Absurd, teater
Gerakan di dunia pentas pada tahun 50-an, tidak hanya di dunia Barat. Terpengaruh oleh eksistensialisme Prancis khusus mengenai iklim rohani dan tema-tema yang dibahas, seperti misalnya kedudukan manusia yang absurd: manusia mencari ketertiban, logika, koherensi, sedangkan dunia ini tidak memiliki kategori-kategori tersebut. Kemustahilan untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, kesepian, ketakutan, keinginan melarikan diri ke suatu dunia khayalan. Pesan yang disampaikan oleh teater absurd ialah tak ada gunanya mencari arti dan makna dalam peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
Disorientasi dan kekacauan mengenai isi juga ditampilkan dalam bentuk dan susunan karya pentas. Unsur yang selalu kelihatan ialah peruntuhan dan pengangguran, alur, tokoh-tokoh, komunikasi dan urutan waktu, itu semuanya diruntuhkan dan digugurkan. Ruang melambangkan situasi yang dipentaskan, ialah tanpa harapan, sia-sia. Bentuk-bentuk klasik dan konvensional yang dahulu berlaku di dunia pentas, kini didobrak dan dihancurkan. Ucapan-ucapan para pelaku tidak kait-mengait, tidak logis, hanya merupakan ucapan-ucapan yang ditumpuk-tumpukkan. Sering juga disisipkan dengan "sick jokes", lelucon yang tidak lucu, bahkan menyedihkan dan memuakkan.
Eksponen-eksponen di dunia Barat antara lain Beckett, Adamov, Ionesco dan Genet. Unsur-unsur absurdisme di Indonesia kelihatan dalam sementara karya pent as Putu Wijaya, Aduh misalnya. (Lihat: Martin Esslin, Theatre of the Absurd. 1961.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar