Adalah Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti yang ikut protes. Menurutnya, banyak kendala yang dihadapi guru yang mengajar di sekolah RSBI. Salah satu yang paling mencemaskan adalah penggunaan bahasa asing. "Aturan ini merusak bahasa (bahasa Indonesia, Red) dan menimbulkan kekacauan dalam belajar-mengajar," katanya pekan lalu.
Menurut Retno, aturan pembelajaran bilingual menjadi rancu karena pemerintah mengharuskan guru memiliki skor TOEFL lebih dari 500. Aturan ini merusak tatanan pembelajaran karena TOEFL bukan menjadi acuan kemampuan guru dalam mengajar. Karena itu ia menegaskan, guru tidak mungkin disulap dalam lima hari harus mengajar dengan pengantar bahasa Inggris. Di sisi lain, pengantar pelajaran menggunakan bahasa Indonesia saja masih banyak kendala.
Nah, jelang pelaksanaan unas, para guru di RSBI khawatir siswanya tidak menyerap penuh materi pelajaran. Sebab, pelajaran yang memakai bahasa pengantar bilingual justru memberatkan siswa. "Pengalaman yang sudah-sudah, banyak siswa di RSBI justru gagal dalam unas," kata Retno.
Retno mengungkapkan, menjalankan pendidikan dengan standar internasional tidak harus dengan"mewajibkan penggunaan bahasan Inggris sebagai pengantar. Dia mencontohkan sekolah-sekolah di Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang tetap menggunakan bahasa masing-masing sebagai pengantar. "Tetapi siswanya tetap berkualitas dunia," katanya.
Nah, jika ingin siswa fasih berbahasa Inggris, pemerintah harus" menjalankan aturan untuk memperkuat pendidikan bahasa Inggris. Bukan penggunaan bahasa asing yang dipaksakan sebagai bahasa pengantar di seluruh materi pelajaran.
Persoalan lain yang menuai protes dari kalangan guru terhadap sekolah berlabel RSBI adalah urusan biaya. Presidium FSGI Guntur Ismail mengatakan, banyak guru di sekolah RSBI yang tidak bisa menyekolahkan anaknya di tempatnya bekerja. Sebab, biayanya mahal. "Ini dilematis sekali," kata pria yang menjadi guru di SMAN 100 Jakarta itu.
Menurutnya, pemerintah harus menata kembali penerapan sekolah RSBI. Apalagi sebentar lagi merupakan masa pendaftaran siswa baru. Jika memang RSBI dibentuk berdasarkan pendekatan kualitas keilmuan, seharusnya tidak lagi memungut biaya mahal. Siswa pintar, dengan segala keterbatasan ekonomi, berhak belajar di sekolah RSBI. (sumber: JPNN/wan/ca)
=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar