Setiap hari kakek pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan hasil hutan lainnya. Nondo sedih tidak dapat membantu kakeknya. Padahal ia ingin sekali pergi ke hutan. Ia ingin menyaksikan sendiri binatang-binatang yang hidup di hutan dan dapat membantu kakeknya mengangkut hasil hutan ke pasar. Namun, apa daya ia tidak mampu melakukannya karena kakinya yang pincang.
Setiap selesai makan malam kakek selalu menceritakan tentang semua binatang yang dilihatnya di hutan. Nondo mendengarkannya dengan penuh perhatian. Ia selalu membayangkan seperti apakah binatang-binatang dalam cerita kakeknya itu. Dan, biasanya setelah itu Nondo bermimpi bertemu dengan binatang-binatang itu. Dia juga kerap bernyanyi menirukan bunyi burung-burung yang sering diceritakan kakeknya.
Suatu hari kakeknya hendak pergi ke hutan seperti biasanya. Karena Nondo ingin sekali melihat binatang-binatang di hutan, maka ia memohon kepada kakeknya agar diizinkan pergi bersama. Semula kakeknya tidak mengizinkan karena ia kuatir akan kesehatan Nondo. Namun demikian, Nondo terus merengek dan membujuk kakeknya. Akhirnya kakeknya mengizinkan dengan syarat dia harus segera menyelesaikari pekerjaan rumahnya. Dengan penuh semangat Nondo menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian, berangkatlah dia bersama kakeknya ke hutan. .
Di dalam hutan Nondo kerap tertinggal oleh kakeknya karena ia tidak dapat berjalan dengan cepat. Setiap kali ia bertemu dengan seekor binatang hutan, ia selalu berhenti untuk menyaksikan gerak-gerik binatang itu. Bahkan ia pun menirukan suara-suara binatang itu. Semakin asyik ia bermain dengan binatang-binatang itu, semakin jauh pula ia tertinggal kakeknya.
Semula ia tidak menyadari keadaannya yang tinggal sendiri di dalam hutan itu. Setelah hari menjelang sore, baru ia menyadari bahwa kakeknya sudah tidak bersamanya lagi.
Hari semakin malam dan suasana hutan pun sudah semakin menyeramkan. Nondo menangis memanggil-manggil kakeknya, namun tidak ada jawaban sama sekali. la mencoba mencari jalan ke rumahnya, namun semakin lama semakin masuk ia ke hutan sehingga bertambah bingunglah pikirannya.
Malam semakin larut dan burung-burung semakin ramai berbunyi, seperti burung uwak, ayam hutan, kedi-kedi, kakaktua, toin tuenden, dan kuow. Mereka berbunyi bersahut-sahutan. Nondo menjadi takut apalagi setelah mendengar suara burung kuow yang keras dan menakutkan. Maka menangis dan berteriak-teriaklah dia agar suaranya didengar oleh kakeknya.
Sementara itu kakek Nondo, ketika menyadari cucunya tidak ada di belakangnya, menjadi panik. Ia berteriak-teriak memanggil cucunya namun tidak terdengar jawaban. Karena sudah merasa putus asa, akhirnya kakek pulang ke rumahnya. la berjanji akan mencari cucunya kembali pada keesokan harinya.
Pada hari selanjutnya barangkatlah kakek ke hutan mencari Nondo kembali. la sangat sedih membayangkan Nondo akan ketakutan sendirian di hutan. Namun, sampai sore hari belum ditemukan juga cucunya itu.
Pada hari berikutnya kembali ia mencarl Nondo ke hutan dan hasilnya pun tetap nihil. Sudah hampir putus asa kembalilah kakek ke rumahnya. Namun, dalam perjalanan.pulang ia mendengar suara yang aneh. la berusaha mencari sumber suara itu. Ternyata itu berasal dari seekor burung yang sedang hinggap di atas sebatang pohon. la menengadah ke atas dan tampak burung itu sedang terbang dari satu cabang ke cabang lainnya. Burung itu memperhatikan kakek Nondo sambil mengeluarkan suara, "moo-poo".
Semula kakek Nondo tidak menyadari akan maksud suara itu, namun lama-lama ia memperhatikan suara itu seperti Opo-ku. Lalu, ia perhatikan kembali burung itu, ternyata burung itu pincang. Kemudian menangislah ia karena teringat cucunya. la yakin burung itu merupakan jelmaan dari cucunya, Nondo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar