Selasa, 13 Maret 2012

Nasib PNS Bakal Berubah Total dengan RUU Aparatur Sipil Negara

Para abdi negara dan abdi masyarakat, alias pegawai negeri sipil alias PNS akan mengalami perubahan total dalam segala hal terkait keberadaannya apabila rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) lolas dalam pembahasan di DPR-RI. Dalam rancangan UU tersebut antara lain mengatur asa, prinsip, nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur sipil negara. Juga mengatur, tugas, fungsi dan peran ANS.
ANS dalam hal ini adalah para pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai tidak tetap pemerintah (PTTP) alias tenaga honorer.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca isi RUU ANS di bawah ini.

 
RANCANGAN 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN ...
TENTANG 
APARATUR SIPIL NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang  : a.  bahwa  dalam  rangka  pelaksanaan  cita-cita  bangsa  sebagaimana
tercantum  dalam  pembukaan  Undang-Undang  Dasar  Negara
Republik  Indonesia  Tahun  1945,  perlu  dibangun  aparatur  sipil
negara  yang  profesional,  bebas  dari  intervensi  politik,  bersih  dari
praktik  korupsi,  kolusi,  dan  nepotisme,  serta  mampu
menyelenggarakan  pelayanan  publik  bagi  masyarakat  dan  mampu
menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
    b.  bahwa  pelaksanaan  manajemen  aparatur  sipil  negara  belum
berdasarkan  pada  perbandingan  antara  kompetensi  dan  kualifikasi
yang  diperlukan  oleh  jabatan  dengan  kompetensi  dan  kualifikasi
yang  dimiliki  calon  dalam  rekrutmen,  pengangkatan,  penempatan,
dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan
yang baik;
    c.  bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian  sebagaimana  telah  diubah  dengan  Undang-Undang
Nomor  43  Tahun  1999  tentang  Perubahan atas Undang-Undang
Nomor  8  Tahun  1974  tentang  Pokok-Pokok  Kepegawaian  sudah
tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu
diganti;   
    d.  bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana  dimaksud  dalam
huruf  a,  huruf  b,  dan  huruf  c  perlu  membentuk  Undang-Undang
tentang Aparatur Sipil Negara;

Mengingat  : Pasal  20  ayat  (1),  ayat  (2),  dan  Pasal  21  Undang-Undang  Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan  : UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Aparatur  Sipil  Negara  yang  selanjutnya  disingkat  ASN  adalah  profesi  bagi pegawai  negeri  sipil dan pegawai  tidak  tetap  pemerintah yang  bekerja  pada instansi dan perwakilan.
2.  Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah pegawai  negeri  sipil  dan  pegawai  tidak  tetap  pemerintah  yang  diangkat  oleh pejabat yang berwenang.
3.  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  selanjutnya  disingkat  PNS  adalah  warga  negara Indonesia  yang  memenuhi  persyaratan  dan  diangkat  oleh  pejabat  yang berwenang.
4.  Pegawai  Tidak  Tetap  Pemerintah  adalah  warga  negara  Indonesia  yang memenuhi  persyaratan  dan  diangkat  oleh  pejabat  yang  berwenang  sebagai Pegawai ASN.
5.  Manajemen  ASN adalah  pengelolaan  ASN  untuk  menghasilkan  Pegawai  ASN yang  profesional,  memiliki  nilai-nilai  dasar,  etika  profesi,  bebas  dari  intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6.  Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai Pegawai ASN  yang  disusun  secara  sistematis,  menyeluruh,  dan  terintegrasi  dengan berbasis teknologi.
7.  Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan.
8.  Aparatur  Eksekutif  Senior  adalah  Pegawai  ASN  yang  menduduki  Jabatan Eksekutif Senior  melalui  seleksi  secara  nasional  yang  dilakukan  oleh  Komisi Aparatur Sipil Negara dan diangkat oleh Presiden
9.  Jabatan  Administrasi  adalah  sekelompok  jabatan  yang  berisi  tugas  pokok  dan fungsi  berkaitan  dengan  pelayanan  administrasi,  manajemen  kebijakan pemerintahan, dan pembangunan.
10. Pegawai  Jabatan  Administrasi  adalah  Pegawai  ASN  yang  menduduki  Jabatan Administrasi pada instansi dan perwakilan. 
11. Jabatan  Fungsional  adalah  sekelompok  jabatan  yang  berisi  tugas  pokok  dan fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
12. Pegawai  Jabatan  Fungsional  adalah  Pegawai  ASN  yang  menduduki  Jabatan Fungsional pada instansi dan perwakilan.
13. Pejabat  yang  Berwenang  adalah  pejabat  karier  tertinggi  pada  instansi  dan perwakilan.
14. Instansi adalah instansi pusat dan instansi daerah.
15. Instansi  Pusat  adalah  kementerian,  lembaga  pemerintah  non-kementerian,kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non-struktural.
16. Instansi  Daerah  adalah  perangkat  daerah  provinsi  dan  perangkat  daerah kabupaten/kota yang meliputi  sekretariat  daerah,  sekretariat  Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
17. Perwakilan  adalah  perwakilan  Republik  Indonesia  di  luar  negeri  yang  meliputi Kedutaan  Besar  Republik  Indonesia,  Konsulat  Jenderal  Republik  Indonesia, Konsulat  Republik  Indonesia,  Perutusan  Tetap  Republik  Indonesia  pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Perwakilan Republik Indonesia yang bersifat sementara.
18. Menteri  adalah menteri  yang  tugas  dan  tanggung jawabnya  di  bidang pendayagunaan aparatur negara.
19. Komisi Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga negara  yang mandiri, bebas dari intervensi politik, dan diberi kewenangan untuk menetapkan  regulasi  mengenai  profesi  ASN,  mengawasi  Instansi  dan Perwakilan  dalam  melaksanakan  regulasi,  dan  tugas  lain  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat  LAN adalah lembaga yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
21. Badan  Kepegawaian  Negara  yang  selanjutnya  disingkat  BKN  adalah  badan yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI-NILAI DASAR,DAN KODE ETIK

Pasal 2

Penyelenggaraan manajemen ASN dilakukan berdasarkan asas:
a.  kepastian hukum;
b.  profesionalitas;
c.  proporsionalitas;
d.  keterpaduan;
e.  delegasi;
f.  netralitas;
g.  akuntabilitas;
h.  efektif dan efisien;
i.  keterbukaan;
j.  non-diskriminasi;
k.  persatuan dan kesatuan;
l.  keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan. 

Pasal 3

ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip:
a.  nilai dasar;
b.  kode etik;
c.  komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik; 
d.  kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.  kualifikasi akademik;
f.  jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g.  profesionalitas jabatan.

Pasal 4

Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
a.  memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi negara Pancasila; 
b.  setia  dan  mempertahankan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945;
c.  menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
d.  membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
e.  menciptakan lingkungan kerja yang non-diskriminatif;
f.  memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
g.  mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
h.  memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program Pemerintah;
i.  memberikan  layanan  kepada  publik  secara  jujur,  tanggap,  cepat,  tepat,  akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;   
j.  mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
k.  menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama; 
l.  mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
m. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
n.  meningkatkan  efektivitas  sistem  pemerintahan  yang  demokratis  sebagai perangkat sistem karir.

Pasal 5

(1)  Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN.
(2)  Kode  etik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  sesuai  dengan peraturan perundang-undangan. 


BAB III
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN 

Bagian Kesatu
Jenis

Pasal 6

Pegawai ASN terdiri dari:
a.  PNS.
b.  Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.

Bagian Kedua
Status

Pasal 7

(1)  PNS  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 6 huruf  a  merupakan  pegawai  yang berstatus pegawai tetap dan memiliki Nomor Induk Pegawai.
(2)  Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu paling singkat 12 (dua belas) bulan pada Instansi dan Perwakilan.


Bagian Ketiga
Kedudukan

Pasal 8

(1)  Pegawai ASN berkedudukan di pusat, daerah, dan perwakilan luar negeri.
(2)  Pegawai ASN  yang  bekerja  pada  Instansi  Pusat,  Instansi  Daerah,  dan Perwakilan merupakan satu kesatuan ASN.

Pasal 9

(1)  Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi dan Perwakilan.
(2)  Pegawai  ASN  harus  bebas  dari  pengaruh  dan  intervensi  semua  golongan  dan partai politik.


BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN

Bagian Kesatu
Fungsi

Pasal 10

Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a.  pelaksana kebijakan publik;
b.  pelayan publik; dan
c.  perekat bangsa.


Bagian Kedua
Tugas 

Pasal 11

Pegawai ASN bertugas:
a.  melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara;
b.  memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan 
c.  mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Bagian Ketiga
Peran 

Pasal 12

Pegawai ASN  berperan  mewujudkan  tujuan  pembangunan  nasional  melalui pelayanan  publik  yang  profesional,  bebas  dari  intervensi  politik,  dan  bersih  dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 



BAB V
JABATAN ASN

Bagian kesatu
Umum

Pasal 13

Jabatan ASN terdiri dari:
a.  Jabatan Administrasi; 
b.  Jabatan Fungsional; dan
c.  Jabatan Eksekutif Senior. 

Bagian Kedua
Jabatan Administrasi 

Pasal 14

(1)  Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri dari:
a. jabatan pelaksana;
b. jabatan pengawas; dan 
c. jabatan administrator.
(2)  Ketentuan  mengenai  klasifikasi  Jabatan  Administrasi  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15

(1)  Jabatan  pelaksana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  14 ayat  (1) huruf  a bertanggung  jawab  melaksanakan  kegiatan  pelayanan  publik,  administrasi pemerintahan, dan pembangunan.
(2)  Jabatan  pengawas  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 14 ayat  (1) huruf  b bertanggung  jawab  mengawasi  pelaksanaan  kegiatan  yang  dilakukan  oleh pejabat pelaksana. 
(3)  Jabatan  administrator  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  14 ayat  (1) huruf  c bertanggung  jawab  memimpin  pelaksanaan  seluruh  kegiatan  pelayanan  publik, administrasi pemerintahan, dan pembangunan.

Pasal 16

(1)  Setiap  jabatan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 14  ayat  (1) ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
(2)  Penetapan  kompetensi  yang  dibutuhkan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional

Pasal 17

(1)  Jabatan  Fungsional  dalam  ASN  terdiri  dari  jabatan  fungsional  keahlian  dan jabatan fungsional keterampilan.
(2)  Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. ahli pertama;
b. ahli muda; 
c. ahli madya, dan 
d. ahli utama. 
(3)  Jabatan  fungsional  keterampilan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  terdiri dari: 
a. pemula; 
b. terampil; dan 
c. mahir.
(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  jabatan  fungsional  keahlian  dan  jabatan fungsional  keterampilan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dan  ayat  (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Jabatan Eksekutif Senior

Pasal 18

(1)  Jabatan  Eksekutif  Senior  terdiri  dari  pejabat  struktural  tertinggi,  staf  ahli,  analis kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2)  Jabatan  Eksekutif  Senior sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  berfungsi memimpin  dan  mendorong  setiap  Pegawai  ASN  pada  Instansi  dan  Perwakilan melalui:
a.  kepeloporan dalam bidang:
1.  keahlian profesional;
2.  analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
3.  kepemimpinan manajemen.
b.  mengembangkan kerjasama dengan Instansi lain; dan
c.  keteladanan  dalam  mengamalkan  nilai-nilai  dasar  ASN  dan  melaksanakan kode etik ASN.
(3)  Setiap  Jabatan  Eksekutif  Senior  ditetapkan  kompetensi,  kualifikasi,  integritas, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
(4)  Penetapan  kompetensi,  kualifikasi,  integritas,  dan  persyaratan  lain  yang dibutuhkan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.
(5)  Pejabat yang menduduki Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak atas gaji, tunjangan, dan jaminan sosial.
(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  gaji,  tunjangan  dan  jaminan  sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 19

(1)   Pengisian  Jabatan  Eksekutif  Senior  pada  jabatan  struktural  tertinggi kementerian,  kesekretariatan  lembaga  negara,  lembaga  pemerintah  non  kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan. 
(2)  Pengisian  Jabatan  Eksekutif  Senior,  khusus  pada  jabatan  struktural  tertinggi lembaga  pemerintah  non  kementerian,  staf  ahli,  dan  analis  kebijakan  dapat berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3)  Pengisian  Pejabat  Eksekutif  Senior  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dilakukan oleh KASN.
(4)  Pejabat  yang  Berwenang  atau  pimpinan  Instansi  dan  Perwakilan  mengajukan permintaan  pengisian  jabatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  dan mengajukan  kompetensi  dan  kualifikasi  serta  jabatan  yang  lowong  kepada KASN.
(5)  KASN mengumumkan  lowongan  jabatan  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (4) ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan. 
(6)  Calon  Pejabat  Eksekutif Senior  yang  memenuhi  kompetensi,  kualifikasi,  dan persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7)  KASN  melakukan  seleksi  untuk memilih  1  (satu)  orang  calon  Pejabat  Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(8)  Sebelum  menduduki  jabatannya,  calon  Pejabat  Eksekutif  Senior  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (7)  mengucapkan  sumpah/janji  di  hadapan  pimpinan Instansi atau Perwakilan.


BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak

Paragraf 1
Pegawai Negeri Sipil

Pasal 20

Pegawai negeri sipil berhak memperoleh:
a.  gaji,  tunjangan,  dan  kesejahteraan  yang  adil  dan  layak  sesuai  dengan  beban pekerjaan dan tanggung jawabnya;
b.  cuti;
c.  pengembangan kompetensi;
d.  biaya perawatan;
e.  tunjangan  bagi  yang  menderita  cacat  jasmani  atau  cacat  rohani  dalam  dan sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun; 
f.  uang duka; dan
g.  pensiun  bagi  yang  telah  mengabdi  kepada  negara  dan  memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Paragraf 2
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah

Pasal 21

(1)  Pegawai Tidak Tetap Pemerintah berhak memperoleh:
a.  honorarium  yang  adil  dan  layak  sesuai  dengan  beban  pekerjaan  dan tanggung jawabnya;
b.  tunjangan;
c.  cuti;
d.  pengembangan kompetensi;
e.  biaya kesehatan; dan
f.  uang duka.
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  hak  Pegawai  Tidak  Tetap  Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 22

Pegawai ASN wajib:
a.  setia  dan  taat  kepada  Pancasila,  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.  menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c.  menaati semua ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.  melaksanakan  tugas  kedinasan  yang  dipercayakan  kepadanya  dengan  penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
e.  menunjukkan  integritas  dan  keteladanan  dalam  sikap,  perilaku,  tindakan,  dan ucapan kepada setiap orang baik di dalam maupun di luar kedinasan; dan
f.  menyimpan  rahasia  jabatan  dan hanya  dapat  mengemukakan  rahasia  jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB VII
KELEMBAGAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 23

(1)  Presiden  sebagai  pemegang  kekuasaan  pemerintahan  merupakan  pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan dan manajemen ASN.
(2)  Untuk  melakukan  pembinaan  profesi  dan  Pegawai  ASN,  Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaan pembinaan dan manajemen ASN kepada:
a.  Menteri,  berkaitan  dengan  kewenangan  perumusan  kebijakan  umum pendayagunaan Pegawai ASN;
b.  KASN,  berkaitan  dengan  kewenangan  perumusan  kebijakan  pembinaan profesi ASN dan pengawasan pelaksanaannya pada Instansi dan Perwakilan; 
c.  LAN,  berkaitan  dengan  kewenangan  penelitian  dan  pengembangan administrasi  pemerintahan  negara,  pembinaan  pendidikan  dan  pelatihan Pegawai  ASN,  dan  penyelenggaraan  pendidikan  dan  pelatihan  untuk penjenjangan Aparatur Sipil Negara; dan
d.  BKN,  berkaitan  dengan  kewenangan  pembinaan  manajemen Pegawai  ASN, penyusunan  materi  seleksi  umum  calon  Pegawai  ASN,  pembinaan  Pusat Penilaian  Kinerja Pegawai  ASN,  pemeliharaan  dan  pengembangan  Sistem Informasi  Pegawai  ASN,  dan  pembinaan  pendidikan  fungsional  analis
kepegawaian.

Pasal 24

Menteri  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  23  ayat  (2)  huruf  a  berwenang menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN sebagai berikut:
a.  menetapkan  analisis  keperluan  Pegawai  ASN  untuk  semua  Instansi  dan Perwakilan;
b.  menetapkan klasifikasi jabatan Pegawai ASN;
c.  menetapkan skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN;
d.  menetapkan sistem pensiun Pegawai ASN;
e.  melakukan  pemindahan  Pegawai  ASN  antarjabatan,  antardaerah,  dan  antar-Instansi; 
f.  memberhentikan  sementara  Pegawai  ASN  yang  diangkat  sebagai  Pejabat Negara dari status kepegawaiannya; 
g.  mengaktifkan status kepegawaian Pegawai ASN yang telah menyelesaikan tugas sebagai Pejabat Negara;
h.  mengangkat  kembali  Pegawai  ASN  yang  telah  menyelesaikan  masa  bakti sebagai Pejabat Negara pada jabatan ASN;
i.  menindak  Pejabat  yang  Berwenang  atas  penyimpangan  terhadap  tata  cara manajemen  Pegawai  ASN  yang  ditetapkan  dengan  peraturan  perundang-undangan; dan   
j.  mengoordinasi pelaksanaan tugas BKN dan LAN.

Bagian Kedua
KASN

Paragraf 1
Sifat

Pasal 25

KASN merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. 



Paragraf 2
Tujuan

Pasal 26

KASN bertujuan:
a.  meningkatkan  kekuatan  dan  kemampuan  ASN  dalam  penyelenggaraan pelayanan  publik,  melaksanakan  tugas  pemerintahan  dan  pembangunan  untuk mencapai tujuan negara; 
b.  menjamin agar ASN bebas dari campur tangan politik;
c.  mendorong  penyelenggaraan  negara  dan  pemerintahan  negara  yang  efektif, efisien, jujur, terbuka, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; 
d.  menciptakan  sistem  kepegawaian  sebagai  perekat  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia; 
e.  membangun    ASN  yang  profesional,  berkemampuan  tinggi,  berdedikasi,  dan terdepan dalam manajemen kebijakan publik; 
f.  mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera; dan
g.  melakukan pembinaan Pejabat Eksekutif Senior.

Paragraf 3
Kedudukan

Pasal 27

KASN berkedudukan di ibukota negara.


Paragraf 4
Fungsi

Pasal 28

KASN  berfungsi  menetapkan  peraturan  mengenai  profesi  ASN  dan  mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan.

Paragraf 5
Tugas

Pasal 29

KASN bertugas:
a.  mempromosikan nilai-nilai dasar dan kode etik ASN;
b.  mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai dasar ASN oleh Instansi dan Perwakilan;
c.  menyusun pedoman analisis keperluan pegawai;
d.  memberikan  pertimbangan  kepada  Menteri  dalam  penetapan  kebutuhan pegawai;
e.  mengusulkan  calon  Pejabat  Eksekutif  Senior  terpilih  pada  Instansi  dan Perwakilan kepada Presiden untuk ditetapkan;
f.  menyusun,  meninjau  ulang,  dan  mengevaluasi  kebijakan  dan  kinerja  ASN  pada Instansi dan Perwakilan;  
g.  mengevaluasi  sistem  dan  mekanisme  kerja  Instansi  dan  Perwakilan  untuk menjamin  pelaksanaan  peraturan  perundang-undangan  mengenai  disiplin  ASN; dan
h.  melakukan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6
Wewenang

Pasal 30

KASN berwenang: 
a.  menetapkan peraturan mengenai kebijakan pembinaan profesi ASN;
b.  melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan pembinaan profesi ASN; 
c.  melakukan penyelidikan  terhadap  dugaan  pelanggaran  peraturan-peraturan pembinaan profesi ASN;
d.  melakukan manajemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior;
e.  menerima  pengaduan  atau  masukan  dari  kepala  daerah  mengenai  kinerja  Pejabat yang Berwenang;
f.  melakukan mediasi antara kepala daerah dengan Pejabat yang Berwenang di daerah; dan
g.  melakukan  penggantian  Pejabat  yang  Berwenang  pada  Instansi  daerah  apabila diperlukan.   

Pasal 31

KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya termasuk yang terkait dengan kebijakan dan kinerja ASN pada setiap akhir tahun kepada Presiden.

Paragraf 7
Susunan

Pasal 32

(1)  KASN terdiri atas:
a.  1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b.  1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
c.  5 (lima) orang anggota.
(2)  Dalam  hal  Ketua  KASN  berhalangan,  Wakil  Ketua  KASN  menjalankan  tugas  dan wewenang Ketua KASN.

Pasal 33

(1)  KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh asisten KASN.
(2)  Asisten  KASN  diangkat  dan  diberhentikan  oleh  Ketua  KASN  berdasarkan persetujuan rapat anggota KASN.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  syarat  dan  tata  cara  pengangkatan  dan pemberhentian  serta  tugas  dan  tanggung  jawab  asisten  KASN  diatur  dengan Peraturan KASN.


Pasal 34

(1)  KASN  dibantu  oleh  sebuah  sekretariat  yang  dipimpin  oleh  seorang  Sekretaris  Jenderal.
(2)  Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul KASN.
(3)  Syarat  dan  tata  cara  pengangkatan  dan  pemberhentian  Sekretaris  Jenderal  KASN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  kedudukan,  susunan  organisasi,  fungsi,  tugas, wewenang,  dan  tanggung  jawab  Sekretariat  Jenderal  diatur  dengan  Peraturan Presiden.

Paragraf 8
Keanggotaan

Pasal 35

(1)  Anggota KASN terdiri dari unsur sebagai berikut:
a.  wakil pemerintah sebanyak 1 (satu) orang; 
b.  akademisi sebanyak 2 (dua) orang;
c.  tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang; 
d.  wakil organisasi ASN sebanyak 1 (satu) orang; dan
e.  wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang. 
(2)  Anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.  warga negara Indonesia; 
b.  setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.  berusia  sekurang-kurangnya  40  (empat  puluh)  tahun  dan  setinggi-tingginya berusia 60 (enam puluh) tahun;
d.  tidak menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik;
e.  sehat jasmani dan rohani;
f.  memiliki  kemampuan,  pengalaman,  dan/atau  pengetahuan  di  bidang manajemen ASN; 
g.  berpendidikan paling rendah pascasarjana (strata dua) di bidang administrasi negara, manajemen publik, ilmu hukum, dan/atau ilmu pemerintahan; dan
h.  tidak pernah dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan  hukum  yang  tetap  karena  melakukan  tindak  pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Paragraf 9
Seleksi Anggota KASN

Pasal 36

(1)  Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang dibentuk oleh Menteri.
(2)  Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri.
(3)  Anggota tim seleksi harus memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang ASN. 
(4)  Tim seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden.

Paragraf 10
Pengangkatan dan pemberhentian

Pasal 37

(1)  Presiden menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4).
(2)  Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3)  Anggota  KASN  berhenti  atau  diberhentikan  oleh  Presiden  pada  masa  jabatannya, apabila:
a.  meninggal dunia;
b.  mengundurkan diri;
c.  tidak sehat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota KASN; 
d.  dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau
e.  menjadi anggota partai politik dan/atau menduduki jabatan negara.

Pasal 38

(1)  Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) digantikan oleh calon anggota yang diusulkan oleh tim seleksi.
(2)  Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh menteri.
(3)  Tim  seleksi  mengusulkan  calon  anggota  pengganti  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) dengan memperhatikan unsur keanggotaan KASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) kepada Presiden.
(4)  Presiden mengesahkan anggota pengganti yang diusulkan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)  Masa  tugas  anggota  pengganti  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4) meneruskan sisa masa kerja anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Ketiga
LAN

Paragraf 1
Tugas dan Fungsi

Pasal 39

LAN bertugas:
a.  pengkajian  dan  penyusunan  kebijakan  nasional  tertentu  di  bidang  administrasi negara; 
b.  pengkajian  kinerja kelembagaan  dan  sumber  daya  aparatur  dalam  rangka pembangunan  administrasi  negara  dan  peningkatan  kualitas  sumber  daya aparatur; 
c.  pengkajian  dan  pengembangan  manajemen  kebijakan  dan  pelayanan  di  bidang pembangunan administrasi negara; 
d.  penelitian  dan  pengembangan  administrasi  pembangunan  dan  otomasi administrasi negara; 
e.  pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparatur negara; 
f.  koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAN; 
g.  fasilitasi  dan  pembinaan  terhadap  kegiatan  instansi  pemerintah  di  bidang administrasi negara; dan
h.  penyelenggaraan  pembinaan  dan  pelayanan  administrasi  umum  di  bidang perencanaan  umum,  ketatausahaan,  organisasi  dan  tata  laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. 

Pasal 40

LAN berfungsi:
a.  penyusunan rencana program nasional di bidangnya; 
b.  perumusan  kebijakan  di  bidangnya  untuk  mendukung  pembangunan  secara makro; dan
c.  penetapan sistem informasi di bidangnya.

Paragraf 2
Kedudukan

Pasal 41

LAN berkedudukan di ibukota negara.

Paragraf 3
Kewenangan

Pasal 42

LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 berwenang:
a.  melakukan kegiatan pengkajian;
b.  merencanakan  dan  menyelenggarakan  pembinaan  pendidikan  dan  pelatihan untuk pengembangan kapasitas ASN; 
c.  menyelenggarakan lembaga pendidikan Aparatur Sipil Negara;
d.  perumusan  dan  pelaksanaan  kebijakan  tertentu  di  bidang  administrasi  negara; dan
e.  penyusunan  standar  dan  pedoman  penyelenggaraan  dan  pelaksanaan pendidikan, pelatihan  fungsional  dan  penjenjangan  tertentu  serta  pemberian akreditasi dan sertifikasi di bidangnya.


Bagian Keempat
BKN

Paragraf 1
Tugas dan Fungsi


Pasal 43

BKN bertugas:
a.  membantu  Presiden  dalam  penyelenggaraan  manajemen  kepegawaian  negara dalam rangka terciptanya sumber daya manusia Aparatur Negara yang profesional serta  berkualitas  dan  bermoral tinggi,  guna  mendukung  kelancaran  pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan; dan
b.  menyimpanan  informasi  yang  telah  dimutakhirkan  oleh Instansi  dan  Perwakilan serta bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.

Pasal 44

BKN berfungsi:
a.  penyusunan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian negara;
b.  perencanaan pengembangan kepegawaian negara;
c.  penyusunan kebijakan penggajian dan penghargaan bagi Pegawai Negeri Sipil;
d.  penyusunan  norma  dan  standar  baik  teknis  maupun  profesional  bagi  jabatan negeri;
e.  penyediaan  calon  pejabat  struktural  dan  fungsional  tertentu  bagi  semua  instansi pemerintah termasuk untuk Daerah Otonom;
f.  pengawasan  dan  pengendalian  pendidikan  dan  pelatihan  kepemimpinan  sumber daya manusia Aparatur Negara;
g.  penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian;
h.  pembangunan  dan  pengembangan  sistem  informasi  kepegawaian  negara, pengelolaan  dan  pengolahan  data  dan  penyajian  informasi  yang  mendukung pengembangan sumber daya manusia Aparatur Negara;
i.  penyelenggaraan  administrasi  sumber  daya  manusia  Aparatur  Pemerintah  yang meliputi  pemberian  pertimbangan,  persetujuan  dan/atau  penetapan  mutasi kepegawaian dan pensiun;
j.  perumusan,  pelaksanaan  dan  koordinasi  sistem  pengawasan  kepegawaian  yang efektif dan efisien berdasarkan prinsip akuntabilitas;
k.  pemberian  bimbingan  teknsi  pelaksanaan  peraturan  perundang-undangan  di bidang kepegawaian kepada instansi pemerintah;
l.  koordinasi  penyelenggaraan  pendidikan  dan  pelatihan  di  bidang  kepegawaian dengan instansi pemerintah; dan
m. penyelenggaraan  administrasi  kepegawaian  pajabat  negara  dan  mantan pejabat negara.


Paragraf 2
Kedudukan

Pasal 45

BKN berkedudukan di ibukota negara.

Paragraf 3
Kewenangan

Pasal 46

BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berwenang:
a.  menyelenggarakan pembinaan dan manajemen kepegawaian ASN; 
b.  menyusun materi seleksi umum calon Pegawai ASN;
c.  menyelenggarakan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN; 
d.  pembinaan pendidikan fungsional analis kepegawaian; dan
e.  memelihara  dan  mengembangkan  Sistem  Informasi  Pegawai  ASN  melalui pengumpulan data dan pencatatan informasi Pegawai ASN, pemberian informasi data Pegawai ASN, dan penataan administrasi Pegawai ASN.


BAB VIII
MANAJEMEN 

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 47

Manajemen  ASN  meliputi Manajemen  PNS dan Manajemen  Pegawai  Tidak  Tetap Pemerintah.

Bagian Kedua
Manajemen PNS

Pasal 48

(1)  Manajemen PNS meliputi:
a.  penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah; 
b.  pengadaan; 
c.  jabatan;
d.  pola karier; 
e.  penggajian;
f.  tunjangan;
g.  kesejahteraan;
h.  penghargaan;
i.  sanksi;
j.  pemberhentian; 
k.  pensiun; dan 
l.  perlindungan.
(2)  Manajemen PNS di  daerah  dilaksanakan  oleh  pemerintah  daerah  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Paragraf 1
Penetapan Kebutuhan dan Pengendalian Jumlah

Pasal 49

Penetapan  kebutuhan PNS merupakan analisis  keperluan  jumlah,  jenis,  dan  status PNS yang  diperlukan  untuk  melaksanakan  tugas  utama  secara  efektif  dan  efisien untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.

Pasal 50

(1)  Pejabat yang berwenang pada Instansi mengusulkan kebutuhan PNS di Instansi masing-masing kepada Menteri serta mengirim tembusan kepada KASN.
(2)  Kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebutuhan pegawai administrasi, pegawai fungsional, maupun untuk mengisi Jabatan Eksekutif Senior.
(3)  Pengusulan  kebutuhan PNS  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan berdasarkan analisis keperluan pegawai.
(4)  Menteri  menetapkan  kebutuhan  PNS  secara  nasional  setelah  mendapat pertimbangan dari KASN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keuangan.
(5)  Penetapan  kebutuhan PNS  oleh  Menteri  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4) dilakukan  sebagai  wujud  tanggung  jawab  pengendalian  jumlah PNS dan  menjaga proporsionalitas PNS antar-Instansi. 
(6)  Menteri  mengumumkan  penetapan  kebutuhan PNS sebagaimana  dimaksud pada ayat (5).
(7)  Ketentuan  mengenai  pedoman  penyusunan  analisis  keperluan  pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan KASN.

Paragraf 2
Pengadaan 

Pasal 51

(1)  Pengadaan calon PNS merupakan kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong.
(2)  Pengadaan calon PNS di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yangd itetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4).
(3)  Pengadaan calon PNS sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  melalui tahapan  perencanaan,  pengumuman  lowongan,  pelamaran,  seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS.

Pasal 52

Setiap Instansi merencanakan pelaksanaan pengadaan calon PNS.
Pasal 53

Setiap  Instansi  mengumumkan  secara  terbuka  kepada  masyarakat  mengenai adanya lowongan jabatan calon PNS.

Pasal 54

(1)  Setiap  warga  negara  Indonesia  mempunyai  kesempatan  yang  sama  untuk melamar menjadi calon PNS setelah memenuhi persyaratan.
 (2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri dengan pertimbangan KASN.

Pasal 55

(1)  Seleksi penerimaan calon PNS dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan untuk mengevaluasi  secara  obyektif  kompetensi,  kualifikasi,  dan  persyaratan  yang dibutuhkan oleh jabatan, dan yang dimiliki oleh pelamar. 
(2)  Seleksi  calon PNS terdiri  dari  3  (tiga)  tahap,  yaitu  seleksi  administrasi,  seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3)    Seleksi  administrasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dilaksanakan  oleh  Instansi  atau  Perwakilan  masing-masing  untuk  memeriksa  kelengkapan  persyaratan.
(4)  Instansi  atau  Perwakilan  yang  menerima  pendaftaran  calon  PNSmemberikan nomor  peserta  penyaringan  bagi  pelamar  yang  sudah  lulus  persyaratan administrasi.
(5)  Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing dengan materi yang disusun oleh BKN.
(6)   Seleksi  khusus  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diselenggarakan  oleh Instansi  atau  Perwakilan  dilakukan  dengan  membandingkan  secara  obyektif kualifikasi  dan  kompetensi  yang  dipersyaratkan  oleh  jabatan  dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar. 

Pasal 56

Pengumuman tahapan seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi masing-masing.

Pasal 57

Calon PNS yang lulus seleksi wajib menjalani masa percobaan.

Pasal 58

(1)  Masa  percobaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 57 bagi  calon  pegawai administratif  dan  calon  pegawai  fungsional  yang  lulus  seleksi  dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan selama 1 (satu) tahun.
(2)  Pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  dalam  bentuk pendidikan  di  dalam  kelas  oleh  LAN  atau  Instansi  yang  telah  mendapat sertifikasi dari LAN.
(3)  Pelatihan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  dalam  bentuk pelatihan  kerja  di  Instansi  yang  bersangkutan  dan  di  Instansi  pembina  jabatan fungsional bagi calon Pegawai Jabatan Fungsional.



Pasal 59

(1)  Calon PNS  menjadi PNS  dalam  suatu  jabatan  didasarkan  pada  ketentuan  sebagai berikut: 
a.  telah lulus pendidikan dan pelatihan; 
b.  telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani; dan
c.  diusulkan oleh Pejabat yang Berwenang.
(2)  Calon PNS yang  telah  memenuhi  ketentuan sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  diangkat  menjadi  PNS  oleh  Pejabat  yang  Berwenang  sesuai  dengan peraturan perundang-undangan.
(3)  Calon PNS yang  tidak  memenuhi  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (2) diberhentikan sebagai calon PNS.

Pasal 60

(1)  Setiap calon PNS pada saat pengangkatannya wajib mengucapkan sumpah/janji dengan disaksikan oleh Pejabat yang Berwenang atau Perwakilan.
(2)  Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa  saya,  akan  melaksanakan  nilai-nilai  Pancasila,  Undang-Undang  Dasar Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945,  dan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan;
Bahwa  saya,  akan  selalu  membela  dan  mempertahankan  kedaulatan  Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa  saya,  akan  melaksanakan  tugas  kedinasan  yang  dipercayakan  kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa  saya,  akan  senantiasa  menjunjung  tinggi  kehormatan  negara  dan martabat  Aparatur  Sipil  Negara,  serta  akan  senantiasa  mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan  pribadi, seseorang,atau golongan;
Bahwa  saya,  akan  memegang  rahasia  sesuatu  yang  menurut  sifatnya  atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik  langsung  maupun  tidak  langsung  yang  ada  kaitannya  dengan  pekerjaan saya.”

Pasal 61

Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.

Pasal 62

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengadaan  calon PNS  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal 51  ayat  (1)  diatur  dengan  Peraturan  Menteri  setelah  mendapat pertimbangan KASN.


Pasal 63

(1)   Pengisian  Jabatan  Eksekutif  Senior  pada  jabatan  struktural  tertinggi kementerian,  kesekretariatan  lembaga  negara,  lembaga  pemerintah  non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan. 
(2)  Pengisian  Jabatan  Eksekutif  Senior,  khusus  pada  jabatan  struktural  tertinggi lembaga  pemerintah  non  kementerian,  staf  ahli,  dan  analis  kebijakan  dapat berasal dari Non PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3)  Pengadaan  Pejabat  Eksekutif  Senior  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1) dilakukan oleh KASN.
(4)  Pejabat  yang  Berwenang  atau  pimpinan  Instansi  dan  Perwakilan  mengajukan permintaan  pengisian  jabatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  dan mengajukan  kompetensi  dan  kualifikasi  serta  jabatan  yang  lowong  kepada KASN.
(5)  KASN mengumumkan  lowongan  jabatan  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (4) ke seluruh Instansi dan Perwakilan disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan. 
(6)  Calon  Pejabat  Eksekutif  Senior  yang  memenuhi  kompetensi,  kualifikasi,  dan persyaratan lain yang dibutuhkan berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7)  KASN  melakukan  seleksi  untuk memilih  1  (satu)  orang  calon  Pejabat  Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(8)  Sebelum  menduduki  jabatannya,  calon  Pejabat  Eksekutif  Senior  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (7)  mengucapkan  sumpah/janji  di  hadapan  pimpinan Instansi atau Perwakilan.

Paragraf 3
Pangkat dan Jabatan

Pasal 64

(1)  PNS  diangkat  dalam  pangkat  dan  jabatan  tertentu  pada  Instansi  atau Perwakilan.
(2)  Pengangkatan  dan  penetapan PNS  dalam  jabatan  tertentu  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  ditentukan  berdasarkan  perbandingan  obyektif  antara kompetensi,  kualifikasi,  dan  persyaratan  yang  dibutuhkan  oleh  jabatan  dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
(3)  Setiap  jabatan  tertentu  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dikelompokkan dalam  klasifikasi  jabatan PNS  yang  menunjukkan  kesamaan  karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
(5) Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  kompetensi  jabatan  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (2)  dan  klasifikasi  jabatan  yang  memuat  jenis  dan  kategori  jabatan pada  Instansi  dan  Perwakilan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Pola Karier

Pasal 65

(1)  Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas  pemerintahan  dan  pembangunan  perlu  disusun  pola  karier PNS  yang terintegrasi secara nasional.
(2)  Setiap  Instansi  dapat  menyusun  pola  karier  aparaturnya  secara  khusus  sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pola  karir PNS secara  nasional  diatur  dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.

Pasal 66

(1)  Setiap PNS  direkrut  untuk  menduduki  Jabatan  Administrasi  dan  Jabatan Fungsional yang lowong.
(2)  PNS  dapat  berpindah  jalur  antar-Jabatan  Eksekutif  Senior,  administrasi,  dan fungsional berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.

Pasal 67

(1)  Setiap PNS dinaikkan jabatannya secara kompetitif.  
(2)  Kenaikan  jabatan  secara  kompetitif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat  (2)  diatur  dengan  Peraturan  Menteri  setelah  mendapat  pertimbangan KASN.

Paragraf 5
Pengembangan Karier

Pasal 68

(1)  Pengembangan  karier PNS dilakukan  berdasarkan  kualifikasi,  kompetensi,  dan penilaian kinerja.
(2)  Pengembangan  karier PNS  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
(3)  Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.  kompetensi  teknis  yang  diukur  dari  tingkat  dan  spesialisasi  pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
b.  kompetensi  manajerial  yang  diukur  dari  tingkat  pendidikan,  pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan
c.  kompetensi  sosial  kultural  yang  diukur  dari  pengalaman  kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
(4)  Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap  peraturan  perundang-undangan,  kemampuan  bekerja  sama,  dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
(5)  Moralitas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diukur  dari  penerapan  dan pengamalan nilai-nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan.


Paragraf 6
Promosi 

Pasal 69

(1)  Promosi PNS dilaksanakan  berdasarkan  hasil  penilaian  kompetensi,  integritas, dan moralitas oleh Tim Penilai Kinerja PNS.
(2)  Tim  Penilai  Kinerja PNS sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dibentuk  oleh pimpinan Instansi masing-masing.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  Tim  Penilai  Kinerja PNS  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KASN.

Pasal 70

(1)  Promosi  dilakukan  berdasarkan  perbandingan  obyektif  antara  kompetensi, kualifikasi,  dan  persyaratan  yang dimiliki  calon  dengan  kompetensi,  kualifikasi, dan  persyaratan  yang  dibutuhkan  oleh  jabatan,  penilaian  atas  prestasi  kerja, kepemimpinan,  kerjasama,  kreativitas,  dan  pertimbangan  dari  Tim  Penilai Kinerja PNS pada  Instansi  masing-masing  tanpa  membedakan  gender,  suku,
agama, ras, dan golongan.
(2)  Setiap PNS  yang  memenuhi  syarat  mempunyai  hak  yang  sama  untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. 
(3)  Promosi  Pegawai  Jabatan  Administrasi  dan  Pegawai  Jabatan  Fungsional dilakukan  oleh  Pejabat  yang  Berwenang  setelah  mendapat  pertimbangan  Tim Penilai Kinerja PNS pada Instansi masing-masing.

Pasal 71

(1)  Mutasi  merupakan  perpindahan  tugas  atau  perpindahan  lokasi  dalam  satu Instansi  Pusat,  antar-Instansi  Pusat,  satu  Instansi  Daerah,  antar-Instansi Daerah,  antar-Instansi  Pusat  dan  Instansi  Daerah  dalam  wilayah  Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)  Mutasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  oleh  Pejabat  yang Berwenang dalam wilayah kewenangannya.
(3)  Pembiayaan  sebagai  akibat  dilakukannya  mutasi  dibebankan  pada  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 

Pasal 72

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan Peraturan Menteri. 


Paragraf 7
Penilaian Kinerja

Pasal 73

(1)  Penilaian  kinerja PNS berada  di  bawah  kewenangan  Pejabat  yang  Berwenang pada Instansi masing-masing.
(2)  Penilaian  kinerja PNS  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.
(3)  Penilaian kinerja PNS dapat juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
(4)  Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat yang dicapai.
(5)  Penilaian kinerja PNS dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan transparan.
(6)  Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja  PNS. 
(7)  Hasil  penilaian  kinerja PNS dimanfaatkan  untuk  menjamin  obyektivitas  dalam pengembangan PNS,  dan  dijadikan  sebagai  persyaratan  dalam  pengangkatan jabatan  dan  kenaikan  pangkat,  pemberian  tunjangan  dan  sanksi,  mutasi,  dan promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Pasal 74

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penilaian  kinerja  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 73 diatur dalam Peraturan KASN.

Paragraf 8
Penggajian

Pasal 75

(1)  Pemerintah  wajib  membayar  gaji    yang  adil  dan  layak  kepada PNS  sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab PNS.
(2)  Gaji  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus  memacu  produktivitas  dan menjamin kesejahteraan PNS.
(3)  Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Paragraf 9
Tunjangan

Pasal 76

(1)  Selain  gaji  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 75,  PNS  juga  menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.

Pasal 77

(1)  Selain  gaji  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 75,  pemerintah  daerah  dapat memberikan  tunjangan  kepada PNS  di  daerah  sesuai  dengan  tingkat kemahalan.
(2)  Dalam pemberian tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah  wajib  mengukur  tingkat  kemahalan  berdasarkan  indeks  harga  yang berlaku di daerahnya masing-masing.
(3)  Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tunjangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.

Paragraf 10
Kesejahteraan

Pasal 78

(1)  Selain gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76,  Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada PNS.
(2)  Jaminan  sosial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bertujuan  untuk menyejahterakan PNS.

Paragraf 11
Penghargaan

Pasal 79

(1)  PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan  dalam  melaksanakan  tugasnya  dianugerahkan  tanda  kehormatan Satyalancana.
(2)  Tanda  kehormatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diberikan  secara selektif  hanya  kepada  PNS  yang  memenuhi  persyaratan  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 80

(1)  Setiap  penerima  tanda  kehormatan  berhak  atas  penghormatan  dan penghargaan dari negara.
(2)  Penghormatan  dan  penghargaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat berupa:
a.  pengangkatan atau kenaikan jabatan secara istimewa;
b.  pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau  
c.  hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.

Pasal 81

(1)  Hak  memakai  Satyalancana  dicabut  apabila PNS yang  bersangkutan  dijatuhi hukuman  disiplin  tingkat  berat  berupa  pemberhentian  tidak  dengan  hormat sebagai PNS atau  tidak  lagi  memenuhi  persyaratan  yang  telah  diatur  dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Pencabutan tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan  Keputusan  Presiden  setelah  mendapat  pertimbangan  Dewan  Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat yang Berwenang.

Pasal 82

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penghargaan  terhadap  PNS  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 79,  Pasal 80,  dan/atau Pasal 81 diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.




Paragraf 12
Sanksi

Pasal 83

PNS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dikenakan sanksi.

Pasal 84

Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh PNS terdiri dari:
a.  pelanggaran ringan;
b.  pelanggaran sedang; dan/atau
c.  pelanggaran berat.

Pasal 85

(1)  Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan kepada PNS berupa:
a.  sanksi administratif; atau
b.  sanksi pidana.
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  mekanisme  pemberian  sanksi  administratif sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.  

Paragraf 13
Pemberhentian

Pasal 86

(1)  PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a.  meninggal dunia;
b.  atas permintaan sendiri; 
c.  mencapai batas usia pensiun; 
d.  perampingan organisasi;atau
e.  tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban. 
(2)  PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a.  melanggar sumpah/janji jabatan; 
b.  tidak  setia  kepada  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar Negara  Republik Indonesia Tahun 1945; atau
c.  dinyatakan  bersalah  berdasarkan  putusan  pengadilan  yang  telah memperoleh  kekuatan  hukum  tetap  karena  melakukan  tindak  pidana  yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3)   PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan  penyelewengan  terhadap  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah kekuatan  hukum  tetap  karena  melakukan  tindak  pidana  kejahatan  jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan;
c.  menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
d. merangkap  jabatan  lain  baik  dalam  jabatan  negara  maupun  jabatan  politik;
atau
e. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat.

Pasal 87

PNS diberhentikan  sementara  karena  menjadi  tersangka  melakukan  tindak  pidana kejahatan  sampai  mendapat  putusan  pengadilan  yang  telah  memperoleh  kekuatan hukum tetap.

Paragraf 14
Pensiun

Pasal 88

Pensiun PNS dan pensiun janda/duda PNS diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.

Pasal 89

(1)  PNS  yang  berhenti  dengan  hormat  berhak  menerima  pensiun  apabila  telah mencapai batas usia pensiun. 
(2)  PNS yang  telah  mencapai  batas  usia  pensiun,  diberhentikan  dengan  hormat sebagai PNS.
(3)  Usia pensiun bagi Jabatan Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.
(4)  Usia  pensiun  bagi  Jabatan  Fungsional  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan.
(5)  Usia pensiun bagi Jabatan Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) tahun. 

Pasal 90

(1)  Sumber  pembiayaan  pensiun  berasal  dari  iuran PNS yang  bersangkutan  dan pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).
(2)  Pengelolaan  dana  pensiun  diselenggarakan  oleh  pihak  ketiga  berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pensiun PNS  diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.

Paragraf 15
Perlindungan

Pasal 91

(1)  Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan  perlindungan  kesehatan  kerja  terhadap PNS dalam  melaksanakan  tugas dan fungsinya.
(2)  Perlindungan  hukum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  meliputi perlindungan  hukum  dalam  melaksanakan  tugasnya  dan  memperoleh  bantuan hukum  terhadap  kesalahan  yang  dilakukan  dalam  pelaksanaan  tugas  dan fungsinya  sampai  putusan  terhadap  perkara  tersebut  memperoleh  kekuatan
hukum tetap.
(3)  Perlindungan  keselamatan  dan  perlindungan  kesehatan  kerja  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  meliputi  perlindungan  terhadap  risiko  gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Bagian Ketiga
Manajemen Pegawai tidak Tetap Pemerintah

Paragraf 1
Umum

Pasal 92

(1)  Manajemen Pegawai Tidak Tetap Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebutuhan; 
b. pengadaan; 
c. honorarium; 
d. tunjangan; 
e. kesejahteraan; dan 
f.  perlindungan.
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  manajemen  Pegawai  Tidak  Tetap  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.

Paragraf 2
Penetapan Kebutuhan

Pasal 93

Penetapan  kebutuhan Pegawai  Tidak  Tetap  Pemerintah  merupakan  analisis keperluan jumlah, jenis, dan status Pegawai Tidak Tetap Pemerintah yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban kerja Instansi dan Perwakilan.

Paragraf 3
Pengadaan

Pasal 94

(1)  Pengadaan  calon Pegawai  Tidak  Tetap Pemerintah merupakan  kegiatan  untuk memenuhi kebutuhan pada instansi dan perwakilan.
(2)  Pengadaan  calon  Pegawai  Tidak  Tetap  Pemerintah  di  Instansi  dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh instansi dan Perwakilan.
(3)  Pengadaan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  dilakukan  melalui  tahapan  perencanaan,  pengumuman  lowongan, pelamaran,  seleksi,  pengumuman  hasil  seleksi,  dan  pengangkatan  menjadi Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.

Pasal 95

Setiap  Instansi  dan  Perwakilan  mengumumkan  secara  terbuka  kepada  masyarakat mengenai adanya lowongan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.

Pasal 96

Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah setelah memenuhi persyaratan.

Pasal 97

(1)  Seleksi  penerimaan  calon Pegawai  Tidak  Tetap Pemerintah dilaksanakan  oleh Instansi  dan  Perwakilan  untuk  mengevaluasi  secara  obyektif  kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh instansi dan yang dimiliki oleh pelamar. 
(2)  Seleksi  calon Pegawai  Tidak  Tetap Pemerintah terdiri  dari  3  (tiga)  tahap,  yaitu seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi khusus.
(3)  Seleksi  administrasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dilaksanakan  oleh Instansi  dan  Perwakilan  masing-masing  untuk  memeriksa  kelengkapan persyaratan.
(4)  Instansi dan Perwakilan yang menerima pendaftaran calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah memberikan nomor  peserta  penyaringan  bagi  pelamar  yang  sudah lulus persyaratan administrasi.
(5)  Seleksi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing.
(6)   Seleksi  khusus  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diselenggarakan  oleh Instansi  dan  Perwakilan  dilakukan  dengan  membandingkan  secara  obyektif kualifikasi  dan  kompetensi  yang  dipersyaratkan  oleh  jabatan  dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar. 

Pasal 98

Pengumuman lowongan  Pegawai  Tidak  Tetap  Pemerintah sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 95 dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi dan Perwakilan masing-masing.

Pasal 99

Pengangkatan calon Pegawai Tidak Tetap Pemerintah ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang.

Paragraf 4
Honorarium

Pasal 100

(1)  Pemerintah  wajib  membayar honorarium yang  adil  dan  layak  kepada  Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab.
(2)  Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  harus memacu  produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(3)  Honorarium sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dibebankan  pada  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Paragraf 5
Tunjangan

Pasal 101

Selain honorarium sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 100,  Pegawai Tidak  Tetap Pemerintah  dapat  menerima  tunjangan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6
Kesejahteraan

Pasal 102

(1)  Selain honorarium dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101,  Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.
(2)  Jaminan  sosial  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bertujuan  untuk menyejahterakan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah.

Paragraf 7
Perlindungan

Pasal 103

(1)  Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan  perlindungan  kesehatan  kerja  terhadap  Pegawai Tidak  Tetap Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2)  Perlindungan  hukum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  meliputi perlindungan  hukum  dalam  melaksanakan  tugasnya  dan  memperoleh  bantuan hukum  terhadap  kesalahan  yang  dilakukan  dalam  pelaksanaan  tugas  dan fungsinya  sampai  putusan  terhadap  perkara  tersebut  memperoleh  kekuatan
hukum tetap.
(3)  Perlindungan  keselamatan  dan  perlindungan  kesehatan kerja  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  meliputi  perlindungan  terhadap  risiko  gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.


BAB IX
PENCALONAN DAN PENGANGKATAN DALAM JABATAN NEGARA

Pasal 104

Pegawai ASN dapat mencalonkan diri untuk jabatan negara. 



Pasal 105

Jabatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 adalah:
a.  Presiden dan Wakil Presiden;
b.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat;
c.  Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d.  Ketua, Wakil ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Mahkamah Konstitusi;
f.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Pemilihan Umum;
g.  Ketua,  Wakil  Ketua,  Ketua  Muda,  dan  Hakim  Agung  pada  Mahkamah  Agung serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
h.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
i.  Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial;
j.  Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
k.  Kepala  Perwakilan  Republik  Indonesia  di  luar  negeri  yang  berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
l.  Gubernur dan Wakil Gubernur;
m.  Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
n.  Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.

Pasal 106

(1)  Pegawai ASN  dari  PNS  yang  diangkat  pada  jabatan  negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 huruf f, huruf g, huruf h,  huruf i, huruf j, dan huruf k  diberhentikan  sementara  dari  jabatan  yang  didudukinya  dan  tidak  kehilangan status sebagai PNS.
(2)  Pegawai  ASN  dari  PNS  yang  tidak  menjabat  lagi  pada  jabatan  negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS.
(3)  Pegawai ASN dari PNS yang terpilih menduduki jabatan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  105  huruf  a,  huruf  b,  huruf  c,  huruf  d,  huruf  l,  dan  huruf  m,  tidak dapat diaktifkan kembali sebagai PNS. 

Pasal 107

Pejabat  eksekutif  senior  berstatus  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  tidak  menjabat  lagi  pada jabatan  negara  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  106 ayat  (1) dapat  menduduki  jabatan eksekutif senior, jabatan administrasi atau jabatan fungsional.

Pasal 108

Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  Pegawai  ASN  yang  menduduki  jabatan  negara  diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB X
ORGANISASI 

Pasal 109

(1)  Pegawai  ASN  merupakan  anggota  Korps  Pegawai  ASN  Republik  Indonesia yang bersifat non kedinasan untuk menyampaikan aspirasinya.
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  organisasi  Pegawai  ASN  diatur  dengan Peraturan Menteri.


BAB XI
SISTEM INFORMASI APARATUR SIPIL NEGARA

Pasal 110

(1)  Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.
(2)  Sistem  Informasi  Aparatur  Sipil  Negara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar berbagai Instansi.
(3)  Untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam Sistem Informasi Aparatur Sipil  Negara,  setiap  Instansi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  wajib memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada BKN.
(4)  Sistem  Informasi  Aparatur  Sipil  Negara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dan ayat  (2) berbasiskan teknologi informasi yang mudah diaplikasikan, mudah diakses, dan memiliki sistem keamanan yang dipercaya.

Pasal 111

(1)  Sistem  Informasi  Aparatur  Sipil  Negara  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 110 ayat (1) memuat seluruh informasi dan data Pegawai ASN. 
(2)  Data Pegawai  ASN  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.  data riwayat hidup;
b.  riwayat pendidikan formal dan non formal;
c.  riwayat jabatan dan kepangkatan;
d. riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;    
e.  riwayat pengalaman berorganisasi;
f.  riwayat gaji;
g.  riwayat pendidikan dan latihan;
h.  daftar penilaian pekerjaan; dan
i.  surat keputusan.


BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 112

(1)  Sengketa  Pegawai  ASN  diselesaikan melalui  upaya  administratif  dan  Peradilan Tata Usaha Negara.
(2)  Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) terdiri dari keberatan dan banding administratif.
(3)  Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan Pejabat yang Berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang menghukum.
(4)  Banding  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  diajukan  kepada Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.
(5)  Ketentuan  lebih  lanjut mengenai  upaya  administratif  diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
LARANGAN 

Pasal 113

Setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau panitia  seleksi  penerimaan  calon  Pegawai  ASN  agar  berbuat  atau  tidak  berbuat sesuatu  yang  bertentangan  dengan  kewajibannya  dalam  seleksi  penerimaan  calon Pegawai ASN. 

Pasal 114

Pegawai  ASN  atau  panitia  seleksi  penerimaan  calon  Pegawai  ASN  dilarang menerima pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN.  

Pasal 115

Setiap orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pegawai  ASN  secara  melawan  hukum  dengan  maksud  menguntungkan  diri  sendiri atau orang lain. 

Pasal 116

Setiap  orang  dilarang  memberi  atau  menjanjikan  sesuatu  kepada  anggota  KASN agar  berbuat  atau  tidak  berbuat  sesuatu  dalam  seleksi  pengisian pejabat Eksekutif Senior. 

Pasal 117

Anggota  KASN  atau  panitia  seleksi  penerimaan  calon pejabat  Eksekutif  Senior dilarang  dengan  maksud  menguntungkan  diri  sendiri  atau  orang  lain  secara melawan  hukum,  atau  dengan  menyalahgunakan  kekuasaannya  agar  seseorang memberikan  sesuatu,  membayar,  atau  menerima  pembayaran  dengan  potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. 

Pasal 118

Setiap orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.  



BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 119

Setiap  orang  yang  memberi  atau  menjanjikan  sesuatu  kepada  Pegawai  ASN  atau panitia  seleksi  penerimaan  calon  Pegawai  ASN  agar  berbuat  atau  tidak  berbuat sesuatu  yang  bertentangan  dengan  kewajibannya  dalam  seleksi  penerimaan  calon Pegawai  ASN  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 113 dipidana  dengan  pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda  paling  sedikit  Rp50.000.000,00  (lima  puluh  juta  rupiah)    dan  paling  banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 

Pasal 120

Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN yang menerima pemberian  atau  janji  dalam  seleksi  penerimaan  calon  Pegawai  ASN  sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 114 dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  singkat  2  (dua) tahun  dan  paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  sedikit Rp100.000.000,00  (seratus  juta  rupiah)  dan  paling  banyak   Rp500.000.000,00  (lima ratus juta rupiah).

Pasal 121

Setiap  orang  yang  bertindak  sebagai  perantara  dalam  seleksi  penerimaan  calon Pegawai  ASN  secara  melawan  hukum  dengan  maksud  menguntungkan  diri  sendiri atau  orang  lain  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 115 dipidana  dengan  pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda  paling  sedikit  Rp50.000.000,00  (lima  puluh  juta  rupiah)  dan paling  banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 

Pasal 122

Setiap orang  yang  memberi  atau menjanjikan  sesuatu  kepada  anggota  KASN  agar berbuat  atau  tidak  berbuat  sesuatu  dalam  seleksi  pengisian  Jabatan  Eksekutif Senior  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 116 dipidana  dengan  pidana  penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling  sedikit  Rp100.000.000,00  (seratus  juta  rupiah)    dan  paling  banyak
Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). 

Pasal 123

Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau  dengan  menyalahgunakan  kekuasaannya  agar  seseorang  memberikan sesuatu,  membayar,  atau  menerima  pembayaran  dengan  potongan,  atau  untuk mengerjakan  sesuatu bagi  dirinya  sendiri  sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 117
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua  puluh)  tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  sedikit  Rp200.000.000,00  (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 124

Setiap  orang  yang  bertindak  sebagai  perantara  dalam  seleksi  penerimaan  calon Pejabat  Eksekutif  Senior    dengan  maksud  menguntungkan  diri  sendiri  atau  orang lain  secara  melawan  hukum  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  118  dipidana dengan  pidana  penjara  paling  singkat  2  (dua)  tahun  dan  paling  lama  10  (sepuluh) tahun  dan/atau  pidana  denda paling  sedikit  Rp100.000.000,00  (seratus  juta  rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 


BAB XV
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 125

Ketentuan mengenai pensiun  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 88 berlaku bagi pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013.


Pasal 126

Tim Seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 127

Sistem  Informasi  Aparatur  Sipil  Negara  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 110 dan Pasal  111 dilaksanakan secara nasional paling lambat tahun 2012.


Pasal 128

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.


Pasal 129

Pada  saat  Undang-Undang  ini  berlaku,  Pegawai  Negeri  Sipil  Pusat  dan  Pegawai Negeri Sipil Daerah disebut sebagai Pegawai  ASN. 


Pasal 130

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang  Pokok-Pokok  Kepegawaian  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 1974  Nomor  55,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan  atas  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1974  tentang  Pokok-Pokok Kepegawaian  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1999  Nomor  169, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3890)  dicabut  dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 131

Ketentuan  peraturan  perundang-undangan  mengenai  kode  etik  dan  penyelesaian pelanggaran  terhadap  kode  etik  bagi  Jabatan  Fungsional  tertentu  dinyatakan  tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 132

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang  Pokok-Pokok  Kepegawaian  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 1974  Nomor  55,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan  atas  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1974  tentang  Pokok-Pokok Kepegawaian  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1999  Nomor  169, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  3890)  dinyatakan  masih tetap  berlaku  sepanjang  tidak  bertentangan  dengan  ketentuan  dalam  Undang-Undang ini.

Pasal 133

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang  berkaitan  dengan  kepegawaian  harus  disesuaikan  dengan  ketentuan  dalam Undang-Undang ini.

Pasal 134

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.






Disahkan di Jakarta
pada tanggal...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,



PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...










RANCANGAN 
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA

I.  PENJELASAN UMUM

Dalam  rangka  mencapai tujuan  nasional  sebagaimana  tercantum  dalam alinea  ke-4  Pembukaan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun  1945  (UUD  1945),  diperlukan  Aparatur  Sipil  Negara  yang  profesional, bebas  dari  intervensi  politik,  bersih  dari  praktik  korupsi,  kolusi,  dan  nepotisme, mampu  menyelenggarakan  pelayanan  publik  bagi  masyarakat  dan  mampu menjalankan  peran  sebagai  perekat  persatuan  dan  kesatuan  bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah  darah  Indonesia,  memajukan  kesejahteraan  umum,  mencerdaskan kehidupan  bangsa,  dan  ikut  melaksanakan  ketertiban  dunia  yang  berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Untuk  mewujudkan  tujuan  nasional,  dibutuhkan  pegawai  Aparatur  Sipil Negara. Pegawai Aparatur  Sipil  Negara  diserahi  tugas  untuk  melaksanakan tugas  pelayanan  publik,  tugas  pemerintahan  dan  tugas  pembangunan  tertentu. Tugas  pelayanan  publik dilakukan  dengan  memberikan pelayanan  atas  barang, jasa,  dan/atau  pelayanan  administratif  yang  disediakan  pegawai  Aparatur  Sipil Negara.Adapun  tugas  pemerintahan  dilaksanakan  dalam  rangka penyelenggaraan  fungsi  umum  pemerintahan  yang  meliputi  pendayagunaan kelembagaan,  kepegawaian,  dan  ketatalaksanaan.  Sedangkan  dalam  rangka
pelaksanaan  tugas  pembangunan  tertentu  dilakukan  melalui  pembangunan bangsa (cultural and political development) serta melalu pembangunan ekonomi dan  sosial  (economic  and  social  development)  yang  diarahkan  meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.

Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas  pembangunan  tertentu,  pegawai  Aparatur  Sipil  Negara  harus  memiliki profesi dan manajemen Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan pada asas merit atau  perbandingan  antara  kompetensi,  kualifikasi,  dan  persyaratan  yang
dibutuhkan  oleh  jabatan  dengan  kompetensi,  kualifikasi,  dan  persyaratan  yang dimiliki  oleh  calon  dalam  rekrutmen,  pengangkatan,  penempatan,  dan  promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

 Manajemen Aparatur Sipil Negara perlu diatur secara menyeluruh, dengan  menerapkan  norma,  standar,  dan  prosedur  yang  seragam  meliputi  penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah,  pengadaan, jabatan, pola karier, penggajian, tunjangan,  kesejahteraan,  dan  penghargaan,  sanksi  dan  pemberhentian, pensiun,  dan  perlindungan. Dengan  adanya  keseragaman,  diharapkan  akan tercipta  penyelenggaraan  manajemen  Aparatur  Sipil  Negara  yang  memenuhi standar kualifikasi yang sama di seluruh Indonesia. 

Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara dari pengaruh partai politik, dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Aparatur Sipil Negara,  serta  dapat  memusatkan  segala   perhatian,  pikiran,  dan  tenaga  pada tugas yang dibebankan, Aparatur Sipil Negara dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. 

Untuk meningkatkan produktivitas dan menjamin kesejahteraan Aparatur Sipil Negara,  dalam  Undang-Undang  ini  ditegaskan  bahwa  Aparatur  Sipil  Negara berhak  memperoleh  gaji  yang  adil  dan  layak  sesuai  dengan  beban  kerja  dan tanggung  jawabnya.  Selain  itu,  Aparatur  Sipil  Negara  berhak  memperoleh jaminan  sosial.  Pemberian  gaji  maupun  jaminan  sosial  diselenggarakan  oleh Pemerintah.

Dalam  rangka penetapan  kebijakan  manajemen  Aparatur  Sipil  Negara, dibentuk  Komisi  Aparatur  Sipil  Negara  yang  mandiri  dan  bebas  dari  intervensi politik.  Pembentukan  Komisi  Aparatur  Sipil  Negara  ini  untuk  merumuskan peraturan  tentang  pelaksanaan  standar,  norma,  prosedur,  dan  kebijakan  mengenai Aparatur  Sipil  Negara.  Komisi  Aparatur  Sipil  Negara  beranggotakan  7  (tujuh)  orang yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, dan wakil daerah. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Aparatur Sipil  Negara  ditetapkan  dan  diangkat  oleh  Presiden  sebagai  Kepala  Negara  untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
 Bagi pegawai Aparatur Sipil Negara dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara yang  melanggar  ketentuan  dalam  Undang-Undang  ini  dikenai  sanksi  administrasi dan/atau  sanksi  pidana.  Sanksi  administrasi  diatur  lebih  lanjut  dengan  Peraturan Pemerintah, sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda.

Untuk  membentuk  Aparatur  Sipil  Negara  yang  mampu menyelenggarakan pelayanan  publik  dan  menjalankan  peran  sebagai  perekat  persatuan  dan kesatuan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia,  perlu  mengganti  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.


II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1  
Cukup jelas.

Pasal 2  
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kepastian  hukum”  adalah  dalam setiap  kebijakan  penyelenggaraan  ASN,  mengutamakan  landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.
Huruf b
Yang  dimaksud  dengan  “asas  profesionalitas”  adalah mengutamakan  keahlian  yang  berlandaskan  kode  etik  dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang  dimaksud  dengan  “asas  proporsionalitas”  adalah mengutamakan  keseimbangan  antara  hak  dan  kewajiban  Pegawai ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pengelolaan Pegawai  ASN  didasarkan  pada  satu  sistem  pengelolaan  yang terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas delegasi” adalah bahwa sebagian kewenangan  pengelolaan  ASN  dapat  didelegasikan pelaksanaannya  kepada  kementerian,  Lembaga  Pemerintah Nonkementerian, dan pemerintah daerah.
Huruf f
Yang  dimaksud  dengan  “asas  netralitas”  adalah bahwa  setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kegiatan  dan  hasil  akhir  dari  kegiatan  ASN  harus  dapat dipertanggungjawabkan  kepada  masyarakat  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas efektif  dan  efisien” adalah bahwa dalam  menyelenggarakan  manajemen  ASN  sesuai  dengan  target atau  tujuan  dengan  tepat  waktu  sesuai  dengan  perencanaan  yang  ditetapkan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam penyelenggaraan manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik.
Huruf j
Yang  dimaksud  dengan  “asas  non  diskriminasi”  adalah bahwadalam  penyelenggaraan  manajemen  ASN,  KASN  tidak membedakan  perlakuan  berdasarkan  gender,  suku,  agama,  ras  dan golongan.  
Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas persatuan dan kesatuan” adalah bahwa  Pegawai  ASN  sebagai  perekat  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan kesetaraan” adalah bahwa  pengaturan   penyelenggaraan  ASN  harus  mencerminkan rasa keadilan dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan fungsi dan peran sebagai Pegawai ASN.
Huruf m
Yang  dimaksud  dengan  “asas  kesejahteraan”  adalah  bahwa penyelenggaraan  ASN  diarahkan  untuk  mewujudkan  peningkatan kualitas hidup Pegawai ASN.

Pasal 3  
Cukup jelas.

Pasal 4  
Cukup jelas.

Pasal 5  
Cukup jelas.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “Pegawai Tidak Tetap Pemerintah” antara lain tenaga ahli, dokter, perawat, guru, dan dosen yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja. 

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Skala  gaji  Pejabat  Eksekutif  Senior  berdasarkan  perbandingan dengan  rata-rata  gaji  eksekutif  Badan  Usaha  Milik  Negara  dan perusahaan swasta.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “Jabatan Fungsional” antara lain: jaksa, guru,  dosen,  peneliti,  perancang  peraturan  perundang-undangan, dan auditor.
Ayat (2) 
Cukup jelas.
Ayat (3) 
Cukup jelas.
Ayat (4) 
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “pejabat struktural tertinggi” antara lain Wakil  Menteri,  Sekretaris  Jenderal,  Direktur  Jenderal,  Inspektur Jenderal,    Sekretaris  Daerah,  dan  Kepala  Lembaga    Pemerintah
non Kementerian.

Yang dimaksud dengan “staf ahli” antara lain Staf Ahli Presiden, Staf Ahli Pimpinan Lembaga Negara, dan Staf Ahli Menteri.
Yang  dimaksud  dengan  “analis  kebijakan”  adalah  pejabat fungsional  yang  memiliki  pangkat  dan  golongan  tertinggi  dalam jabatannya.

Yang dimaksud dengan “pejabat lainnya” adalah jabatan-jabatanselain yang disebutkan dan diatur berdasarkan undang-undang. Ayat (2) 
Yang  dimaksud  dengan  “persyaratan  lain”  antara  lain  bersedia ditempatkan  di  seluruh  instansi  dan  wilayah  Negara  Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (3) 
Cukup jelas.
Ayat (4) 
Cukup jelas.
 yat (5) 
Skala  gaji  Pejabat  Eksekutif  Senior  berdasarkan  perbandingan dengan  rata-rata  gaji  Eksekutif  Badan  Usaha  Milik  Negara  atau perusahaan swasta.
Ayat (6) 
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Huruf a
Yang  dimaksud  dengan  “adil  dan  layak”  adalah  bahwa  gaji, tunjangan,  dan  kesejahteraan  PNS  harus  mampu  memenuhi kebutuhan  hidup  keluarganya,  sehingga PNS yang  bersangkutan dapat  memusatkan  perhatian,  pikiran,  dan  tenaganya  untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “biaya perawatan” adalah biaya bagi PNS yang  mengalami  kecelakaan  dalam  dan  sebagai  akibat menjalankan tugas kewajibannya.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan oleh pemerintah kepada keluarga dari PNS yang meninggal dunia.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 21
Huruf a
Yang dimaksud dengan “adil dan layak” adalah bahwa honorarium yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sesuai dengan tugas  dan  fungsi  yang  menjadi  tanggungjawab  Pegawai  Tidak Tetap Pemerintah. 
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan oleh  pemerintah  kepada  keluarga  dari Pegawai  Tidak  Tetap Pemerintah yang meninggal dunia.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah dalam pengambilan keputusan, KASN  tidak  diintervensi  oleh  berbagai  pihak,  baik  Pemerintah  maupun lembaga negara lainnya.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Ayat (1)
      Cukup jelas.
Ayat (2)
      Cukup jelas.
Ayat (3)
    Cukup jelas.


45
Ayat (4)
Dalam  membuat  pertimbangan,  KASN  dapat  meminta  informasi  dari BKN  dan  Menteri  yang  tugas  dan  tanggung  jawabnya  di  bidang keuangan.
Ayat (5)
     Cukup jelas.
Ayat (6)
     Cukup jelas.
Ayat (7)
     Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah mengumumkan kepada publik calon yang lulus maupun yang tidak lulus. 

Yang  dimaksud  dengan  “luas”  adalah  mengumumkan  melalui  media massa lokal dan/atau nasional dan melalui website.  

Yang  dimaksud  dengan  “informatif”  termasuk  mengumumkan  hasil penilaian dan peringkat.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada  waktu  pengucapan  sumpah/janji  lazimnya  dipakai  frasa tertentu  sesuai  dengan  agama  masing-masing,  misalnya  untuk penganut Agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk penganut  Agama  Protestan  dan  Katolik  diakhiri  dengan  frasa “Semoga Tuhan menolong saya”, untuk penganut Agama Budha didahului  dengan  frasa  “Demi  Hyang  Adi  Budha”,  dan  untuk penganut  Agama  Hindu  didahului  dengan  frasa  “Om  Atah Paramawisesa”.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.


Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
  Cukup jelas.

Pasal 104
  Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.


Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

Pasal 134
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar