"Yang lemah di kita adalah distribusi. Ada daerah yang PNS-nya terlalu banyak dan ada yang sangat kurang, ini yang harus didistribusi. Seperti daerah yang pegawainya sedikit tapi penduduknya 16 ribu, lalu ada daerah yang penduduknya hanya 6.000 tapi PNS-nya banyak. Rasio nasional 2,2 persen, bolehlah ada bias karena kesulitan wilayah dan kepadatan penduduk, tapi jangan berlebihan," katanya dalam Lokakarya Nasional KORPRI tentang RUU Aparatur Sipil Negara (ASN), di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta (14/5) sebagaimana diberitakan oleh Media Indonesia.
Terkait masalah anggaran yang besar untuk PNS ini, Gamawan justru menimpahkan kesalahan itu kepada DPR dan DPRD karena tidak efisien dalam merumuskan anggaran PNS. Kontrol besar anggaran ada di saat pengajuan dan pembahasan di DPR/DPRD. "Ketika anggaran itu boros, seharusnya DPR dan DPRD yang kontrol. Kadang Birokrasi ingin agar kegiatannya maksimal, sehingga anggaran yang diajukan besar, namun jika dianggap tidak efisien, DPR dapat menguranginya," kata menteri.
Berdasarkan sistem, anggaran itu direncanakan sejak penyusunan anggaran dan harusnya dikritisi sejak perumusan anggaran, seperti perjalanan dinas.
"Perjalanan dinas itu diperlukan untuk mendukung tugas dan membutuhkan biaya. Perjalanan itu dihitung saat perumusan anggaran. Ketika mengajukan anggaran untuk apa saja? Seperti siapa yang mengontrol e-KTP, siapa yang ke daerah? Itu ada rasionya dibuat dalam pengajuan anggaran. Birokrasi tidak dapat menjalankan aktivitas yang tidak diatur dalam anggaran," katanya. (*/OL-9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar