Minggu, 27 Mei 2012

UU No. 4 Tahun 2010 Tentang



















UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK
SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT  WILAYAH KEDUA
NEGARA DI BAGIAN BARAT SELAT SINGAPURA, 2009
(TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE REPUBLIC OF
SINGAPORE RELATING TO THE DELIMITATION OF THE TERRITORIAL
SEAS OF THE TWO COUNTRIES IN THE WESTERN
PART OF THE STRAIT OF SINGAPORE, 2009)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang  :    a.   bahwa  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  sebagai negara  kepulauan  yang  berciri  nusantara  mempunyai kedaulatan  atas  wilayahnya,  termasuk  laut  wilayah, untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan  dan  kemakmuran  rakyat  Indonesia sebagaimana  diamanatkan  dalam  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.   bahwa  sesuai  dengan  Konvensi  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  tentang  Hukum  Laut,  1982  United  Nations Convention on the Law of the Sea, 1982) yang disahkan melalui  Undang-Undang  Nomor  17  Tahun  1985  dan sesuai  Undang-Undang  Nomor  6  Tahun  1996  tentang Perairan Indonesia, Indonesia memiliki kewajiban untuk menetapkan batas maritimnya melalui perundingan;
c.  bahwa  pada  tanggal  10  Maret  2009,  Indonesia  telah menandatangani  Perjanjian  antara  Republik  Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut    Wilayah  Kedua  Negara  di  Bagian  Barat  Selat Singapura, 2009 di Jakarta;
d.  bahwa Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut  Wilayah di  Bagian  Barat  Selat  Singapura  oleh  Pemerintah Republik  Indonesia  dimaksudkan  untuk  menegaskan wilayah  kedaulatan  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia, menjamin kepastian hukum, kegiatan aparat negara di laut, serta semakin mempertegas Pulau Nipa sebagai pulau yang memiliki titik dasar yang digunakan menjadi  dasar  pengukuran  batas  maritim  Republik Indonesia;
e.  bahwa  perjanjian  antara  Republik  Indonesia  dan Republik Singapura dilakukan sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982) yang memberikan pengakuan terhadap wilayah Negara Kepulauan  yang  mempunyai  arti  penting  untuk kedaulatan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  dan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara; 
 f.  bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf  e,  perlu  membentuk  Undang-Undang  tentang Pengesahan  Perjanjian  antara  Republik  Indonesia  dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut  Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura, 2009 (Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic  of  Singapore  relating  to  the  Delimitation  of  the Territorial Seas of the Two Countries in the Western Part of the Strait of Singapore, 2009);

Mengingat   :  1.         Pasal  5  ayat  (1),  Pasal  11,  Pasal  20,  dan  Pasal  25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Undang-Undang  Nomor  17  Tahun  1985  tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum  Laut,  1982)  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  1985  Nomor  76,  Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
  3.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun  1996 tentang Perairan Indonesia  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 1996  Nomor  73,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 3647);
  4.  Undang-Undang  Nomor  37  Tahun  1999  tentang Hubungan  Luar  Negeri  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
  5.  Undang-Undang  Nomor  24  Tahun  2000  tentang Perjanjian  Internasional  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
  6.    Undang-Undang  Nomor  3  Tahun  2002  tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2002  Nomor  3,  Tambahan  Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
   7.  Undang-Undang  Nomor  10  Tahun  2004  tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2004  Nomor  53, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Nomor 4389);
  8.  Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);
  
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  UNDANG-UNDANG  TENTANG  PENGESAHAN  PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG  PENETAPAN  GARIS  BATAS  LAUT    WILAYAH KEDUA  NEGARA  DI  BAGIAN  BARAT  SELAT  SINGAPURA, 2009 (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE  REPUBLIC  OF  SINGAPORE  RELATING  TO  THE DELIMITATION  OF  THE  TERRITORIAL  SEAS  OF  THE  TWO COUNTRIES  IN  THE  WESTERN  PART  OF  THE  STRAIT  OF
SINGAPORE, 2009).

Pasal 1
Mengesahkan  Perjanjian  antara  Republik  Indonesia  dan Republik  Singapura  tentang  Penetapan  Garis  Batas  Laut  Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura, 2009 (Treaty between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore relating to the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Western Part of the Strait of Singapore, 2009) yang telah ditandatangani di Jakarta, Indonesia, pada  tanggal  10  Maret  2009,  yang  salinan  naskah  aslinya  dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagaimana terlampir, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan pengundangan  Undang-Undang  ini  dengan  penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
  
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2010 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 81


-----------------------=--------------------------


  
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK
SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT  WILAYAH KEDUA
NEGARA DI BAGIAN BARAT SELAT SINGAPURA, 2009
(TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE REPUBLIC OF
SINGAPORE RELATING TO THE DELIMITATION OF THE TERRITORIAL
SEAS OF THE TWO COUNTRIES IN THE WESTERN
PART OF THE STRAIT OF SINGAPORE, 2009)

I.  UMUM 

1.  Latar  Belakang  Perlunya  Penetapan  Batas  Laut  Wilayah  antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Batas Laut Wilayah di Bagian Barat Selat Singapura. 
  
  Sesuai  dengan  ketentuan  Organisasi  Hidrografi  Internasional (International  Hydrographic  Organization),  Selat  Singapura  adalah suatu selat yang terletak di perairan Indonesia dari Pulau Karimun Kecil hingga Pulau Bintan, perairan Singapura, dan perairan Malaysia dari Tanjung Piai hingga Tanjung Tuas dan dari Johor hingga Tanjung Penyusup.  Toponimi  wilayah  maritim  Selat  Singapura  ini  telah ditetapkan dalam dokumen IHO Nomor S-23 Tahun 1953.

Indonesia dan Singapura telah memiliki Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah  yang  ditandatangani  di  Jakarta  pada  tanggal  25 Mei 1973 dan disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tanggal  8 Desember 1973. Perjanjian ini hanya mengatur sebagian segmen-segmen batas laut  wilayah Indonesia-Singapura di Selat Singapura.
Segmen  lain  yang  perlu  dibicarakan  untuk  menyelesaikan keseluruhan batas maritim antara Republik Indonesia dan Republik Singapura adalah segmen bagian barat (di wilayah Pulau Nipa-Tuas), segmen bagian timur 1 (di wilayah Pulau Batam-Changi) dan segmen bagian  timur  2  (di  wilayah  Pulau  Bintan-South  Ledge/Middle Rock/Pedra Branca). Penetapan garis batas laut wilayah di bagian barat Selat Singapura dengan  Republik  Singapura  diperlukan  oleh  Pemerintah  Republik
Indonesia  untuk  memberikan  kepastian  hukum  tentang  wilayah kedaulatan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.  Terkait  dengan kepentingan-kepentingan  Indonesia  di  wilayah  tersebut,  Selat Singapura  memiliki  nilai  strategis  sangat  tinggi  mengingat  selat tersebut merupakan jalur pelayaran internasional yang sangat padat yang  menjadi  penghubung  antara  Benua  Eropa  dengan  Asia Tenggara,  Asia  Timur  dan  Pasifik.  Bagi  Indonesia,  Selat  Singapura juga  merupakan  urat  nadi  jalur  pelayaran  Indonesia  ke  kawasan dunia lainnya.

Selain itu, penetapan garis batas laut wilayah ini juga menegaskan penggunaan  titik  dasar  di  Pulau  Nipa  sebagai  dasar  pengukuran batas  maritim  Republik  Indonesia.  Pulau  Nipa,  yang  terletak pada koordinat  01°09’13’’LU  dan  103°39’11’’BT,  merupakan  salah  satu pulau  di  mana  terdapat  dua  titik  dasar  garis  pangkal  kepulauan Indonesia  (Nomor  175  dan  Nomor  176)  berdasarkan  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 yang diperbarui dengan Peraturan Pemerintah  Nomor  37  Tahun  2008.  Peraturan  Pemerintah Nomor 37  Tahun  2008  telah  didaftarkan  kepada  Sekretaris  Jenderal  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  sesuai  dengan  Konvensi  Perserikatan Bangsa-Bangsa  tentang  Hukum  Laut,  1982  (United  Nations Convention on the Law of the Sea, 1982).

Penetapan garis batas laut wilayah di bagian barat Selat Singapura antara  Republik  Indonesia  dan  Republik  Singapura  pada  dasarnya telah  memberikan  keuntungan  bagi  Republik  Indonesia  dalam berbagai aspek, yaitu:
a.  adanya batas laut wilayah yang jelas sehingga menjamin kepastian hukum;
b.            memudahkan  upaya  pengawasan  dan  penegakan  kedaulatan negara di laut wilayah;
c.  memudahkan  upaya  Indonesia  sebagai  negara  pantai  untuk menjamin keselamatan jalur  navigasi di Selat Singapura; dan
d.            meningkatkan hubungan baik kedua negara. 
2.  Proses Perundingan Penetapan Batas Laut Wilayah di Bagian Barat Selat Singapura antara Republik Indonesia dan Republik Singapura.
Perundingan penetapan garis batas laut wilayah di bagian barat Selat Singapura  dengan  Pemerintah  Republik  Singapura  mulai dilaksanakan  pada  tanggal  28  Februari  2005,  dan  berakhir pada tanggal  10  Maret  2009  ketika  Menteri  Luar  Negeri  kedua negara menandatangani Perjanjian di Jakarta antara Republik Indonesia dan Republik  Singapura  tentang  Penetapan  Garis  Batas  Laut  Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura.
Dalam proses perundingan Indonesia selalu mendasarkan posisinya pada  Konvensi  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  tentang  Hukum  Laut, 1982  (United  Nations  Convention  on  the  Law  of  the  Sea,  1982), menolak  dalam  menggunakan  hasil  reklamasi  sebagai  dasar pengukuran, serta menggunakan referensi peta asli Tahun 1973 dan titik  dasar  Indonesia  di  Pulau  Nipa  dan  garis  pangkal  kepulauan Indonesia yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Kecil.
 3.  Pokok-Pokok Isi Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura.
 Pasal 1 Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat  Selat  Singapura  mengatur  titik  koordinat  dan  garis yang menghubungkannya sebagai garis batas laut wilayah kedua negara.
Titik-titik koordinat dimaksud dihitung dengan menggunakan World Geodetic  System  1984  Datum  (WGS84)  dan  garis-garis  lurus  yang menghubungkan  setiap  titik-titik  koordinat:  1(1°10’46.0”LU, 103°40’14.6”BT);  1A(1°11’17.4”LU,103°39’38.5”BT);  1B(1°11’55.5”LU, 103°34’20.4”BT);  dan  1C(1°11’43.8”LU,103°34’00.0”BT)  sebagaimana digambarkan dalam Lampiran “A” dari Perjanjian.

Pasal  1  juga  mengatur  bahwa  penetapan  lokasi  sesungguhnya  dari titik-titik koordinat di atas laut akan ditetapkan dengan suatu cara yang  akan  disetujui  bersama  oleh  pejabat-pejabat  yang berwenang dari  kedua  negara.  Sesuai  peraturan  yang  berlaku  di  Indonesia, pejabat  dimaksud  adalah  Badan  Koordinasi  Survei  dan  Pemetaan Nasional  dan  Dinas  Hidro-Oseanografi  Tentara  Nasional  Indonesia Angkatan Laut.

Pasal  2  menyatakan  bahwa  garis  batas  dari  Perjanjian  antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas  Laut  Wilayah  Kedua  Negara  di  Selat  Singapura  yang ditandatangani pada tanggal 25 Mei 1973 dan garis batas laut wilayah di segmen barat Selat Singapura yang ditandatangani pada tanggal  10 Maret 2009 digambarkan dalam Lampiran “B” dari Perjanjian.

Pasal  3  mengatur  cara  penyelesaian  secara  damai  melalui musyawarah  atau  perundingan  apabila  terdapat  perselisihan  yang timbul dari penafsiran atau pelaksanaan perjanjian kedua negara.

Pasal 4 dan Pasal 5 mengatur bahwa perjanjian perlu diratifikasi oleh negara  masing-masing.  Piagam  ratifikasi  tersebut  kemudian  akan saling  dipertukarkan,  dan  tanggal  pertukaran  piagam  ratifikasi dinyatakan sebagai tanggal mulai berlakunya perjanjian.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.    

 Pasal 2
 Cukup jelas. 
 
  
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5138



Tidak ada komentar:

Posting Komentar