Minggu, 19 Juni 2011

ABO MAMONGKUROIT (dari Minahasa)

Abo Mamongkuroit dan istrinya, Buwal Putri Monondeaga, tinggal di tengah-tengah hutan. Mereka sangat berbahagia karena saling menyayangi. Suatu ketika Abo memutuskan untuk merantau, mencari nafkah agar kehidupannya menjadi lebih baik. Abo meminta izin kepada istrinya dan ternyata istrinya merelakan Abo untuk merantau asalkan tidak terlalu lama. Abo pun bersiap untuk merantau dan istrinya membekali Abo dengan ketupat dan telur rebus. Walaupun dengan hati terlalu berat terpaksa Abo harus meninggalkan istrinya yang cantik ini.
Suatu ketika, belum beberapa lama setelah keberangkatan Abo, datanglah Tulap, raksasa rakus pemakan manusia yang tinggal di sekitar hutan itu. Monondeaga pun ketakutan melihat Tulap, tetapi Tulap tenang saja dan berkata, "Jangan takut, Monondeaga! Aku tak akan memakan engkau."
Monondeaga pun bingung dan berpikir bagaimana caranya menghindari diri dari si Tulap. Tulap berkata dengan suara menggelegar, "Hai, Deaga, kau akan senang sekali apabila berada di rumahku," demikian ia membujuk, namun Deaga mendapatkan akal untuk menahan niat Tulap yang jahat itu, "Hari ini jangan dulu kau bawa sebab aku akan mencuci rambut. Sebaiknya besok saja kau jemput aku di sini." Tanpa berpikir lama si Tulap langsung pergi dengan penuh harapan besok dia pasti mendapatkan Deaga. Sementara itu, Deaga terus memikirkan alasan apa lagi yang akan disampaikannya besok kepada si Tulap.
Kalau saja suamiku ada tentu hal ini tidak akan terjadi, keluh Deaga dalam hati. Semalaman Deaga tidak bisa tidur. Ia hanya memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Akankah Tulap memakannya?
Esok harinya ketika hari sudah petang muncullah si Tulap di rumah Deaga. Dengan senyum mengerikan Tulap menghampiri Deaga. Deaga tak kehabisan akal, dia berkata, "Hai Tulap, bagaimana kalau kau jemput aku besok saja sebab aku belum mandi." Tulap semula tidak mau mendengarkan alasan itu, namun Deaga terus membujuknya, akhirnya Tulap mau menerimanya dan segera pulang ke rumahnya untuk kembali lagi keesokan harinya.
Alasan demi alasan disampalkan Deaga kepada Tulap untuk mengulur-ulur waktu sampai suaminya tiba kembali di rumah. Namun, dari hari ke hari suainya belum juga datang dari perantauan.
Keesokan harinya ketika Deaga sedang duduk merenung memikirkan nasibnya tiba-tiba datanglah Tulap. Alangkah terkejutnya Deaga melihat Tulap karena tidak ada lagi alasan yang dapat diberikan kepadanya. la sangat ketakutan, sementara Tulap sudah tidak sabar lagi. Tulap membentak, "Sekarang apa lagi alasanmu? Mari ikut akul" Deaga gemetaran, "Tamatlah sudah riwayatku ini. Aku akan mati ditelan raksasa rakus ini," ia berkata dalam hatinya.
Sementara Deaga merenungi nasibnya, dia dikagetkan lagi oleh suara Tulap yang menggelegar.
"Tunggu sebentar, Tulap. Aku mau menyisir rambutku dahulu dan mengganti bajuku ini,” bujuk Deaga untuk menenangkan si Tulap. Setelah selesai mendandani dirinya, Deaga keluar dari rumahnya. Tanpa menunggu lama, Tulap langsung membopong Deaga ke rumahnya di tengah hutan. Setibanya di rumah Tulap, Deaga dimasukkan ke dalam kandang besi yang berada di kolong rumahnya.
Selama dikurung di rumah Tulap, Deaga semakin lama semakin kurus dan kecantikannya semakin hari semakin pudar. Setiap hari ia hanya memikirkan akan nasibnya. la juga memikirkan suaminya yang kelak setelah pulang dari rantau tidak akan menemuinya di rumah. Suaminya pasti akan sedih sekali dan ia akan berusaha mencarinya. Lalu, kalau ia menemui dirinya berada di rumah Tulap, ia pasti akan marah dan akan terjadi sesuatu yang mengerikan.
Kira-kira dua minggu di perantauan Abo pun kembali ke rumah. Dengan membawa oleh-oleh dan uang untuk istrinya yang dikasihinya, Abo tiba di rumah. la memanggil-manggil istrinya, tetapi tidak ada jawaban. Betapa sedih hatinya ketika mengetahui rumahnya kosong.
Ke mana gerangan istrinya? Muncullah bermacam-macam pikiran. Mungkinkah istrinya dimakan binatang buas, atau hanyut terbawa arus di sungai. la berusaha mencari jejak-jejak istrinya di sekitar rumah dan sungai yang berada tidak jauh dari rumahnya. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda bahwa istrinya hanyut terbawa arus atau dimakan binatang buas, Akhirnya Abo memutuskan untuk mencarinya sampai dapat. Esok harinya ia menyiapkan bekal perjalanan dan bersiap-siap melakukan perjalanan.
Berangkatlah Abo mencari istrinya, berjalan tanpa mengenal lelah menelusuri hutan belantara. Siapa saja yang ditemukannya ditanyakan tentang istrinya, namun jawaban yang diterimanya selalu tidak menyenangkan, yaitu bahwa mereka tidak mengetahuinya. Kemudian, Abo melanjutkan Iagi perjalanannya, dan tibalah Abo di rumah Tulap yang cukup besar. Kedatangannya disambut dengan gembira oleh Tulap, seolah-olah dia tidak mengetahui akan nasib istri Abo.
Tulap menegur Abo untuk jangan cepat pulang dan mengajaknya untuk minum kopi dulu. Sesudahnya Abo diajak mengadakan pertarungan adu betis. Ajakan ini disambut dengan gembira oleh Abo dan keduanya segera turun dari rumah menuju halaman.
Pertandingan adu betis dimulai. Tulap memulai pertandingan dengan serangan. Serangan demi serangan dapat ditahan oleh Abo. Anehnya, bukan Abo yang terpelanting karena diserang, malah Tulap yang terpelanting jauh. "Hai, Tulap," seru Abo. "Menyerahlah kau karena ternyata aku lebih kuat dari dirimu. Kekuatanku melebihi kekuatanmu, kau tak berdaya, terbukti kau tak dapat merobohkan aku."
Kali ini Tulap berpikir untuk menahan serangan. Abo memulai serangannya terhadap Tulap, namun kasihan. Tulap si raksasa hutan itu. la terpelanting jauh ke atas pohon dan menggelepar-gelepar seperti ayam dipotong lehernya. Akhirnya ia mati. Keadaan ini disaksikan pula oleh istri Tulap. Melihat hal ini istri Tulap langsung mengambil pisau yang sudah diasah untuk menyerang Abo. Tetapi, apa yang terjadi? Istri Tulap ini juga mendapat pukulan yang dahsyat dari Abo dan terlempar jauh, maka matilah suami istri itu.
Selanjutnya Abo melihat bahwa di kolong rumah Tulap terdapat banyak manusia yang akan dijadikan makanan sehari-hari. Nampak pula istrinya yang tercinta berada di dalamnya. Segera dibukakannya kurungan yang penuh dengan manusia itu dan disuruhnya mereka semua pulang untuk menjalankan kehidupan seperti biasanya, berkebun di ladang mereka. Dipeluknya istrinya dan diajaknya pulang. Setelah itu mereka hidup bahagia, tidak ada yang berani mengganggu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar