Minggu, 19 Juni 2011

Mukaddimah Lekra

Apa bagaimana gerangan isi Mukaddimah Lekra yang dipandang demikian berbahaya oleh lawan-lawannya dan menyebabkan para seniman anggota-anggotanya jadi buruan, sasaran likwidasi fisik, dilempar ke penjara dan dikirim ke pulau pembuangan tanpa proses hukum apapun oleh kekuasaan yang menyebut diri Republik  dan Indonesia? Sesudah keluar dari sarang siksa dan derita itu, mereka tetap disingkirkan, diawasi dan dicurigai?

Untuk jelasnya agar kau bisa membaca sendiri maka di bawah ini Mukaddimah tersebut kusalin ulang tanpa mengobah ejaannya. Setelah membacanya kuharap kau bisa memberikan komentar di mana bahayanya isi Mukaddimah Lekra ini. Dengan menyiarulang Mukaddimah ini semestinya dokumen ini kumasukkan ke dalam Annexes serie cerita ini], dan dengan membaca serta menelaahnya sendiri, kau tidak jadi pengikut "ilmu kuping" atau "dengar-dengaran" yang sering bersifat gunjing, latah dan jelas amat dangkal.Seniman yang adalah seorang pencari serius, kukira tidak ingin menggunakan "ilmu kuping", latah, dan suka bergunjing. Lekra "membakar buku", "Lekra pernah berkuasa", "Lekra organisasi kebudayaan berdarah","Lekra memalsukan sejarah", kukira adalah contoh dari ocehan latah dari para penggunjing sambil memasang di dahi merek seniman dan cendekiawan atau pun wartawan budaya.


Pada saatnya, aku ingin menguraikan isi Mukaddimah ini alinea demi alinea. Menyusul dokumen ini nanti aku juga akan memberimu dokumen pidato Andrei Zdanov di depan Kongres Pengarang-pengarang Uni Soviet pada 17 Agustus 1934. Pidato ini kukira perlu ditelaah jika kita ingin memahami realisme sosialis yang dikatakan jadi slogan Lekra, padahal pada kenyataannya Lekra tidak menggunakannya. Inipun ujud dari kelatahan di kalangan kita, kesukaan bicara tanpa tahu apa yang diucapkan. Bangga dengan kengawuran dan ketidaktahuan.


Inilah Guk, Mukaddimah Lekra itu yang kukutip dari "Dokumen Kita", Lampiran Khusus Majalah Kancah, Paris, No.10-X -1984.



Lembaga Kebudajaan Rakjat.

Mukaddimah

Menyadari, bahwa rakjat adalah satu-satunya pentjipta kebudajaan, dan bahwa pembangunan kebudajaan, dan bahwa pembangunan kebudajaan Indonesia baru hanja dapat dilakukan oleh rakjat, maka pada hari 17 Agustus 1950 didirikan Lembaga Kebudajaan Rakjat, disingkat Lekra. Pendirian ini terjadi ditengah-tengah proses perkembangan kebudajaan jang sebagai hasil keseluruhan daja-upaja manusia setjara sadar untuk memenuhi, setinggi-tingginya kebutuhan hidup lahir dan batin, senantiasa madju dengan tiada putus-putusnja.


Revolusi Agustus 1945 membuktikan, bahwa pahlawan di dalam peristiwa bersedjarah ini, seperti halnja di dalam seluruh sedjarah bangsa kita, tiada lain adalah rakjat. Rakjat Indonesia dewasa ini adalah semua golongan di dalam masjarakat jang menentang pendjadjahan. Revolusi Agustus adalah usaha pembebasan diri rakjat Indonesia dari pendjadjahan dan peperangan, pendjadjahan dan penindasan feodal. Hanja djika panggilan sedjarah ini Revolusi Agustus terlaksana, djika tertjipta kemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi, kebudajaan rakjat bisa berkembang bebas. Kejakinan tentang kebenaran ini menjebabkan Lekra bekerdja membantu pergulatan untuk kemerdekaan tanahair untuk perdamaian diantara bangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan bagi perkembangan kepribadian berdjuta-djuta rakjat.


Lekra bekerdja chusus dilapangan kebudayaan, dan untuk masa ini terutama dilapangan kesenian dan ilmu. Lekra menghimpun tenaga dan kegiatan seniman-seniman, sardjana-sardjana pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja. Lekra membantah pendapat bahwa kesenian dan ilmu bisa terlepas dari masjarakat. Lekra mengadjak pekerdja-pekerdja kebudajaan untuk dengan sadar mengabdikan daja-tjipta, bakat serta keahlian mereka guna kemadjuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaruan Indonesia.

Zaman kita dilahirkan oleh sedjarah jang besar, dan sedjarah bangsa kita telah melahirkan putera-putera jang baik dilapangan kesusastraan, senibentuk, musik, maupun dilapangan-lapangan kesenian lain dan ilmu. Kita wadjib bangga bahwa kita terdiri dari suku-suku jang masing-masingnja mempunjai kebudajaan jang
bernilai. Keragaman bangsa kita ini menjediakan kemungkinan jang tiada terbatas untuk pentjiptaan jang sekaja-kajanja serta seindah-indahnja.

Lekra tidak hanja menjambut setiap sesuatu jang baru; Lekra memberikaan bantuan jang aktif untuk memenangkan setiap jang baru madju. Lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa "kebudajaan" pendjadjahan jang mewariskan kebodohan,rasarendah serta watak lemah pada bangsa kita. Lekra menerima dengan kritis peninggalan-peninggalan nenek mojang kita, mempeladjari dengan saksama segala-gala segi peninggalan-peninggalan itu, seperti halnja mempeladjari dengan saksama pula hasil-hasil tjiptaan kelasik maupun baru dari bangsa lain jang manapun, dan dengan ini berusaha meneruskan setjara kreatif tradisi jang agung dari sedjarah dan bangsa kita, menudju kepentjiptaan kebudajaan nasional jang ilmiah. Lekra menganjurkan kepada anggota-anggotanja, tetap djuga kepada seniman-seniman sardjana-sardjana dan pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja di luar Lekra, untuk setjara dalam mempeladjari kenjataan, dan untuk bersikap setia kepada kenjataan dan kebenaran.

Lekra mengandjurkan untuk mempeladjari dan memahami pertentangan-pertentangan jang berlaku didalam masjarakat maupun didalam hati manusia, mempeladjari dan memahami gerak perkembangannja serta hari depannja. Lekra menganjurkan pemahaman jang tepat atas kenjataan-kenjataan didalam perkembangnnja jang maju, dan mengandjurkan hal itu, baik untuk tjara-kerdja dilapangan ilmu, maupun untuk pentjiptaan dilapangan kesenian. Dilapangan kesenian Lekra mendorong inisitatif, mendorong keberanian kreatif, dan Lekra menjetujui setiap bentuk, gaja ,dsb., selama ia setia kepada kebenaran dan selama ia mengusahakan keindahan artistik jang setinggi-tingginja.

Singkatnya, dengan menolak sifat anti-kemanusiaan dan anti-sosial dari kebudajaan bukan-rakjat, dengan menolak perkosaan terhadap kebenaran dan terhadap nilai-nilai keindahan. Lekra bekerdja untuk membantu pembentukan manusia baru jang memiliki segala kemampuan untuk memadjukan dirinja dalam perkembangan kepribadian jang bersegi banjak dan harmonis.


Di dalam kegiatan Lekra menggunakan tjara salinjg-bantu,saling-kritik dan diskusi-diskusi persaudaraan didalam masalah-masalah pentjiptaan. Lekra berpendapat, bahwa setjara tegas berpihak pada rakjat dan mengabdi kepada rakjat, adalah satu-satunja djalan bagi seniman-seniman, sardjana-sardjana maupun pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja untuk mentjapai hasil jang tahanudji dan tahanwaktu. Lekra mengulurkan tangan kepada organisasi-organisasi kebudajaan jang lain dari aliran atau kejakinan apapun, untuk bekerdjasama dalam pengabdian ini.

Disalin ulang dari "Dokumen Kita", Majalah Kancah, Paris, Lampiran Khusus NO.10, TH.X, 1984].

Kukira Guk, sari dari Mukaddimah di atas terletak pada bahwa "Lekra mengadjak pekerdja-pekerdja kebudajaan . Sedangkan hal-hal boleh dikatakan cara melaksanakan ajakan tersebut. Mukaddimah inilah yang dijadikan matapelajaran pokok dalam setiap sekolah Lekra dan membimbing kegiatan-kegiatan para seniman anggotanya. Ajakan "untuk dengan sadar mengabdikan daja-tjipta, bakat serta keahlian mereka guna kemadjuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaruan Indonesia" memang menjadi demikian berbahaya hanya bagi pihak-pihak yang anti rakjat, tidak menginginkan "kemadjuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaruan Indonesia". Ide dan kegiatan-kegiatan para seniman Lekra yang beginilah yang membuat mereka dibunuh, dikejar, dibuang, dipenjara ,dikucilkan, dicurigai dan dicerca sampai sekarang. Jika demikian maka pertanyaan yang tetinggal: Quo vadis sastra seni kita dan Indonesia?


Paris, Agustus 2004.
-------------------
JJ.KUSNI

Source: freelists.org




Tidak ada komentar:

Posting Komentar