai  dengan  kewenangannya
bertanggung  jawab  dalam  pemanfaatan  hasil  pengembangan
lingkungan  hunian,  pembangunan  lingkungan  hunian  baru,
dan  pembangunan  kembali  lingkungan  hunian  di  perkotaan
atau perdesaan.

    Bagian Kelima
  Pengendalian Kawasan Permukiman

    Paragraf 1
  Umum

    Pasal  81

(1)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  sesuai  dengan
kewenangannya  bertanggung  jawab  melaksanakan
pengendalian  dalam  penyelenggaraan  kawasan
permukiman.

(2)  Pengendalian  kawasan  permukiman  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)  dilakukan untuk:
a. menjamin …

- 52 -


a.  menjamin  pelaksanaan  pembangunan  permukiman 
dan  pemanfaatan  permukiman  sesuai  dengan
rencana kawasan permukiman;
b.  mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh; dan
c.  mencegah  terjadinya  tumbuh  dan  berkembangnya
lingkungan  hunian  yang  tidak  terencana  dan  tidak
teratur.

    Pasal 82

(1)  Pengendalian  dalam  penyelenggaraan  kawasan
permukiman  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  81
ayat (1) dilakukan pada tahap:
a.  perencanaan;
b.  pembangunan; dan
c.  pemanfaatan.

(2)  Pengendalian  kawasan  permukiman  dilakukan  pada
lingkungan  hunian  perkotaan  dan  lingkungan  hunian
perdesaan.

(3)  Pengendalian  penyelenggaraan  lingkungan  hunian
perkotaan dilaksanakan pada:
a.  pengembangan perkotaan; atau
b.  perkotaan baru.

(4)  Pengendalian  penyelenggaraan  lingkungan  hunian
perdesaan dilaksanakan pada pengembangan perdesaan
sebagai  pusat  pertumbuhan  ekonomi,  sosial,  dan/atau
budaya perdesaan.



Paragraf 2 …

- 53 -


Paragraf 2
Pengendalian Perencanaan Kawasan Permukiman

Pasal 83

(1)  Pengendalian  pada  tahap  perencanaan  dilakukan
dengan:
a.  mengawasi  rencana  penyediaan  prasarana,  sarana
dan utilitas umum sesuai dengan standar pelayanan
minimal; dan
b.  memberikan  batas  zonasi  lingkungan  hunian  dan
tempat kegiatan pendukung.

(2)  Pengendalian  perencanaan  kawasan  permukiman
dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah.


Paragraf 3
Pengendalian Pembangunan Kawasan Permukiman

Pasal  84

(1)  Pengendalian  pada  tahap  pembangunan  dilakukan
dengan  mengawasi  pelaksanaan  pembangunan  pada
kawasan permukiman.

(2)  Pengendalian  dilakukan  untuk  menjaga  kualitas
kawasan permukiman.

(3)  Pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan
dengan  mengawasi  pelaksanaan  pembangunan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  terdiri  atas
kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

(4)  Pemantauan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)
merupakan  kegiatan  pengamatan  terhadap
penyelenggaraan kawasan permukiman secara langsung,
tidak langsung, dan/atau melalui laporan masyarakat.
(5) Evaluasi …

- 54 -


(5)  Evaluasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)
merupakan  kegiatan  penilaian  terhadap  tingkat
pencapaian  penyelenggaraan  kawasan  permukiman
secara terukur dan objektif.

(6)  Pelaporan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)
merupakan kegiatan penyampaian hasil evaluasi.

(7)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pengawasan
penyelenggaraan  kawasan  permukiman  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.


  Paragraf 4
  Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Permukiman

  Pasal 85

(1)  Pengendalian  pada  tahap  pemanfaatan  dilakukan
dengan:
a.  pemberian insentif; 
b.  pengenaan disinsentif; dan
c.  pengenaan sanksi.

(2)  Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa:
a.  insentif  perpajakan  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan  perundang-undangan  di  bidang
perpajakan;
b.  pemberian kompensasi;
c.  subsidi silang;
d.  pembangunan  serta  pengadaan  prasarana,  sarana,
dan utilitas umum; dan/atau
e.  kemudahan prosedur perizinan.

(3)  Pengenaan  disinsentif  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) huruf b berupa:
a. pengenaan …

- 55 -


a.  pengenaan retribusi daerah;
b.  pembatasan  penyediaan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum;
c.  pengenaan kompensasi; dan/atau
d.  pengenaan  sanksi  berdasarkan  Undang-Undang
ini.

(4)  Pemberian  insentif  dan  pengenaan  disinsentif  dapat
dilakukan oleh:
a.  Pemerintah kepada pemerintah daerah;
b.  pemerintah  daerah  kepada  pemerintah  daerah
lainnya;
c.  Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  kepada
badan hukum; atau
d.  Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  kepada
masyarakat.

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pemberian  insentif,  pengenaan  disinsentif,  dan
pengenaan  sanksi  diatur  dengan  Peraturan
Pemerintah.

BAB VII
PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN

    Bagian Kesatu
    Umum

    Pasal 86

(1)  Pemeliharaan  dan  perbaikan  dimaksudkan  untuk
menjaga  fungsi  perumahan  dan  kawasan  permukiman
yang  dapat  berfungsi  secara  baik  dan  berkelanjutan
untuk  kepentingan  peningkatan  kualitas  hidup  orang
perorangan.



(2) Pemeliharaan …

- 56 -


(2)  Pemeliharaan  dan  perbaikan  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  dilakukan  pada  rumah  serta  prasarana,
sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman,
lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

(3)  Pemeliharaan  dan  perbaikan  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau setiap orang.

    Pasal 87

Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  bertanggung  jawab
terhadap pemeliharaan dan perbaikan prasarana, sarana, dan
utilitas  umum  di  perumahan,  permukiman,  lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.

    Bagian Kedua
    Pemeliharaan

    Pasal 88

(1)  Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas
umum  dilakukan  melalui  perawatan  dan  pemeriksaan
secara berkala.

(2)  Pemeliharaan  rumah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) wajib dilakukan oleh setiap orang.

    Pasal 89

(1)  Pemeliharaan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
untuk  perumahan,  dan  permukiman  wajib  dilakukan
oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang. 

(2)  Pemeliharaan  sarana  dan  utilitas  umum  untuk
lingkungan  hunian  wajib  dilakukan  oleh  Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.


(3) Pemeliharaan …

- 57 -


(3)  Pemeliharaan  prasarana  untuk  kawasan  permukiman
wajib  dilakukan  oleh  Pemerintah,  pemerintah  daerah,
dan/atau badan hukum.

    Pasal 90

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pemeliharaan  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  88  dan  Pasal  89  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.

  Bagian Ketiga
  Perbaikan

  Pasal 91

Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, atau utilitas umum
dilakukan melalui rehabilitasi  atau pemugaran.

  Pasal 92

(1)  Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang.

(2)  Perbaikan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  untuk
perumahan  dan  permukiman  wajib  dilakukan  oleh
pemerintah daerah dan/atau setiap orang.
 
(3)  Perbaikan  sarana  dan  utilitas  umum  untuk  lingkungan
hunian  wajib  dilakukan  oleh  Pemerintah,  pemerintah
daerah, dan/atau setiap orang.

(4)  Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib
dilakukan  oleh  Pemerintah,  pemerintah  daerah,
dan/atau badan hukum.

  Pasal 93

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  perbaikan    sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  91  dan  Pasal  92  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII …

- 58 -


  BAB VIII
  PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
  PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
 
  Bagian Kesatu
  Umum

    Pasal 94

(1)  Pencegahan  dan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh  guna
meningkatkan  mutu  kehidupan  dan  penghidupan
masyarakat  penghuni  dilakukan  untuk  mencegah
tumbuh  dan  berkembangnya  perumahan  kumuh  dan
permukiman  kumuh  baru  serta  untuk  menjaga  dan
meningkatkan  kualitas  dan  fungsi  perumahan  dan
permukiman. 

(2)  Pencegahan  dan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan
berdasarkan  pada  prinsip  kepastian  bermukim  yang
menjamin hak setiap warga negara untuk menempati,
menikmati,  dan/atau  memiliki  tempat  tinggal  sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

(3)  Pencegahan  dan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib  dilakukan
oleh  Pemerintah,  pemerintah  daerah,  dan/atau  setiap
orang.







Bagian Kedua …

- 59 -


Bagian Kedua
Pencegahan

Pasal 95

(1)  Pencegahan  terhadap  tumbuh  dan  berkembangnya
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh  baru
mencakup:
a.  ketidakteraturan  dan  kepadatan  bangunan  yang
tinggi;
b.  ketidaklengkapan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum;
c.  penurunan  kualitas  rumah,  perumahan,  dan
permukiman,  serta  prasarana,  sarana  dan  utilitas
umum; dan
d.  pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman
yang  tidak  sesuai  dengan  rencana  tata  ruang
wilayah.
  
(2)  Pencegahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan melalui:
a.  pengawasan dan pengendalian; dan
b.  pemberdayaan masyarakat.

(3)  Pengawasan  dan  pengendalian  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (2) huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap
perizinan,  standar  teknis,  dan  kelaikan  fungsi  melalui
pemeriksaan  secara  berkala  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(4)  Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat  (2)  huruf  b  dilakukan  terhadap  pemangku
kepentingan  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman  melalui  pendampingan  dan  pelayanan
informasi.

(5) Pencegahan …

- 60 -


(5)  Pencegahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib
dilakukan  oleh  Pemerintah,  pemerintah  daerah,
dan/atau setiap orang.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pencegahan  terhadap
tumbuh  dan  berkembangnya  perumahan  kumuh  dan
permukiman  kumuh  baru  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Peningkatan Kualitas

Paragraf 1
Umum 

   Pasal 96

Dalam  upaya  peningkatan  kualitas  terhadap  perumahan
kumuh  dan  permukiman  kumuh,    Pemerintah  dan/atau
pemerintah  daerah  menetapkan  kebijakan,  strategi,   serta
pola-pola  penanganan  yang  manusiawi,  berbudaya,
berkeadilan, dan ekonomis.

Pasal 97

(1)  Peningkatan kualitas terhadap  perumahan  kumuh  dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96  didahului  dengan  penetapan  lokasi  perumahan
kumuh  dan  permukiman  kumuh  dengan  pola-pola
penanganan:
a.  pemugaran;
b.  peremajaan; atau
c.  pemukiman kembali. 




(2) Pola-pola …

- 61 -


(2)  Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan
permukiman  kumuh  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1)  dilanjutkan  melalui  pengelolaan  untuk
mempertahankan  tingkat  kualitas  perumahan  dan
permukiman.


Paragraf 2
Penetapan Lokasi 

Pasal 98

(1)  Penetapan  lokasi  perumahan  dan  permukiman  kumuh
wajib memenuhi  persyaratan:
a.  kesesuaian  dengan  rencana  tata  ruang  wilayah
nasional,  rencana  tata  ruang  wilayah  provinsi,  dan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; 
b.  kesesuaian  dengan  rencana  tata  bangunan  dan
lingkungan; 
c.  kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas
umum  yang  memenuhi  persyaratan  dan  tidak
membahayakan penghuni;
d.  tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan; 
e.  kualitas bangunan; dan
f.  kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

(2)  Penetapan  lokasi  perumahan  kumuh  dan  permukiman
kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan
oleh  pemerintah  daerah  dengan  melibatkan  peran
masyarakat.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penetapan  lokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dengan peraturan daerah.



Paragraf 3 …

- 62 -



Paragraf 3
Pemugaran 

Pasal 99

Pemugaran  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  97  ayat (1)
huruf a dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan
kembali,  perumahan  dan  permukiman  menjadi  perumahan
dan permukiman yang layak huni. 


Paragraf 4
Peremajaan

Pasal 100

(1)  Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat
(1) huruf b dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan,  permukiman,  dan  lingkungan  hunian  yang
lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
penghuni dan masyarakat sekitar. 

(2)  Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan  dengan  terlebih  dahulu  menyediakan  tempat
tinggal bagi masyarakat terdampak.

(3)  Kualitas  rumah,  perumahan,  dan  permukiman  yang
diremajakan  harus  diwujudkan  secara  lebih  baik  dari
kondisi sebelumnya. 

(4)  Peremajaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dan
ayat  (3)  dilakukan  oleh  Pemerintah  dan  pemerintah
daerah  sesuai  dengan  kewenangannya  dengan
melibatkan peran masyarakat.


Paragraf 5 …

- 63 -


Paragraf 5
Pemukiman Kembali

Pasal 101

(1)  Pemukiman    kembali  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 97 ayat (1) huruf c dilakukan untuk mewujudkan
kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih
baik  guna  melindungi  keselamatan  dan  keamanan
penghuni dan masyarakat. 

(2)  Pemukiman  kembali  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1)  dilakukan  dengan  memindahkan  masyarakat
terdampak  dari  lokasi  yang  tidak  mungkin  dibangun
kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dan/atau  rawan  bencana  serta  dapat  menimbulkan
bahaya bagi barang ataupun orang. 

  Pasal 102

(1)  Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101  wajib  dilakukan  oleh  Pemerintah,  pemerintah
provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. 

(2)  Lokasi  yang  akan  ditentukan  sebagai  tempat  untuk
pemukiman kembali  ditetapkan oleh pemerintah daerah
dengan melibatkan peran masyarakat. 

Paragraf 6
Pengelolaan 

Pasal 103

(1)  Pengelolaan  dilakukan  untuk  mempertahankan  dan
menjaga  kualitas  perumahan  dan  permukiman  secara
berkelanjutan.

(2)  Pengelolaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan oleh masyarakat secara swadaya. 
(3) Pengelolaan …

- 64 -


(3)  Pengelolaan  oleh  masyarakat  sebagaimana  dimaksud
pada ayat (2) dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Bagian Keempat
Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 104

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  syarat  dan  tata  cara
penetapan  lokasi,  pemugaran,  peremajaan,  pemukiman
kembali,  dan  pengelolaan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh  diatur  dengan
Peraturan Pemerintah.


  BAB IX
  PENYEDIAAN TANAH

  Pasal 105

(1)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  sesuai  dengan
kewenangannya  bertanggung  jawab  atas  ketersediaan
tanah  untuk  pembangunan  perumahan  dan  kawasan
permukiman. 

(2)  Ketersediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk  penetapannya  di  dalam  rencana  tata  ruang
wilayah  merupakan  tanggung  jawab  pemerintahan
daerah.

  Pasal 106

Penyediaan  tanah  untuk  pembangunan  rumah,  perumahan,
dan kawasan permukiman dapat dilakukan melalui:
a.  pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung
dikuasai negara;
b.  konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; 

c. peralihan …

- 65 -

c.  peralihan  atau  pelepasan  hak  atas  tanah  oleh  pemilik
tanah;
d.  pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara  atau  milik  daerah  sesuai  dengan  ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e.  pendayagunaan  tanah  negara  bekas  tanah  terlantar;
dan/atau
f.  pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan.


    Pasal 107

(1)  Tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  106  huruf  a  yang  digunakan
untuk  pembangunan  rumah,  perumahan,  dan/atau
kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak
atas  tanah  kepada  setiap  orang  yang  melakukan
pembangunan  rumah,  perumahan,  dan  kawasan
permukiman.

(2)  Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1)  didasarkan  pada  keputusan  gubernur  atau
bupati/walikota  tentang  penetapan  lokasi  atau  izin
lokasi.

(3)  Dalam  hal  tanah  yang  langsung  dikuasai  negara
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  terdapat  garapan
masyarakat,  hak  atas  tanah  diberikan  setelah  pelaku
pembangunan  perumahan  dan  permukiman  selaku
pemohon  hak  atas  tanah  menyelesaikan  ganti  rugi  atas
seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan.

(4)  Dalam  hal  tidak  ada  kesepakatan  tentang  ganti  rugi
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3),  penyelesaiannya
dilaksanakan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.

Pasal 108 …

- 66 -


    Pasal 108

(1)  Konsolidasi  tanah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
106  huruf  b  dapat  dilakukan  di  atas  tanah  milik
pemegang hak atas tanah dan/atau di atas tanah negara
yang digarap oleh masyarakat.

(2)  Konsolidasi  tanah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan: 
a.  antarpemegang hak atas tanah;
b.  antarpenggarap tanah negara; atau
c.  antara penggarap tanah negara dan pemegang hak
atas tanah.

(3)  Konsolidasi  tanah  dapat  dilaksanakan  apabila  paling
sedikit 60% (enam puluh persen) dari pemilik tanah yang
luas tanahnya meliputi paling sedikit  60% (enam puluh
persen)  dari  luas  seluruh  areal  tanah  yang  akan
dikonsolidasi menyatakan persetujuannya.

(4)  Kesepakatan  paling  sedikit  60%  (enam  puluh  persen)
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  tidak  mengurangi
hak  masyarakat  sebesar  40%  (empat  puluh  persen)
untuk mendapatkan aksesibilitas.


  Pasal 109

(1)  Konsolidasi  tanah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
106  huruf  b  dapat  dilaksanakan  bagi  pembangunan
rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.

(2)  Penetapan  lokasi  konsolidasi  tanah  dilakukan  oleh
bupati/walikota. 

(3)  Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi
tanah ditetapkan oleh gubernur. 

(4) Lokasi …

- 67 -


(4)  Lokasi  konsolidasi  tanah  yang  sudah  ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
memerlukan izin lokasi.

  Pasal 110

Dalam pembangunan rumah umum dan rumah swadaya yang
didirikan  di  atas  tanah  hasil  konsolidasi,  Pemerintah  wajib
memberikan kemudahan berupa: 
a.  sertifikasi hak atas tanah;
b.  penetapan lokasi; 
c.  desain konsolidasi; dan
d.  pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

  Pasal 111

(1)  Sertifikasi terhadap pemilik tanah hasil konsolidasi tidak
dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

(2)  Sertifikasi  terhadap  penggarap  tanah  negara  hasil
konsolidasi  dikenai  bea  perolehan  hak  atas  tanah  dan
bangunan.

Pasal 112

(1)  Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan melalui kerja sama
dengan badan hukum.

(2)  Kerja  sama  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan  berdasarkan  perjanjian  tertulis  antara
penggarap  tanah  negara  dan/atau  pemegang  hak  atas
tanah dan badan hukum dengan prinsip kesetaraan yang
dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. 

Pasal 113

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  konsolidasi  tanah  diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 114 …

- 68 -


Pasal 114

(1)  Peralihan  atau  pelepasan  hak  atas  tanah  sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  106  huruf  c  dilakukan  setelah
badan hukum memperoleh izin lokasi.

(2)  Peralihan  hak  atas  tanah  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah
setelah ada kesepakatan bersama. 

(3)  Pelepasan  hak  atas  tanah  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.

(4)  Peralihan  hak  atau  pelepasan  hak  atas  tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib
didaftarkan  pada  kantor  pertanahan  kabupaten/kota
sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan.

Pasal 115

(1)  Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara atau milik daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal  106  huruf  d  bagi  pembangunan  rumah,
perumahan,  dan  kawasan  permukiman  diperuntukkan
pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.

(2)  Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara  atau  milik  daerah  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.








Pasal 116 …

- 69 -


  Pasal 116

(1)  Pendayagunaan  tanah  negara  bekas  tanah  terlantar
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  106  huruf  e  bagi
pembangunan  rumah,  perumahan,  dan  kawasan
permukiman  diperuntukkan  pembangunan  rumah
umum,  rumah  khusus,  dan  penataan  permukiman
kumuh.

(2)  Pendayagunaan  tanah  negara  bekas  tanah  terlantar
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan
sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan.


  Pasal 117

(1)  Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf f
bagi  pembangunan  rumah,  perumahan,  dan  kawasan
permukiman  diperuntukkan  pembangunan  rumah
umum,  rumah  khusus,  dan  penataan  permukiman
kumuh.

(2)  Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilaksanakan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.









BAB X …

- 70 -



  BAB X
  PENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN

  Bagian Kesatu
  Umum

  Pasal 118

(1)  Pendanaan dan sistem pembiayaan dimaksudkan untuk
memastikan ketersediaan dana dan dana murah jangka 
panjang     yang     berkelanjutan     untuk     pemenuhan
kebutuhan  rumah,  perumahan,  permukiman,  serta
lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan.
 
(2)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  mendorong
pemberdayaan  sistem  pembiayaan  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). 

  
Bagian Kedua
    Pendanaan

  Pasal 119

Sumber  dana  untuk  pemenuhan  kebutuhan  rumah,
perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan
dan perdesaan berasal dari:
a.  anggaran pendapatan dan belanja negara; 
b.  anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c.  sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 120

Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dimanfaatkan
untuk mendukung:


a. penyelenggaraan …

- 71 -


a.  penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
dan/atau
b.  kemudahan  dan/atau  bantuan  pembangunan  dan
perolehan  rumah  bagi  MBR  sesuai  dengan  standar
pelayanan minimal.


Bagian Ketiga
Sistem Pembiayaan 

Paragraf 1
Umum

Pasal 121

(1)  Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  harus
melakukan  upaya  pengembangan  sistem  pembiayaan
untuk  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman.

(2)  Pengembangan  sistem  pembiayaan  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  lembaga pembiayaan;
b.  pengerahan dan pemupukan dana;
c.  pemanfaatan sumber biaya; dan
d.  kemudahan atau bantuan pembiayaan.

(3)  Sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan prinsip konvensional atau prinsip
syariah melalui:
a.  pembiayaan primer perumahan; dan/atau
b.  pembiayaan sekunder perumahan. 





Paragraf 2 …

- 72 -


Paragraf 2
Lembaga Pembiayaan 

Pasal 122

(1)  Pemerintah atau pemerintah daerah dapat menugasi atau
membentuk  badan  hukum  pembiayaan  di  bidang
perumahan dan kawasan permukiman.

(2)  Badan hukum pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat  (1)  bertugas  menjamin  ketersediaan  dana  murah 
jangka  panjang  untuk  penyelenggaraan  perumahan  dan
kawasan permukiman.

(3)  Dalam  hal  pembangunan  dan  pemilikan  rumah  umum
dan  swadaya,  badan  hukum  pembiayaan  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menjamin:  
a.  ketersediaan dana murah jangka panjang;
b.  kemudahan dalam mendapatkan akses kredit atau
pembiayaan; dan
c.  keterjangkauan dalam membangun, memperbaiki,
atau memiliki rumah.  
 
(4)  Penugasan dan pembentukan badan hukum pembiayaan
di  bidang  perumahan  dan  kawasan  permukiman
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2)
dilaksanakan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.

Paragraf 3
Pengerahan dan Pemupukan Dana

Pasal 123

(1)  Pengerahan  dan  pemupukan  dana  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf b meliputi:
a.  dana masyarakat;

b. dana …

- 73 -

b.  dana tabungan perumahan termasuk hasil investasi
atas kelebihan likuiditas; dan/atau
c.  dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  bertanggung  jawab
mendorong  pemberdayaan  bank  dalam  pengerahan  dan
pemupukan  dana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
bagi  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman secara berkelanjutan.

(3)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  mendorong
pemberdayaan  lembaga  keuangan  bukan  bank  dalam
pengerahan dan pemupukan dana tabungan perumahan
dan  dana  lainnya  khusus  untuk  perumahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
bagi  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman. 

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pengerahan
dan pemupukan dana sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  Pasal 124

Ketentuan  mengenai  tabungan  perumahan  diatur  tersendiri
dengan undang-undang.

  Paragraf 4
  Pemanfaatan Sumber Biaya

  Pasal 125

Pemanfaatan sumber biaya digunakan untuk pembiayaan:
a.  konstruksi;
b.  perolehan rumah; 
c.  pembangunan  rumah,  rumah  umum,  atau  perbaikan
rumah swadaya;
d. pemeliharaan …

- 74 -


d.  pemeliharaan dan perbaikan rumah; 
e.  peningkatan  kualitas  perumahan  dan  kawasan
permukiman; dan/atau
f.  kepentingan  lain  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.


  Paragraf 5
  Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan 

  Pasal 126

(1)  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  memberikan
kemudahan  dan/atau  bantuan  pembiayaan  untuk
pembangunan  dan  perolehan  rumah  umum  dan  rumah
swadaya bagi MBR.

(2)  Dalam  hal  pemanfaatan  sumber  biaya  yang  digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum atau rumah
swadaya,  MBR  selaku  pemanfaat  atau  pengguna  yang
mendapatkan  kemudahan  dan/atau  bantuan
pembiayaan  wajib  mengembalikan  pembiayaan  sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)  Kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.  skema pembiayaan;
b.  penjaminan atau asuransi; dan/atau
c.  dana murah jangka panjang.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  kemudahan  dan/atau
bantuan  pembiayaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.




Paragraf 6 …

- 75 -


  Paragraf 6
  Pembiayaan Primer

  Pasal 127

(1)  Pembiayaan primer perumahan dilaksanakan oleh badan
hukum. 
(2)  Badan  hukum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
merupakan  lembaga  keuangan  sebagai  penyalur  kredit
atau  pembiayaan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.


  Paragraf 7
  Pembiayaan Sekunder

  Pasal 128

(1)  Pembiayaan sekunder perumahan berfungsi memberikan
fasilitas pembiayaan untuk meningkatkan kapasitas dan
kesinambungan pembiayaan perolehan rumah.

(2)  Pembiayaan  sekunder  perumahan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  oleh  lembaga
keuangan bukan bank.

(3)  Lembaga keuangan bukan bank sebagaimana dimaksud
pada  ayat  (2)  dapat  melakukan  sekuritisasi  aset
pembiayaan perolehan rumah yang hasilnya sepenuhnya
diperuntukkan  keberlanjutan  fasilitas  pembiayaan
perolehan rumah untuk MBR.

(4)  Sekuritisasi  aset  pembiayaan  perolehan  rumah
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  dilaksanakan
melalui pasar modal.




BAB XI …

- 76 -


  BAB XI
  HAK DAN KEWAJIBAN

  Pasal 129 

Dalam  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman, setiap orang berhak: 
a.  menempati,  menikmati,  dan/atau  memiliki/memperoleh
rumah yang layak dalam lingkungan yang  sehat, aman,
serasi, dan teratur;
b.  melakukan  pembangunan  perumahan  dan  kawasan
permukiman; 
c.  memperoleh  informasi  yang  berkaitan  dengan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; 
d.  memperoleh  manfaat  dari  penyelenggaraan  perumahan
dan kawasan permukiman; 
e.  memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman; dan 
f.  mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman
yang merugikan masyarakat.

  Pasal 130

Dalam  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman, setiap orang wajib: 
a.  menjaga  keamanan,  ketertiban,  kebersihan,  dan
kesehatan di perumahan dan kawasan permukiman;
b.  turut  mencegah  terjadinya  penyelenggaraan  perumahan
dan  kawasan  permukiman  yang  merugikan  dan
membahayakan  kepentingan  orang  lain  dan/atau
kepentingan umum; 
c.  menjaga  dan  memelihara  prasarana  lingkungan,  sarana
lingkungan,  dan  utilitas  umum  yang  berada  di
perumahan dan kawasan permukiman; dan

d. mengawasi …

- 77 -


d.  mengawasi  pemanfaatan  dan  berfungsinya  prasarana,
sarana,  dan  utilitas  umum  perumahan  dan  kawasan
permukiman.


    BAB XII
    PERAN MASYARAKAT

    Pasal 131

(1)  Penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman
dilakukan  oleh  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah
dengan melibatkan peran masyarakat.

(2)  Peran  masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dilakukan dengan memberikan masukan dalam:
a.  penyusunan rencana pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman;
b.  pelaksanaan  pembangunan  perumahan  dan
kawasan permukiman;
c.  pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman;
d.  pemeliharaan  dan  perbaikan  perumahan  dan
kawasan permukiman; dan/atau
e.  pengendalian  penyelenggaraan  perumahan  dan
kawasan permukiman; 

(3)  Peran  masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
dilakukan  dengan  membentuk  forum  pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman.  
  
  Pasal 132

(1)  Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3)
mempunyai fungsi dan tugas: 
a.  menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; 
b.  membahas  dan  merumuskan  pemikiran  arah
pengembangan  penyelenggaraan  perumahan  dan
kawasan permukiman;

c. meningkatkan …

- 78 -
c.  meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat; 
d.  memberikan masukan kepada Pemerintah; dan/atau
e.  melakukan  peran  arbitrase  dan  mediasi  di  bidang
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman.

(2)  Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari
unsur: 
a.  instansi  pemerintah  yang  terkait  dalam  bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
b.  asosiasi perusahaan penyelenggara perumahan dan
kawasan permukiman; 
c.  asosiasi  profesi  penyelenggara  perumahan  dan
kawasan permukiman; 
d.  asosiasi  perusahaan  barang  dan  jasa  mitra  usaha
penyelenggara  perumahan  dan  kawasan
permukiman; 
e.  pakar  di  bidang  perumahan  dan  kawasan
permukiman; dan/atau
f.  lembaga  swadaya  masyarakat  dan/atau  yang
mewakili  konsumen  yang  berkaitan  dengan
penyelenggaraan  pembangunan  perumahan  dan
kawasan permukiman.


    Pasal 133

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  peran  masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2),
serta forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3)
dan Pasal 132 diatur dengan Peraturan Menteri.







BAB XIII …

- 79 -


  BAB XIII
  LARANGAN

  Pasal 134

Setiap  orang  dilarang  menyelenggarakan  pembangunan
perumahan,  yang  tidak  membangun  perumahan  sesuai
dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan
utilitas umum yang diperjanjikan.

  Pasal 135

Setiap  orang  dilarang  menyewakan  atau  mengalihkan
kepemilikannya atas rumah umum kepada pihak lain.
    
  Pasal 136

Setiap  orang  dilarang  menyelenggaraan  lingkungan  hunian
atau   Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau
Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba. 

  Pasal 137

Setiap orang dilarang menjual satuan lingkungan perumahan
atau  Lisiba  yang  belum  menyelesaikan  status  hak  atas
tanahnya.

  Pasal 138

Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal,
rumah  deret,  dan/atau  rumah  susun  dilarang  melakukan
serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan
puluh  persen)  dari  pembeli  sebelum  memenuhi  persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.





Pasal 139 …

- 80 -


Pasal 139

Setiap  orang  dilarang  membangun  perumahan  dan/atau
permukiman  di  luar  kawasan  yang  khusus  diperuntukkan
bagi perumahan dan permukiman.

Pasal 140

Setiap  orang  dilarang  membangun,  perumahan,  dan/atau
permukiman  di  tempat  yang  berpotensi  dapat  menimbulkan
bahaya bagi barang ataupun orang. 

Pasal 141

Setiap  pejabat  dilarang  mengeluarkan  izin  pembangunan
rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai
dengan fungsi dan pemanfaatan ruang.

Pasal 142

Setiap  orang  dilarang  menolak  atau  menghalang-halangi
kegiatan  pemukiman  kembali  rumah,  perumahan,  dan/atau
permukiman yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan/atau
pemerintah  daerah  setelah  terjadi  kesepakatan  dengan
masyarakat setempat.


Pasal 143

Setiap orang dilarang menginvestasikan dana dari pemupukan
dana tabungan perumahan selain untuk pembiayaan kegiatan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

Pasal 144

Badan  Hukum  yang  menyelenggarakan  pembangunan
perumahan  dan  kawasan  permukiman,  dilarang
mengalihfungsikan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  di
luar fungsinya.
Pasal 145 …

- 81 -


     Pasal 145

(1)  Badan  hukum  yang  belum  menyelesaikan  status  hak
atas  tanah  lingkungan  hunian  atau  Lisiba,  dilarang
menjual satuan permukiman. 

(2)  Orang perseorangan dilarang membangun Lisiba. 


    Pasal 146

(1)  Badan hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual
kaveling tanah matang tanpa rumah. 

(2)  Dalam hal pembangunan perumahan untuk MBR dengan
kaveling  tanah  matang  ukuran  kecil,  larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan.


  BAB XIV
  PENYELESAIAN SENGKETA

  Pasal 147

Penyelesaian  sengketa  di  bidang  perumahan  terlebih dahulu
diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.


  Pasal 148

(1)  Dalam  hal  penyelesaian  sengketa  melalui  musyawarah
untuk  mufakat  tidak  tercapai,  pihak  yang  dirugikan
dapat  menggugat  melalui  pengadilan  yang  berada  di
lingkungan  pengadilan  umum  atau  di  luar  pengadilan
berdasarkan  pilihan  sukarela  para  pihak  yang
bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa. 




(2) Penyelesaian …

- 82 -


(2)  Penyelesaian  sengketa  di  luar  pengadilan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  melalui  arbitrase,
konsultasi,  negosiasi,  mediasi,  konsilisiasi,  dan/atau
penilaian  ahli  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.

(3)  Penyelesaian  sengketa  di  luar  pengadilan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (2)  tidak  menghilangkan  tanggung
jawab pidana.  

  Pasal 149

Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) atas
pelanggaran dapat dilakukan oleh:
a.  orang perseorangan;
b.  badan hukum; 
c.  masyarakat; dan/atau 
d.  pemerintah dan/atau instansi terkait. 

  BAB XV
  SANKSI ADMINISTRATIF

  Pasal 150

(1)  Setiap  orang  yang  menyelenggarakan  perumahan  dan
kawasan permukiman  yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), 29 ayat
(1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (4),  Pasal 45, Pasal  
47 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 49 ayat (2), Pasal
63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat (2), Pasal 134, Pasal
135,  Pasal  136,  Pasal  137,  Pasal  138,  Pasal  139,  Pasal
140,  Pasal  141,  Pasal  142,  Pasal  143,  Pasal  144,  Pasal
145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi administratif. 




(2) Sanksi …

- 83 -


(2)  Sanksi  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) dapat berupa: 
a.  peringatan tertulis; 
b.  pembatasan kegiatan pembangunan; 
c.  penghentian  sementara  atau  tetap  pada  pekerjaan
pelaksanaan pembangunan; 
d.  penghentian sementara atau penghentian tetap pada
pengelolaan perumahan; 
e.  penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
f.  kewajiban  membongkar  sendiri  bangunan  dalam
jangka waktu tertentu;
g.  pembatasan kegiatan usaha; 
h.  pembekuan izin mendirikan bangunan; 
i.  pencabutan izin mendirikan bangunan; 
j.  pembekuan/pencabutan  surat  bukti  kepemilikan
rumah; 
k.  perintah pembongkaran bangunan rumah; 
l.  pembekuan izin usaha; 
m.  pencabutan izin usaha;
n.  pengawasan;
o.  pembatalan izin;
p.  kewajiban  pemulihan  fungsi  lahan  dalam  jangka
waktu tertentu;
q.  pencabutan insentif;
r.  pengenaan denda administratif; dan/atau
s.  penutupan lokasi.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  jenis,  besaran  denda,
tata  cara,  dan  mekanisme  pengenaan  sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah. 
 



BAB XVI …

- 84 -


  BAB XVI
  KETENTUAN PIDANA

    Pasal 151

(1)  Setiap  orang  yang  menyelenggarakan  pembangunan
perumahan,  yang  tidak  membangun  perumahan  sesuai
dengan  kriteria,  spesifikasi,  persyaratan,  prasarana,
sarana,  dan  utilitas  umum  yang  diperjanjikan
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  134,  dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). 

(2)  Selain  pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
pelaku  dapat  dijatuhi  pidana  tambahan  berupa
membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria,
spesifikasi,  persyaratan,  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum yang diperjanjikan.

    Pasal 152

Setiap  orang  yang  menyewakan  atau  mengalihkan
kepemilikannya  atas  rumah  umum  kepada  pihak  lain
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  135,  dipidana  dengan
pidana  denda  paling  banyak  Rp50.000.000,00  (lima  puluh
juta rupiah).

    Pasal 153

(1)  Setiap  orang  yang  menyelenggaraan  lingkungan  hunian
atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian
atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau
Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136,  dipidana 
dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). 

(2)  Selain  pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),
pelaku  dapat  dijatuhi  pidana  tambahan  berupa
pencabutan izin.
Pasal 154 …

- 85 -


    Pasal 154

Setiap  orang  yang  menjual  satuan  lingkungan  perumahan
atau  Lisiba  yang  belum  menyelesaikan  status  hak  atas
tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


    Pasal 155

Badan hukum yang dengan sengaja melakukan serah terima
dan/atau  menerima  pembayaran  lebih  dari  80%  (delapan
puluh  persen)  dari  pembeli      sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal  138,  dipidana  dengan  pidana  kurungan  paling  lama  1
(satu)  tahun  atau  denda  paling  banyak  Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

    Pasal 156

Setiap  orang  yang  dengan  sengaja  membangun  perumahan
dan/atau  permukiman  di  luar  kawasan  yang  khusus
diperuntukkan  bagi  perumahan  dan  permukiman
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  139,  dipidana  dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 

    Pasal 157

Setiap  orang  yang  dengan  sengaja  membangun  perumahan,
dan/atau  permukiman  di  tempat  yang  berpotensi  dapat
menimbulkan  bahaya  bagi  barang  ataupun  orang
sebagaimana dimaksud    dalam    Pasal    140,   dipidana  
dengan      pidana  kurungan  paling  lama  1  (satu)  tahun  atau
denda  paling  banyak  Rp50.000.000,00  (lima  puluh  juta
rupiah).



Pasal 158 …

- 86 -



    Pasal 158

Setiap  pejabat  yang  dengan  sengaja  mengeluarkan  izin
pembangunan  rumah,  perumahan,  dan/atau  permukiman
yang  tidak  sesuai  dengan  fungsi  dan  pemanfaatan  ruang
sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  141  dipidana  dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    Pasal 159

Setiap orang yang dengan sengaja menolak atau menghalang-halangi  kegiatan  pemukiman  kembali  rumah,  perumahan,
atau permukiman yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau
pemerintah  daerah  setelah  terjadi  kesepakatan  dengan
masyarakat  setempat  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
142, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun  atau  denda  paling  banyak  Rp100.000.000,00  (seratus
juta rupiah).

    Pasal 160

Setiap orang yang dengan sengaja menginvestasikan dana dari
pemupukan  dana  tabungan  perumahan  selain  untuk
pembiayaan  kegiatan  penyelenggaraan  perumahan  dan
kawasan  permukiman  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
143,  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  5  (lima)
tahun  atau  denda  paling  banyak  Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
  
    Pasal 161

(1)  Orang  perseorangan  yang  dengan  sengaja  membangun
Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2),
dipidana  dengan  pidana  denda  paling  banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


(2) Selain …

- 87 -



(2)  Selain  pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),
pelaku dapat dipidana dengan pidana tambahan berupa
pembongkaran  Lisiba  yang  biayanya  ditanggung  oleh
pelaku.


    Pasal 162

(1)  Dipidana  dengan  pidana  denda  paling  banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), Badan Hukum
yang:
a.  mengalihfungsikan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum  diluar  fungsinya  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 144;
b.  menjual  satuan    permukiman  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1); atau
c.  membangun  lisiba  yang  menjual  kaveling  tanah
matang tanpa rumah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 146 ayat (1).

(2)  Selain pidana bagi badan hukum sebagaimana dimaksud
pada  ayat  (1),  pengurus  badan  hukum  dapat  dijatuhi
pidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  5  (lima)
tahun.

    Pasal 163

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151
ayat  (1),  Pasal  152,  Pasal  153,  Pasal  154,  Pasal  156,  Pasal
157, Pasal 160, atau Pasal 161 dilakukan oleh badan hukum,
maka  selain  pidana  penjara  dan  pidana  denda  terhadap
pengurusnya,  pidana  dapat  dijatuhkan  terhadap  badan
hukum  berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali
dari pidana denda terhadap orang. 




BAB XVII …

- 88 -



    BAB XVII 
    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 164

Semua  peraturan  perundang-undangan  yang  merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara
Republik  Indonesia  Tahun  1992  Nomor  23,  Tambahan
Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3469),  dan
peraturan perundang-undangan lainnya mengenai perumahan
dan  permukiman,  dinyatakan  tetap  berlaku  sepanjang tidak
bertentangan  atau  belum  diganti  dengan  peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

    BAB XVIII 
    KETENTUAN PENUTUP 

    Pasal 165

(1)  Semua  peraturan  pelaksanaan  yang  ditentukan  dalam
Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2)  Semua kelembagaan yang perlu dibentuk atau yang perlu
ditingkatkan  statusnya  sebagaimana  diatur  dalam
undang-undang ini sudah terbentuk paling lama 2 (dua)
tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

    Pasal 166

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor  4  Tahun  1992  tentang  Perumahan  dan  Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 167

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 


Agar …

- 89 -




Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan
pengundangan  Undang-Undang  ini  dengan  penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



              Disahkan di Jakarta
              pada tanggal 12 Januari 2011
              
              PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                    ttd.


  DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
      REPUBLIK INDONESIA,


              ttd.


          PATRIALIS AKBAR



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 7











Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 
Bidang Perekonomian dan Industri, 





Setio Sapto Nugroho




PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2011 
TENTANG
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN


I.  UMUM 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H
ayat (1) menyebutkan,  bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan  batin,  bertempat  tinggal,  dan  mendapatkan  lingkungan  hidup  yang
baik  dan  sehat.  Tempat  tinggal  mempunyai  peran  yang  sangat  strategis
dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu
upaya  membangun  manusia  Indonesia  seutuhnya,  berjati  diri,  mandiri,
dan  produktif  sehingga  terpenuhinya  kebutuhan  tempat  tinggal
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada
dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. 

Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat
mampu  bertempat  tinggal  serta  menghuni  rumah  yang  layak  dan
terjangkau  di  dalam  lingkungan  yang  sehat,  aman,  harmonis,  dan
berkelanjutan  di  seluruh  wilayah  Indonesia.  Sebagai  salah  satu
kebutuhan  dasar  manusia,  idealnya  rumah  harus  dimiliki  oleh  setiap
keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi
masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara
juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan
perolehan  rumah  bagi  masyarakat  melalui  penyelenggaraan  perumahan
dan  kawasan  permukiman  serta  keswadayaan  masyarakat.  Penyediaan
dan  kemudahan  perolehan  rumah  tersebut  merupakan  satu  kesatuan
fungsional  dalam  wujud  tata  ruang,  kehidupan  ekonomi,  dan  sosial
budaya  yang  mampu  menjamin  kelestarian  lingkungan  hidup  sejalan
dengan  semangat  demokrasi,  otonomi  daerah,  dan  keterbukaan  dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Pembangunan …

- 2 -


Pembangunan  perumahan  dan  kawasan  permukiman  yang  bertumpu
pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi
masyarakat  untuk  ikut  berperan.  Sejalan  dengan  peran  masyarakat  di
dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah
dan  pemerintah  daerah  mempunyai  tanggung  jawab  untuk  menjadi
fasilitator,  memberikan  bantuan  dan  kemudahan  kepada  masyarakat,
serta  melakukan  penelitian  dan  pengembangan  yang  meliputi  berbagai
aspek  yang  terkait,  antara  lain,  tata  ruang,  pertanahan,  prasarana
lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang
bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal,
serta peraturan perundang-undangan yang mendukung. 

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk: 
a.  memenuhi  kebutuhan  perumahan  yang  layak  dan  terjangkau  dalam
lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana,
dan  utilitas  umum  secara  berkelanjutan  serta  yang  mampu
mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia; 
b.  ketersediaan  dana  murah  jangka  panjang  yang  berkelanjutan  untuk
pemenuhan  kebutuhan  rumah,  perumahan,  permukiman,  serta
lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
c.  mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata
ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna; 
d.  memberikan  hak  pakai  dengan  tidak  mengorbankan  kedaulatan
negara; dan
e.  mendorong iklim investasi asing.

Sejalan  dengan  arah  kebijakan  umum  tersebut,  penyelenggaraan
perumahan  dan  permukiman,  baik  di  daerah  perkotaan  yang
berpenduduk  padat  maupun  di  daerah  perdesaan  yang  ketersediaan
lahannya  lebih  luas  perlu  diwujudkan  adanya  ketertiban  dan  kepastian
hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu
memberikan  kemudahan  perolehan  rumah  bagi  masyarakat
berpenghasilan  rendah  melalui  program  perencanaan  pembangunan
perumahan  secara  bertahap  dalam  bentuk  pemberian  kemudahan
pembiayaan  dan/atau  pembangunan  prasarana,  sarana, dan  utilitas
umum di lingkungan hunian. 


Penyelenggaraan …

- 3 -


Penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman  tidak  hanya
melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta
pembenahan  perumahan  dan  kawasan  permukiman  yang  telah  ada
dengan  melakukan  pengembangan,  penataan,  atau  peremajaan
lingkungan  hunian  perkotaan  atau  perdesaan  serta  pembangunan
kembali  terhadap  perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh.  Untuk
itu,  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman  perlu
dukungan  anggaran  yang  bersumber  dari  anggaran  pendapatan  dan
belanja  negara,  anggaran  pendapatan  belanja  daerah,  lembaga
pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah,
pemerintah  daerah,  dan  masyarakat  perlu  melakukan  upaya
pengembangan  sistem  pembiayaan  perumahan  dan  permukiman  secara
menyeluruh dan terpadu. 

Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut
menandatangani  Deklarasi  Rio  de  Janeiro,  Indonesia selalu  aktif  dalam
kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human
Settlements.  Jiwa  dan  semangat  yang  tertuang  dalam  Agenda  21  dan
Deklarasi  Habitat  II  adalah bahwa  rumah  merupakan  kebutuhan  dasar
manusia  dan  menjadi  hak  bagi  semua  orang  untuk  menempati  hunian
yang layak dan terjangkau (adequate and affordable shelter for all). Dalam
Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal
itu  telah  sesuai  pula  dengan  semangat  Undang-Undang  Dasar  Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengaturan  penyelenggaraan  perumahan    dan  kawasan  permukiman
dilakukan  untuk  memberikan  kepastian  hukum  dalam  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman,  mendukung  penataan  dan
pengembangan  wilayah  serta  penyebaran  penduduk  yang  proporsional
melalui  pertumbuhan  lingkungan  hunian  dan  kawasan  permukiman
sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan,
terutama  bagi  MBR,  meningkatkan  daya  guna  dan  hasil  guna  sumber
daya  alam  bagi  pembangunan  perumahan  dengan  tetap  memperhatikan
kelestarian  fungsi  lingkungan,  baik  di  lingkungan  hunian  perkotaan
maupun  lingkungan  hunian  perdesaan,  dan  menjamin  terwujudnya
rumah  yang  layak  huni  dan  terjangkau  dalam  lingkungan  yang  sehat,
aman,  serasi,  teratur,  terencana,  terpadu,  dan  berkelanjutan.
Penyelenggaraan  perumahan  dilakukan  untuk  memenuhi kebutuhan
rumah sebagai salah  satu  kebutuhan  dasar  manusia  bagi  peningkatan 
dan …

- 4 -


dan  pemerataan  kesejahteraan  rakyat,  yang  meliputi  perencanaan
perumahan,  pembangunan  perumahan,  pemanfaatan  perumahan  dan
pengendalian perumahan.

Salah  satu  hal  khusus  yang  diatur  dalam  undang-undang  ini  adalah
keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam
kaitan  ini,  Pemerintah  dan/atau  pemerintah  daerah  wajib  memenuhi
kebutuhan  rumah  bagi  masyarakat  berpenghasilan  rendah  dengan
memberikan  kemudahan  pembangunan  dan  perolehan  rumah  melalui
program  perencanaan  pembangunan  perumahan  secara  bertahap  dan
berkelanjutan.  Kemudahan  pembangunan  dan  perolehan rumah  bagi
masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan,
berupa  pembiayaan,  pembangunan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal. 

Penyelenggaraan  kawasan  permukiman  dilakukan  untuk mewujudkan
wilayah  yang  berfungsi  sebagai  lingkungan  hunian  dan  tempat  kegiatan
yang  mendukung  perikehidupan  dan  penghidupan  yang  terencana,
menyeluruh,  terpadu,  dan  berkelanjutan  sesuai  dengan  rencana  tata
ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk
memenuhi  hak  warga  negara  atas  tempat  tinggal  yang layak  dalam
lingkungan  yang  sehat,  aman,  serasi,  dan  teratur  serta  menjamin
kepastian  bermukim,  yang  wajib  dilaksanakan  sesuai dengan  arahan
pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. 

Undang-undang  perumahan  dan  kawasan  permukiman  ini  juga
mencakup  pemeliharaan  dan  perbaikan  yang  dimaksudkan  untuk
menjaga  fungsi  perumahan  dan  kawasan  permukiman  agar  dapat
berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan
kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta
prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  di  perumahan, permukiman,
lingkungan  hunian  dan  kawasan  permukiman.  Di  samping  itu,  juga
dilakukan  pengaturan  pencegahan  dan  peningkatan  kualitas  terhadap
perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh  yang  dilakukan  untuk
meningkatkan  mutu  kehidupan  dan  penghidupan  masyarakat
penghuni  perumahan  kumuh  dan  permukiman  kumuh.  Hal  ini
dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian bermukim yang menjamin 


hak …

- 5 -


hak  setiap  warga  negara  untuk  menempati,  memiliki, dan/atau
menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan
penyediaan  tanah  untuk  pembangunan  perumahan  dan  kawasan
permukiman. 


II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2 
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kesejahteraan”  adalah
memberikan  landasan  agar  kebutuhan  perumahan  dan
kawasan  permukiman  yang  layak  bagi  masyarakat  dapat
terpenuhi  sehingga  masyarakat  mampu  mengembangkan  diri
dan beradab, serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan pemerataan” adalah
memberikan  landasan  agar  hasil  pembangunan  di  bidang
perumahan dan kawasan permukiman dapat dinikmati secara
proporsional dan merata bagi seluruh rakyat. 

Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kenasionalan”  adalah
memberikan  landasan  agar  hak  kepemilikan  tanah  hanya
berlaku  untuk  warga  negara  Indonesia,  sedangkan  hak
menghuni  dan  menempati  oleh  orang  asing  hanya
dimungkinkan  dengan  cara  hak  sewa  atau  hak  pakai  atas
rumah.

Huruf d
Yang  dimaksud  dengan  “asas  keefisienan  dan  kemanfaatan”
adalah  memberikan  landasan  agar  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  dilakukan  dengan
memaksimalkan  potensi  yang  dimiliki  berupa sumber a daya  

tanah …

- 6 -


tanah,  teknologi  rancang  bangun,  dan  industri  bahan
bangunan  yang  sehat  untuk  memberikan  keuntungan  dan
manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. 

Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas keterjangkauan dan kemudahan”
adalah  memberikan  landasan  agar  hasil  pembangunan  di
bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya
iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR agar
setiap  warga  negara  Indonesia  mampu  memenuhi  kebutuhan
dasar akan perumahan dan permukiman.

Huruf f
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kemandirian  dan  kebersamaan”
adalah  memberikan  landasan  agar  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  bertumpu  pada
prakarsa,  swadaya,  dan  peran  masyarakat  untuk  turut  serta
mengupayakan pengadaan dan pemeliharaan terhadap aspek-aspek perumahan dan kawasan permukiman sehingga mampu
membangkitkan  kepercayaan,  kemampuan,  dan  kekuatan
sendiri,  serta  terciptanya  kerja  sama  antara  pemangku
kepentingan di bidang perumahan dan kawasan permukiman. 

Huruf g
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kemitraan”  adalah  memberikan
landasan  agar  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  dilakukan  oleh  Pemerintah  dan  pemerintah
daerah  dengan  melibatkan  peran  pelaku  usaha  dan
masyarakat,  dengan  prinsip  saling  memerlukan,  memercayai,
memperkuat,  dan  menguntungkan  yang  dilakukan,  baik
langsung maupun tidak langsung.

Huruf h
Yang  dimaksud  dengan  “asas  keserasian  dan  keseimbangan”
adalah    memberikan  landasan  agar  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  dilakukan  dengan
mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, 

keselarasan …

- 7 -


keselarasan  antara  kehidupan  manusia  dengan  lingkungan,
keseimbangan  pertumbuhan  dan  perkembangan  antardaerah,
serta memperhatikan dampak penting terhadap lingkungan.

Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah memberikan
landasan  agar  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  dilaksanakan  dengan  memadukan  kebijakan
dalam  perencanaan,  pelaksanaan,  pemanfaatan,  dan
pengendalian,  baik  intra-  maupun  antarinstansi  serta  sektor
terkait  dalam  kesatuan  yang  bulat  dan  utuh,  saling
menunjang, dan saling mengisi.

Huruf j
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kesehatan”  adalah  memberikan
landasan  agar  pembangunan  perumahan  dan  kawasan
permukiman  memenuhi  standar  rumah  sehat,  syarat
kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat. 

Huruf k
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kelestarian  dan  keberlanjutan”
adalah memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan
kawasan  permukiman  dilakukan  dengan  memperhatikan
kondisi  lingkungan  hidup,  dan  menyesuaikan  dengan
kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju kenaikan
jumlah  penduduk  dan  luas  kawasan  secara  serasi  dan
seimbang  untuk  generasi  sekarang  dan  generasi  yang akan
datang.

Huruf l
Yang  dimaksud  dengan  “keselamatan,  keamanan,  ketertiban,
dan  keteraturan”  adalah  memberikan  landasan  agar
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman
memperhatikan  masalah  keselamatan  dan  keamanan
bangunan  beserta  infrastrukturnya,  keselamatan  dan
keamananan  lingkungan  dari  berbagai  ancaman  yang
membahayakan  penghuninya,  ketertiban  administrasi, dan
keteraturan  dalam  pemanfaatan  perumahan  dan  kawasan
permukiman.  
Pasal 3 …

- 8 -


Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah jaminan hukum
bagi setiap orang untuk bertempat tinggal secara layak, baik yang
bersifat  milik  maupun  bukan  milik  melalui  cara  sewa  dan  cara
bukan  sewa.  Jaminan  hukum  antara  lain  meliputi  kesesuaian
peruntukan  dalam  tata  ruang,  legalitas  tanah,  perizinan,  dan
kondisi  kelayakan  rumah  sebagaimana  yang  diatur  dalam
peraturan perundang-undangan.

Huruf b 
Yang  dimaksud  dengan  “penataan  dan  pengembangan  wilayah”
adalah  kegiatan  perencanaan,  pembangunan,  pemanfaatan,  dan
pengendalian  yang  dilakukan  untuk  menjaga  keselarasan,
keserasian,  keseimbangan,  dan  keterpaduan  antardaerah,  antara
pusat  dan  daerah,  antarsektor,  dan  antarpemangku  kepentingan,
sebagai bagian utama dari pengembangan perkotaan dan perdesaan
yang  dapat  mengarahkan  persebaran  penduduk  dan  mengurangi
ketidakseimbangan  pembangunan  antarwilayah  serta
ketidaksinambungan pemanfaatan ruang.

Huruf c 
Yang  dimaksud  dengan  “daya  guna  dan  hasil  guna  sumber  daya
alam” adalah kemampuan untuk meningkatkan segala potensi dan
sumber  daya  alam  tanpa  mengganggu  keseimbangan  dan
kelestarian fungsi lingkungan dalam rangka menjamin terwujudnya
penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan  permukiman  yang
berkualitas di lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian
perdesaan.

Huruf d 
Yang  dimaksud  dengan  “memberdayakan  para  pemangku
kepentingan”  adalah  upaya  meningkatkan  peran  masyarakat
dengan memobilisasi potensi dan sumber daya secara proporsional
untuk  mewujudkan  perumahan  dan  kawasan  permukiman  yang
madani.  Para  pemangku  kepentingan  antara  lain  meliputi
masyarakat,  swasta,  lembaga  keuangan,  Pemerintah  dan
pemerintah daerah. 

Huruf e …

- 9 -



Huruf e 
Cukup jelas.

Huruf f 
Yang  dimaksud  dengan  “rumah  yang  layak  huni  dan  terjangkau”
adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan
dan  kecukupan  minimum  luas  bangunan  serta  kesehatan
penghuninya,  yang  mampu  dijangkau  oleh  seluruh  lapisan
masyarakat. 
Yang  dimaksud  dengan  “lingkungan  yang  sehat,  aman, serasi,
teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan
yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah
dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum
yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6 
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas 
  
Ayat (2)
    Cukup Jelas  

Ayat (3)
    Cukup Jelas

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “menjadi pedoman“ adalah bahwa rencana
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah
mengacu  kepada   rencana   penyelenggaraan   perumahan  a  dan 

kawasan …

- 10 -


kawasan  permukiman  Nasional,  bukan  untuk  membatasi
kewenangan  daerah,  tetapi  agar  ada  acuan  yang  jelas,  sinergis,
dan  keterkaitan  dari  setiap  perencanaan  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman  di  tingkat  daerah,
berdasarkan kewenangan otonomi yang dimilikinya sesuai dengan
platform  rencana  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman nasional. Rencana penyelenggaraan perumahan dan
kawasan  permukiman  di  daerah  dijabarkan  lebih  lanjut
berdasarkan  visi  dan  misi  kepala  daerah  yang  diformulasikan
dalam bentuk RPJM daerah.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “menjadi pedoman“ adalah bahwa rencana
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat
kabupaten/kota  mengacu  kepada  rencana  penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman di tingkat provinsi.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.


Pasal 15 …

- 11 -


Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k
Cukup jelas.

Huruf l
Cukup jelas.

Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n …

- 12 -


Huruf n
Cukup jelas.

Huruf o
Cukup jelas.

Huruf p
Yang dimaksud dengan “pendampingan bagi orang perseorangan”
adalah  upaya  memberikan  bantuan  dan  kemudahan  kepada
masyarakat  yang  berprakarsa  dan  berupaya  melakukan
pembangunan rumah secara mandiri. 

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) …

- 13 -

Ayat (5)
Yang  dimaksud  dengan  “kebutuhan  khusus”,  antara  lain  adalah
kebutuhan  untuk  perumahan  transmigrasi,  pemukiman  kembali
korban bencana, dan rumah sosial untuk menampung orang lansia,
masyarakat miskin, yatim piatu, dan anak terlantar, serta termasuk
juga  untuk  pembangunan  rumah  yang  lokasinya  terpencar  dan
rumah di wilayah perbatasan negara.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Yang  dimaksud  dengan  “bantuan  dan  kemudahan”  adalah
dukungan  dana  dan  kemudahan  akses  bagi  masyarakat
berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan rumahnya.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “rumah  tunggal”  adalah  rumah  yang
mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak
dibangun tepat pada batas kaveling. 
Yang dimaksud dengan “rumah deret” adalah beberapa rumah yang
satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau
lebih  bangunan  lain  atau  rumah  lain,  tetapi  masing-masing
mempunyai kaveling sendiri.
Yang  dimaksud  dengan  “rumah  susun”  adalah  bangunan gedung
bertingkat  yang  dibangun  dalam  suatu  lingkungan  yang  terbagi
dalam  bagian-bagian  yang  distrukturkan  secara  fungsional,  baik
dalam  arah  horizontal  maupun  vertikal,  dan  merupakan  satuan-satuan  yang  masing-masing  dapat  dimiliki  dan  digunakan  secara
terpisah,  terutama  untuk  tempat  hunian,  yang  dilengkapi  dengan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.


Ayat (3) …

- 14 -


Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
  Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “perencanaan”  adalah  kegiatan
merencanakan  kebutuhan  ruang  untuk  setiap  unsur  rumah
dan kebutuhan jenis prasarana yang melekat pada bangunan,
dan  keterkaitan  dengan  rumah  lain  serta  prasarana  di  luar
rumah.
Yang  dimaksud  dengan  “perancangan”  adalah  kegiatan
merancang  bentuk,  ukuran,  dan  tata  letak,  bahan  bangunan,
unsur  rumah,  serta  perhitungan  kekuatan  konstruksi yang
terdiri  atas  pondasi,  dinding,  dan  atap,  serta  kebutuhan
anggarannya.

Huruf b
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 24
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “rumah  yang  layak  huni”  adalah  rumah
yang  memenuhi  persyaratan  keselamatan  bangunan,  dan
kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuni.

Huruf b
Cukup jelas.


Huruf c …

- 15 -


Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “tata  bangunan  dan  lingkungan”  adalah
kegiatan  pembangunan  untuk  merencanakan,  melaksanakan,
memperbaiki,  mengembangkan,  atau  melestarikan  bangunan  dan
lingkungan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan
pengendalian  bangunan  gedung  dan  lingkungan  secara optimal,
yang  terdiri  atas  proses  perencanaan  teknis  dan  pelaksanaan
konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan perbaikan
bangunan gedung dan lingkungan.

Pasal 25
Yang  dimaksud  dengan  “setiap  orang  yang  memiliki  keahlian”  adalah
setiap orang yang memiliki sertifikat keahlian yang dibuktikan dengan
sertifikat atau bukti kompetensi.

Pasal 26
Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  “persyaratan  teknis”  antara  lain
persyaratan tentang struktur bangunan, keamanan, keselamatan,
kesehatan,  dan  kenyamanan  yang  berhubungan  dengan  rancang
bangun,  termasuk  kelengkapan  prasarana  dan  fasilitas
lingkungan.
Yang  dimaksud  dengan  “persyaratan  administratif”  antara  lain
perizinan  usaha  dari  perusahaan  pembangunan  perumahan,  izin
lokasi,  peruntukannya,  status  hak  atas  tanah,  dan/atau  Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). 
Yang dimaksud dengan “persyaratan ekologis” adalah persyaratan
yang  berkaitan  dengan  keserasian  dan  keseimbangan  fungsi
lingkungan,  baik  antara  lingkungan  buatan  dengan  lingkungan
alam maupun dengan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya
bangsa yang perlu dilestarikan. 
Yang  termasuk  persyaratan  ekologis  antara  lain  analisis  dampak
lingkungan dalam pembangunan perumahan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27 …

- 16 -


Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Ayat (1) 
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling
sedikit meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum. 
Yang  dimaksud  dengan  “rencana  kelengkapan  sarana”  paling
sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH). 
Yang  dimaksud  dengan  “rencana  kelengkapan  utilitas umum”
paling  sedikit  meliputi,  jaringan  listrik  termasuk KWH  meter
dan jaringan telepon. 
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
harus  mempertimbangkan  kebutuhan  prasarana,  sarana,  dan
utilitas umum bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan
fisik, misalnya penyandang cacat dan lanjut usia.

Ayat (2) 
Yang  dimaksud  dengan  “rencana  penyediaan  kaveling  tanah”
dalam ketentuan ini adalah penyediaan sebidang tanah yang dibagi
dengan  ukuran  tertentu  yang  dipersiapkan  sebagai  dasar
perencanaan  kebutuhan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
untuk perumahan.

Ayat (3) 
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas. 

Pasal 31
Cukup jelas. 
Pasal 32 …

- 17 -


Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Pemberian  kemudahan  perizinan  bagi  badan  hukum  yang
mengajukan  rencana  pembangunan  perumahan  untuk  MBR
dimaksudkan untuk mendorong iklim berusaha bagi badan hukum
di  bidang  perumahan  dan  permukiman  sekaligus  dalam upaya
mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi MBR.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1) 
Yang  dimaksud  dengan  “hunian  berimbang”  adalah  perumahan
atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara
rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.

Ayat (2) 
Yang  dimaksud  dengan  “perumahan  skala  besar”  adalah
perumahan  yang  direncanakan  secara  menyeluruh  dan  terpadu
yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

Ayat (3) 
Cukup jelas.

Ayat (4) 
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.



Pasal 36 …

- 18 -


Pasal 36
         Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2) 

Yang  dimaksud  dengan  “tipologi”  adalah  klasifikasi rumah  yang
berupa  rumah  tapak  atau  rumah  susun  berdasarkan  bentuk
permukaan  tanah,  tempat  rumah  berdiri  meliputi  rumah  di  atas
tanah  keras,  rumah  di  atas  tanah  lunak,  rumah  di  garis
pantai/pasang  surut,  rumah  di  atas  air/terapung  (menetap),
rumah di atas air/terapung (berpindah-pindah).
Yang  dimaksud  dengan  “ekologi”  adalah  persyaratan  yang
berkaitan  dengan  keserasian  dan  keseimbangan,  baik antara
lingkungan  buatan  dengan  lingkungan  alam  maupun  dengan
lingkungan  sosial  budaya,  termasuk  nilai-nilai  budaya  bangsa
yang perlu dilestarikan.
Yang  dimaksud  dengan  “budaya”  adalah  klasifikasi  rumah
berdasarkan  hasil  akal  budi/adat  istiadat  manusia  yang
diwujudkan  dalam  bentuk  dan  arsitektural  dan  kelengkapan
ruangan rumah.
Yang  dimaksud  dengan  “dinamika  ekonomi”  adalah  kondisi
permintaan masyarakat dari berbagai selera yang dipengaruhi oleh
tingkat keterjangkauan dan kebutuhan rumah.




Ayat (3) …

- 19 -


Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) 
Cukup jelas.

Pasal 39
      Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.


Pasal 42

Ayat (1) 

Yang dimaksud dengan “perjanjian pendahuluan jual beli” adalah
kesepakatan melakukan jual beli rumah yang masih dalam proses
pembangunan  antara  calon  pembeli  rumah  dengan  penyedia
rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang.

Ayat (2) 

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang  dimaksud  dengan  “hal  yang  diperjanjikan”  adalah
kondisi rumah yang dibangun dan dijual kepada konsumen,
yang  dipasarkan  melalui  media  promosi,  meliputi  lokasi
rumah,  kondisi  tanah/kaveling,  bentuk  rumah,  spesifikasi
bangunan,  harga  rumah,  prasarana,  sarana,  dana utilitas 

umum …

- 20 -


umum perumahan, fasilitas lain, waktu serah terima rumah,
serta penyelesaian sengketa.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Yang  dimaksud  dengan  “keterbangunan  perumahan  paling
sedikit  20%  (dua  puluh  persen)”  adalah  hal  telah
terbangunnya rumah paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari  seluruh  jumlah  unit  rumah  serta  ketersediaan
prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  dalam  suatu
perumahan yang direncanakan.

Ayat (3) 
Cukup jelas.

Pasal 43
Ayat (1) 
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “pemilikan  rumah”  adalah  pemilikan
rumah berikut hak atas tanahnya.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Pasal 44
Cukup jelas. 

Pasal 45
Cukup jelas. 
Pasal 46 …

- 21 -



Pasal 46
Cukup jelas. 

Pasal 47
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (1) huruf b.

Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “rencana”  adalah  rencana  lokasi  dan
rencana teknis yang meliputi rencana jumlah dan jenis prasarana,
sarana,  dan  utilitas  umum  perumahan  yang  terintegrasi  dengan
perumahan yang sudah ada serta lingkungan hunian lainnya.
Yang  dimaksud  dengan  “rancangan”  adalah  desain  teknis  untuk
mewujudkan  rumah  serta  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum
perumahan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Ayat (1) 
Yang  dimaksud  dengan  “usaha  secara  terbatas”  adalah  kegiatan
usaha  yang  diperkenankan  dapat  dikerjakan  di  rumah untuk
mendukung terlaksananya fungsi hunian.
Yang  dimaksud  dengan  “kegiatan  usaha  yang  tidak
membahayakan fungsi hunian” adalah kegiatan usaha yang tidak
menimbulkan  pencemaran  lingkungan  dan  bencana  yang dapat
mengganggu dan menyebabkan kerugian. 
Yang  dimaksud  dengan  “kegiatan  yang  tidak  mengganggu  fungsi
hunian”  adalah  kegiatan  yang  tidak  menimbulkan  penurunan
kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah
yang ditimbulkan dan sosial.
Ayat (2) …

- 22 -


Ayat (2) 
Cukup jelas.

Ayat (3) 
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)
    Yang  dimaksud  dengan  “orang  asing”  adalah  orang yang  bukan
Warga Negara Indonesia.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 53
Ayat (1)
Pengendalian  perumahan  dimaksudkan  untuk  menjaga  dan
meningkatkan  kualitas  perumahan  agar  dapat  berfungsi
sebagaimana mestinya, sekaligus mencegah terjadinya penurunan
kualitas dan terjadinya pemanfaatan yang tidak sesuai. 

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perizinan” adalah cara pengendalian
yang  dilakukan  melalui  pemberian  arahan  dalam  bentuk
perizinan yang antara lain meliputi izin mendirikan bangunan
dan izin penghunian. 

Huruf b
Yang dimaksud dengan “penertiban” adalah cara pengendalian
yang  dilakukan  melalui  tindakan  penegakan  hukum  bagi
perumahan  yang  dalam  pembangunan  dan  pemanfaatannya
tidak  sesuai  dengan  rencana  atau  ketentuan  peraturan
perundang-undangan.
Huruf c …

- 23 -


Huruf c
Yang dimaksud dengan “penataan” adalah cara pengendalian
yang  dilakukan  melalui  perbaikan  dalam  penyelenggaraan
agar sesuai dengan tujuan penyelenggaraan perumahan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “program  perencanaan  pembangunan
perumahan  secara  bertahap  dan  berkelanjutan”  adalah  rencana
pembangunan  tahunan,  rencana  program  jangka  menengah,  dan
rencana program jangka panjang.

Ayat (3)
Cukup jelas.  

Ayat (4)
Yang termasuk perolehan rumah dapat berupa pemilikan rumah,
perbaikan rumah, dan sewa beli rumah.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 55
Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  “hanya  dapat  menyewakan”  adalah
pembatasan  menyewakan  dan/atau  mengalihkan  perolehan  atas
rumah yang melalui kemudahan dari Pemerintah atau pemerintah
daerah  kepada  pihak  lain  dimaksudkan  untuk  memenuhi
kebutuhan  rumah  umum  bagi  MBR,  memberikan  kesempatan
yang  sama  bagi  MBR  lainnya  untuk  memperoleh  kemudahan
perolehan  rumah  umum,  dan  menjadi  sarana  pengendalian
pengelolaan rumah umum.

Huruf a …

- 24 -


Huruf a
  Cukup jelas.

Huruf b
  Yang dimaksud dengan “paling sedikit 5 (lima) tahun” adalah
tempo  waktu  penghunian  minimum  pada  rumah  umum
sejak  diperolehnya  kemudahan  dari  Pemerintah  atau
pemerintah daerah.

Huruf c
  Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “lembaga”  adalah  lembaga  yang ditunjuk
atau  dibentuk  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  antara  lain
untuk  melaksanakan  distribusi  dan  pelimpahan/pengalihan
rumah umum yang diperoleh MBR. 

Ayat (3)
Yang  dimaksud  dengan  “perjanjian”  adalah  perikatan perjanjian
antara  MBR  penerima  kemudahan  Pemerintah  atau  pemerintah
daerah dengan lembaga yang ditunjuk atau dibentuk pemerintah
antara lain untuk menghuni, memelihara, dan tidak mengalihkan
rumah tersebut kepada pihak lain selama jangka waktu tertentu.

Ayat (4)
Yang  dimaksud  dengan  “didistribusikan  kembali  kepada  MBR”
adalah  pengalokasian  rumah  umum  kepada  MBR  yang  berhak
sesuai dengan persyaratan untuk memperoleh kemudahan dalam
memiliki/menghuni rumah umum. 

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.



Pasal 56 …

- 25 -


Pasal 56  
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tempat kegiatan yang mendukung” adalah
bagian  dari  kawasan  perkotaan  dan  kawasan  perdesaaan  guna
mendukung  perikehidupan  dan  penghidupan  penghuni  kawasan
tersebut  yang  berupa  aktivitas  pelayanan  jasa  pemerintahan,
aktivitas pelayanan jasa sosial, dan aktivitas ekonomi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 57  
Cukup jelas.

Pasal 58   
Cukup jelas.

Pasal 59  
Ayat (1) 
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “efisiensi  potensi  lingkungan hunian
perkotaan”  adalah  upaya  untuk  meminimalkan  penggunaan
sumber  daya  untuk  menciptakan  kondisi  lingkungan  hunian
perkotaan secara lebih optimal, guna meningkatkan pelayanan
perkotaan.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “peningkatan pelayanan” adalah upaya
yang  harus  dilakukan  melalui  penyediaan  prasarana, sarana,
dan  utilitas  umum  sesuai  dengan  kebutuhan  sehingga fungsi
lingkungan hunian perkotaan dapat memadai.

Huruf c
Peningkatan  keterpaduan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum  perkotaan  dimaksudkan  untuk  menciptakan  fungsi,
baik  lingkungan  hunian  yang  telah  ada  maupun  lingkungan
hunian yang baru sehingga lebih baik dan dapat aamendukung 
perikehidupan …

- 26 -


perikehidupan  dan  penghidupan  setiap  penghuni  dalam
lingkungan  hunian  yang  sehat,  aman,  serasi,  dan
berkelanjutan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “penetapan bagian lingkungan hunian
perkotaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya”
adalah  pembatasan  bagian-bagian  dalam  kawasan  perkotaan
yang  dapat  dikembangkan  sebagai  upaya  peningkatan
pelayanan  lingkungan  hunian  perkotaan,  dan  bagian  yang
tidak  dapat  dikembangkan  karena  keterbatasan  daya  dukung
lingkungan  yang  dimaksudkan  untuk  keselamatan  penghuni
kawasan perkotaan.

Huruf e
Yang  dimaksud  dengan  “pencegahan  tumbuhnya  perumahan
kumuh  dan  permukiman  kumuh”  adalah  upaya  penetapan
fungsi sesuai dengan tata ruang.

Huruf f
Yang  dimaksud  dengan  “tumbuh  dan  berkembangnya
lingkungan  hunian  yang  tidak  terencana  dan  teratur”  adalah
tumbuh  berkembangnya  perumahan  di  lokasi  yang  tidak
direncanakan  untuk  perumahan  atau  fungsi  lain  akibat
perkembangan lingkungan hunian perkotaan yang tidak sesuai
dengan tata ruang. 

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 60   
Cukup jelas.







Pasal 61 …

- 27 -


Pasal 61
Ayat (1) 
Penyelenggaraan  lingkungan  hunian  perdesaan  dimaksudkan
untuk  meningkatkan  efisiensi  pelayanan  prasarana  dan  sarana
penunjang  kegiatan  pertanian,  baik  yang  dibutuhkan  sebelum
proses  produksi,  dalam  proses  produksi,  maupun  setelah  proses
produksi. 

Ayat (2) 
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “efisiensi  potensi  lingkungan hunian
perdesaan”  adalah  upaya  untuk  meminimalkan  penggunaan
sumber  daya  untuk  menciptakan  kondisi  perdesaan  secara
lebih optimal.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Ayat (3) 
Cukup jelas.

     Pasal 62
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “pembangunan kembali lingkungan hunian
perkotaan  dan  pembangunan  kembali  lingkungan  hunian
perdesaan”  adalah  upaya  mengembalikan  atau  memulihkan
kondisi  fisik  dan  non  fisik  kawasan  perkotaan  dan  kawasan
perdesaan  agar  dapat  berfungsi  kembali  sesuai  ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Yang …

- 28 -


Yang dimaksud dengan bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa  yang  mengancam  dan  mengganggu  kehidupan  dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam 
dan/atau  faktor  nonalam  maupun  faktor  manusia  sehingga
mengakibatkan  timbulnya  korban  jiwa  manusia,  kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, seperti
gempa bumi, akibat perang, tsunami dan lain-lain.

Yang  dimaksud  dengan  penurunan  kualitas  perumahan  dan
permukiman  adalah  proses  menurunnya  kondisi  fisik, non  fisik
dan  fungsi  perumahan  dan  kawasan  permukiman  yang  dapat
menganggu  perikehidupan  dan  penghidupan  penghuni  dan
sekitarnya.

Ayat (2)
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “rehabilitasi”  adalah  pembangunan
kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian
perdesaan  melalui  perbaikan  dan/atau  pembangunan  baru
rumah  dan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  untuk
memulihkan  fungsi  hunian  secara  wajar  sampai  tingkat  yang
memadai.

Huruf b
Yang  dimaksud  dengan  “rekonstruksi”  adalah  pembangunan
kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian
perdesaan  melalui  perbaikan  dan/atau  pembangunan  baru
rumah  dan  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  dengan
sasaran  utama  menumbuhkembangkan  kegiatan
perekonomian, sosial, dan budaya. 

Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “peremajaan”  adalah  pembangunan
kembali  perumahan  dan  permukiman  yang  dilakukan  melalui
penataan  secara  menyeluruh  meliputi  rumah  dan  prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.


  Ayat (3) …

- 29 -


Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tetap melindungi masyarakat penghuni di
lokasi  yang  sama”  bertujuan  untuk  memberikan  jaminan  hak
bermukim dengan tanpa menggusur penghuni lama.

  Pasal 63
Cukup jelas. 

  Pasal 64
Cukup jelas.

  Pasal 65
Cukup jelas. 

  Pasal 66
Cukup jelas.

  Pasal 67
Cukup jelas.

  Pasal 68
Cukup jelas.

  Pasal 69
Cukup jelas.

  Pasal 70
Cukup jelas.

  Pasal 71
Cukup jelas.

  Pasal 72
Cukup jelas.

  Pasal 73
Cukup jelas.


Pasal 74 …

- 30 -

  
Pasal 74
Cukup jelas.

  Pasal 75
Cukup jelas.

  Pasal 76
Cukup jelas.
  
  Pasal 77
Cukup jelas.

  Pasal 78
Cukup jelas.

  Pasal 79
Cukup jelas.

  Pasal 80
Cukup jelas.

  Pasal 81
Cukup jelas.

  Pasal 82
Cukup jelas.

  Pasal 83
Cukup jelas.

  Pasal 84
      Cukup jelas.

  Pasal 85
   Ayat (1)  
   Huruf a
Pemberian  insentif  dimaksudkan  untuk  mendorong  setiap
orang  agar  memanfaatkan  kawasan  permukiman  sesuai
dengan fungsinya. 
Huruf b ...

- 31 -


   Huruf b
Pengenaan  disinsentif  dimaksudkan  untuk  mencegah
pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimana
mestinya oleh setiap orang. 

   Huruf c
Pengenaan  sanksi  dimaksudkan  untuk  mencegah  dan
melakukan  tindakan  sebagai  akibat  dari  pemanfaatan
kawasan permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oleh
setiap orang. 
  Ayat (2)  
   Cukup jelas.

  Ayat (3)  
   Cukup jelas.

  Ayat (4)  
   Cukup jelas.

  Ayat (5)  
   Cukup jelas.

Pasal 86
Ayat (1)  
Yang  dimaksud  dengan  “pemeliharaan  dan  perbaikan”  adalah  upaya
menjaga kondisi prasarana, sarana, dan utilitas umum secara terpadu
dan  terintegrasi  melalui  perawatan  rutin  dan  pemeriksaan  secara
berkala agar dapat berfungsi secara memadai. 

Ayat (2)  
Cukup jelas.

Ayat (3)  
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.


Pasal 88 ...

- 32 -


Pasal 88
Ayat (1)  
Yang  dimaksud  dengan  “perawatan”  adalah  proses
menjaga/mempertahankan fungsi rumah serta prasarana, sarana, dan
utilitas  umum  termasuk  memperbaiki  jika  terjadi  kerusakan,  yang
dilakukan secara rutin.

Yang  dimaksud  dengan  “pemeriksaan  secara  berkala”  adalah  proses
memeriksa  kondisi  fisik  rumah  serta  prasarana,  sarana,  dan  utilitas
umum  dalam  jangka  tertentu  sesuai  dengan  umur  konstruksi,  untuk
mengetahui masih dapat berfungsinya rumah serta prasarana, sarana,
dan utilitas umum tersebut.

Ayat (2)  
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi atau pemugaran” adalah kegiatan
perbaikan  rumah  serta  prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum  jika
terjadi kerusakan untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas.



Ayat (2) ...

- 33 -


  Ayat (2)  
Prinsip  kepastian  bermukim  dilaksanakan  dengan  cara
menghindari  penggusuran  paksa  yang  tidak  manusiawi,  serta
mengutamakan  cara  memandang  tempat  tinggal  sebagai hak
dasar.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang  dimaksud  dengan  “pendampingan”  adalah  kegiatan
pelayanan  kepada  masyarakat  dalam  bentuk  pembimbingan,
penyuluhan, dan bantuan teknis untuk mewujudkan kesadaran
masyarakat  dalam  mencegah  tumbuh  berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Yang  dimaksud  dengan  “pelayanan  informasi”  adalah  kegiatan
pelayanan  kepada  masyarakat  dalam  bentuk  pemberitaan  hal-hal  terkait  upaya  pencegahan  perumahan  kumuh  dan
permukiman  kumuh,  meliputi  rencana  tata  ruang,  perizinan,
standar perumahan dan permukiman.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97 …

- 34 -


Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Ayat (1)  
Huruf a
   Cukup jelas. 

Huruf b
   Cukup jelas. 

Huruf c
   Cukup jelas. 

Huruf d
Yang  dimaksud  dengan  “tingkat  keteraturan  dan  kepadatan
bangunan”  adalah  kesesuaian  koefisien  dasar  bangunan  dan
koefisien  lantai  bangunan  dengan  persyaratan  yang  ditetapkan
oleh setiap daerah.

Huruf e
   Cukup jelas. 

Huruf f
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Ayat (1) 
Lihat penjelasan Pasal 62 ayat (2) huruf c.

Ayat (2) ...

- 35 -


Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “tempat  tinggal”  adalah  tempat  tinggal
sementara  yang  disediakan  bagi  penghuni  perumahan  kumuh  atau
permukiman kumuh selama proses peremajaan. 

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) 
Yang dimaksud dengan “melibatkan peran masyarakat” adalah upaya
mengikutsertakan masyarakat dalam proses peremajaan. 

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas. 

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “difasilitasi oleh pemerintah daerah” adalah
upaya  pemerintah  daerah  untuk  meningkatkan  keswadayaan
masyarakat dalam pengelolaan perumahan, antara lain dalam bentuk
pemberian  pedoman,  pelatihan/penyuluhan,  serta  pemberian
kemudahan dan/atau bantuan.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.


Pasal 106 ...

- 36 -



Pasal 106
Huruf a
Cukup jelas. 

Huruf b
Cukup jelas. 

Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “peralihan  hak  atas  tanah”  adalah  proses
jual  beli  hak  atas  tanah  kepada  pembeli  yang  memenuhi  syarat
sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.
Yang  dimaksud  dengan  “pelepasan  hak  atas  tanah”  adalah
pelepasan yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah  menjadi
tanah  yang  langsung  dikuasai  oleh  negara  karena  pembeli  tidak
memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c …

- 37 -



Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “desain  konsolidasi”  adalah  rancangan
tentang penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah.

Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 111
Ayat (1)  
Tidak  dikenakan  bea  perolehan  hak  atas  tanah  dan  bangunan
karena  pemilik  tanah  telah  menyumbangkan  sebagian  hak  atas
tanahnya  untuk  Sumbangan  Tanah  Untuk  Pembangunan  (STUP)
dan Tanah Pengganti Biaya Pembangunan (TPBP).
 
Ayat (2)  
Cukup jelas.

Pasal 112
Ayat (1)  
Kerja sama dengan badan hukum dimaksudkan untuk memberikan
peluang  bagi  penggarap  tanah  negara  atau  pemegang  hak  atas
tanah  dapat  bersama-sama  meningkatkan  daya  guna  dan  hasil
guna tanah. 

Ayat (2)  
Yang  dimaksud  dengan  “prinsip  kesetaraan”  adalah  persamaan
kedudukan antara penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak
atas  tanah  dan  badan  hukum  yang  bekerja  sama  dalam
pelaksanaan konsolidasi tanah dengan prinsip saling memerlukan,
memercayai,  memperkuat,  dan  menguntungkan  yang  dilakukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. 
Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” adalah notaris. 

Pasal 113
Cukup jelas.


Pasal 114 …

- 38 -



Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas. 

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” adalah notaris.


Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 115
    Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemanfaatan” adalah upaya memfungsikan
tanah  barang  milik  negara  atau  tanah  barang  milik  daerah  untuk
kepentingan pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.

     Ayat (2)
                 Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  “sistem  pembiayaan”  adalah  sistem  yang
mengatur  pengerahan,  pemupukan,  penyaluran,  dan  pemanfaatan
dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan
dana yang dilaksanakan oleh lembaga keuangan dengan atau tanpa
kemudahan dan/atau bantuan.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 119 ...

- 39 -


Pasal 119
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “sumber  dana  lainnya”  adalah  dana  yang
dihasilkan  dari  perjanjian  atau  kesepakatan  bersama  yang  dapat
berupa hibah atau bantuan, pinjaman, baik dari sumber dana dalam
negeri maupun luar negeri.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Ayat (1) 
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “pembiayaan  primer  perumahan” adalah
pembiayaan  di  sisi  pasokan  pada  saat  kredit  atau  pembiayaan
pembangunan  rumah,  perumahan,  permukiman  dan  lingkungan
hunian diterbitkan; dan di sisi permintaan kredit atau pembiayaan
perolehan  rumah  diterbitkan  yang  dilaksanakan  oleh  bank
dan/atau lembaga keuangan bukan bank.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “pembiayaan sekunder perumahan” adalah
penyelenggaraan  kegiatan  penyaluran  dana  jangka  menengah
dan/atau  panjang  kepada  lembaga  keuangan  penerbit  kredit
dengan  melakukan  sekuritisasi.  Sekuritisasi  yaitu  transformasi
aset  yang  tidak  likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset 

keuangan ...

- 40 -


keuangan  dari  lembaga  keuangan  penerbit  kredit  dan penerbitan
efek beragun aset. 

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Ayat (1) 
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “dana  masyarakat”  adalah  dana yang
berasal  dari  masyarakat  yang  disimpan  di  lembaga  keuangan
dalam  bentuk  giro,  deposito  berjangka,  sertifikat  deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.

Huruf b
Yang  dimaksud  dengan  “dana  tabungan  perumahan”  adalah
simpanan  yang  dilakukan  secara  periodik  dalam  jangka  waktu
tertentu,  yang  penarikannya  hanya  dapat  dilakukan  menurut
syarat  tertentu  yang  disepakati  sesuai  dengan  perjanjian,  dan
digunakan  untuk  mendapatkan  akses  kredit  atau  pembiayaan
untuk    pembangunan  dan  perbaikan  rumah,  serta  pemilikan
rumah dari lembaga keuangan.
Apabila  tabungan  perumahan  telah  melembaga,  dana  APBN
untuk pembiayaan murah jangka panjang dapat dihentikan.
Yang  dimaksud  dengan  “hasil  investasi”  adalah  hasil  investasi
atas kelebihan likuiditas pada instrumen investasi yang aman,
berupa deposito dan surat utang negara.

Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “dana  lainnya”  adalah  dana  yang  sah
sesuai peraturan perundangan yang berasal dari selain butir a
dan  butir  b,  yang  antara  lain  dapat  berupa  dana  investor
institusional  (seperti  perusahaan  asuransi  dan  perusahaan
pengelola  dana  pensiun)  di  pasar  modal;  dan  dana  APBN  pos
pembiayaan khusus untuk perumahan.

Ayat (2) 
Cukup jelas.
Ayat (3) ...

- 41 -


Ayat (3)
Yang  dimaksud  dengan  “lembaga  keuangan  bukan  bank” adalah
lembaga  keuangan  yang  mengelola  tabungan  perumahan  seperti
Bapertarum-PNS  (Badan  Pertimbangan  Tabungan  Perumahan-PNS)
dan tabungan perumahan untuk TNI/Polri.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemanfaat atau pengguna” adalah MBR yang
memperoleh  kemudahan  dan  bantuan  berupa  pembiayaan
perumahan.

Ayat (3)
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “kemudahan  atau  bantuan  berupa
skema  pembiayaan”  adalah  kemudahan  atau  bantuan  dalam
mendapatkan  akses  kredit/pembiayaan,  keterjangkauan
pengembalian kredit/pembiayaan yang dikaitkan dengan skema
pembiayaan  melalui  keringanan  dalam  uang  muka  dan/atau;
suku bunga; dan/atau jangka waktu pengembalian.

Huruf b
Yang  dimaksud  dengan  “kemudahan  atau  bantuan  berupa
penjaminan  atau  asuransi”  adalah  kemudahan  atau  bantuan
dalam  mendapatkan  akses  kredit/pembiayaan  yang  dikaitkan
dengan   pengurangan   potensi   resiko   kredit   yang   dihadapi 

lembaga ...

- 42 -


lembaga  keuangan  dalam    menerbitkan  kredit/pembiayaan
pemilikan rumah dan perbaikan rumah.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “kemudahan atau bantuan berupa dana
murah jangka panjang” adalah ketersediaan dana dengan suku
bunga  terjangkau  yang  sekaligus  mampu  menanggulangi
ketidaksesuaian  antara  jangka  waktu  sumber  biaya  berupa
tabungan,  giro,  deposito  dengan  jangka  waktu  pengembalian
atau tenor kredit pemilikan rumah.

Ayat (4)
Cukup jelas.  

Pasal 127
Ayat (1)
Cukup jelas.  

Ayat (2)
Yang  termasuk  lembaga  keuangan  sebagai  penyalur  kredit  atau
pembiayaan antara lain berupa bank dan Perusahaan Pembiayaan. 
      
Pasal 128
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “sekuritisasi” adalah transformasi aset yang
tidak liquid menjadi liquid dengan cara pembelian aset keuangan dari
kreditor asal dan penerbit efek beragun aset.

Ayat (4)
Cukup jelas.



Pasal 129 ...

- 43 -


Pasal 129
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “informasi”  adalah  pengetahuan  tentang
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang antara
lain  meliputi  peraturan,  kebijakan,  program,  kegiatan,  informasi
kebutuhan  dan  penyediaan  rumah,  serta  sumber  daya  yang  dapat
diakses.

Huruf d
Yang  dimaksud  dengan  “manfaat”  adalah  keuntungan  sebagai
dampak  dari  penyelenggaraan  perumahan  dan  kawasan
permukiman,  antara  lain  melalui  kesempatan  berusaha,  peran
masyarakat, dan pemanfaatan hasil pembangunan.

Huruf e
Yang  dimaksud  dengan  “penggantian  yang  layak  atas  kerugian”
adalah kompensasi yang diberikan kepada setiap orang yang terkena
dampak kerugian akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.  Penggantian  tersebut  mengacu  pada  ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Ayat (1) 
Yang  dimaksud  dengan  “peran  masyarakat  dalam  penyelenggaraan
perumahan  dan  kawasan  permukiman”  adalah  pelibatan setiap
pelaku  pembangunan  dalam  upaya  pemenuhan  kebutuhan
perumahan bagi seluruh masyarakat. 
Ayat (2) ...

- 44 -


Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Dalam  rangka  mendorong  peran  masyarakat,  forum  pengembangan
masyarakat dapat melakukan satu atau lebih fungsi dan tugas sesuai
dengan kewenanganannya.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas. 

Pasal 134
Lihat penjelasan Pasal 42 ayat (2) huruf b.

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140
Yang  dimaksud  dengan  “tempat  yang  berpotensi  dapat menimbulkan
bahaya”  antara  lain,  sempadan  rel  kereta  api,  bawah  jembatan,  daerah
Saluran  Udara  Tegangan  Ekstra  Tinggi  (SUTET),  Daerah  Sempadan
Sungai (DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan khusus seperti
kawasan militer.

Pasal 141 …

- 45 -



Pasal 141
Cukup jelas.

Pasal 142
Cukup jelas.

Pasal 143
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Ayat (1)
Yang  dimaksud  dengan  “menjual  kaveling  tanah  matang  tanpa
rumah”  adalah  suatu  kegiatan  badan  hukum  yang  dengan  sengaja
hanya memasarkan kaveling tanah matang kepada konsumen tanpa
membangun  rumah  terlebih  dahulu.  Penjualan  kaveling  tanah
matang  kepada  konsumen  hanya  dapat  dilakukan  apabila  badan
hukum tersebut telah membangun perumahan sekurang-kurangnya
25% (dua puluh lima persen) dari rencana pembangunan perumahan
di  Lisiba  dan  dalam  keadaan  terjadi  krisis  moneter nasional  yang
berakibat pada kesulitan likuiditas pada badan hukum tersebut. 

Ayat (2) 
Cukup jelas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.

Pasal 150 …

- 46 -


Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155
Cukup jelas.

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Cukup jelas.

Pasal 160 
Cukup jelas.

Pasal 161
Cukup jelas.

Pasal 162
Cukup jelas.

Pasal 163 …

- 47 -


Pasal 163
Cukup jelas.

Pasal 164
Cukup jelas.

Pasal 165
Cukup jelas.

Pasal 166
Cukup jelas.

Pasal 167
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5188