Senin, 09 Januari 2012

KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (RIS)

















KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
(Keputusan Pres. RIS 31 Djan. 1950 Nr. 48.(c) LN 50–3)
(du. 6 Peb. ’50)

MUKADDIMAH
Kami bangsa Indonesia semendjak berpuluh-puluh tahun lamanja bersatu-padu dalam perdjuangan-kemerdekaan, dengan senantiasa berhati-teguh berniat menduduki hak-hidup sebagai bangsa jang merdeka-berdaulat.
Kini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampai kepada tingkatan sedjarah jang berbahagia dan luhur. Maka demi ini kami menjusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara jang berbentuk republik-federasi, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Jang Maha-Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakjatan dan keadilan sosial.
Untuk mewudjudkan kebahagiaan kesedjahteraan perdamaian dan kemerdekaan dalam masjarakat dan negara-hukum Indonesia Merdeka jang berdaulat sempurna.

BAB I
NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Bagian 1
Bentuk Negara dan Kedaulatan.
Pasal 1

(1) Republik Indonesia Serikat jang merdeka dan berdaulat jalah suatu negara-hukum jang
demokrasi dan berbentuk federasi.
(2) Kekuasaan berkedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh Pemerintah bersamasama
dengan Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat.
Bagian 2
Daerah Negara.
Pasal 2
Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia, jaitu daerah bersama:
a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam persetudjuan Renville tanggal 17 Djanuari tahun 1948;
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Djakarta;
Negara Djawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan Selatan dan Labuhan
Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;
Negara Sumatera Selatan;
b. Satuan2 kenegaraan jang tegak sendiri;
Djawa Tengah;
Bangka;
Belitung;
Riau;
Kalimantan Barat (Daerah istimewa);
Dajak Besar;
Daerah Bandjar;
Kalimantan Tenggara; dan
Kalimantan Timur;
a. dan b. jalah daerah bagian jang dengan kemerdekaan menentukan nasib sendiri bersatu
dalam ikatan federasi Republik Indonesia Serikat, berdasarkan jang ditetapkan dalam
Konstitusi ini dan lagi
c. daerah Indonesia selebihnja jang bukan daerah2-bagian.



Bagian 3
Lambang dan Bahasa Negara.
Pasal 3
(1) Bendera kebangsaan Republik Indonesia Serikat jalah bendera Sang Merah Putih.
(2) Lagu kebangsaan jalah lagu "Indonesia Raja".
(3) Pemerintah menetapkan meterai dan lambang negara.
Pasal 4
Bahasa resmi Negara Republik Indonesia Serikat jalah Bahasa Indonesia.
Bagian 4
Kewarga-Negaraan dan Penduduk Negara.
Pasal 5
(1) Kewarga-negaraan Republik Indonesia Serikat diatur oleh undang-undang federal.
(2) Pewarga-negaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa undang-undang federal. Undang-undang federal mengatur akibat pewarga-negaraan terhadap isteri orang jang telah diwarga negarakan dan anak2nja jang belum dewasa.
Pasal 6
Penduduk Negara jalah mereka jang diam di Indonesia menurut aturan2 jang ditetapkan dengan
undang-undang federal.

Bagian 5
Hak dan Kebebasan Dasar Manusia.
Pasal 7
(1)   Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap Undang-undang.
(2)   Segala orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan jang sama oleh Undang-undang.
(3)   Segala orang berhak menuntut perlindungan jang sama terhadap tiap pembelakangan dan terhadap tiap2 penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
(4)   Setiap orang berhak mendapat bantuan-hukum jang sungguh dari hakim2 jang ditentukanuntuk itu, melawan perbuatan2 jang berlawanan dengan hak2 dasar jang diperkenankan kepadanja menurut hukum.
Pasal 8
Sekalian orang jang ada didaerah Negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan
harta-bendanja.
Pasal 9
(1) Setiap orang berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam perbatasan Negara.
(2) Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan–djika ia warga-negara atau penduduk–kembali
kesitu.
Pasal 10
Tiada seorang pun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan-budak
dan perhambaan dan segala perbuatan berupa apapun jang tudjuannja kepada itu, terlarang.
Pasal 11
Tiada seorang djuapun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum setjara ganas, tidak
mengenal perikemanusiaan atau menghina.
Pasal 12
Tiada seorang djuapun boleh ditangkap atau ditahan, selainnja atas perintah untuk itu oleh
kekuasaan jang sah menurut aturan2 undang-undang dalam hal2 dan menurut tjara jang
diterangkan dalamnja.
Pasal 13
(1) Setiap orang berhak, dalam persamaan jang sepenuhnja, mendapat perlakuan djudjur dalam
perkaranja oleh hakim jang tak memihak, dalam hal menetapkan hak2 dan kewadjiban2nja
dan dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan hukuman jang dimadjukan terhadapnja
beralasan atau tidak.
(2) Bertentangan dengan kemauannja tiada seorang djuapun dapat dipisahkan dari pada hakim,
jang diberikan kepadanja oleh aturan hukum jang berlaku.
Pasal 14
(1) Setiap orang jang dituntut karena disangka melakukan sesuatu peristiwa pidana berhak
dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannja dalam suatu sidang pengadilan,
menurut aturan2 hukum jang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala djaminan jang
telah ditentukan dan jang perlu untuk pembelaan.
(2) Tiada seorang djuapun boleh dituntut untuk dihukum atau didjatuhkan hukuman, ketjuali
karena suatu aturan hukum jang sudah ada dan berlaku terhadapnja.
(3) Apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ajat diatas, maka
dipakailah ketentuan jang lebih baik bagi sitersangka.
Pasal 15
(1) Tiada suatu pelanggaran kedjahatanpun boleh diantjamkan hukuman berupa rampasan semua
barang kepunjaan jang bersalah.
(2) Tidak suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak2
kewargaan.
Pasal 16
(1) Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu-gugat.
(2) Mengindjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan
dengan kehendak orang jang mendiaminja, hanja dibolehkan dalam hal2 jang ditetapkan
dalam suatu aturan hukum jang berlaku baginja.
Pasal 17
Kemerdekaan dan rahasia dalam perhubungan surat-menjurat tidak boleh diganggu-gugat,
selainnja dari pada atas perintah hakim atau kekuasaan lain jang telah disahkan untuk itu menurut
peraturan2 undang-undang dalam hal2 jang diterangkan dalam peraturan itu.
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran keinsjafan batin dan agama; hak ini meliputi pula
kebebasan bertukar agama atau kejakinan, begitu pula kebebasan menganut agamanja atau
kejakinannja, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik dimuka umum maupun
dalam lingkungannja sendiri dengan djalan mengadjarkan, mengamalkan, beribadat, mentaati
perintah dan aturan2 agama, serta dengan djalan mendidik anak2 dalam iman dan kejakinan orang
tua mereka.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunjai dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 20
Hak penduduk atas kebebasan berkumpul dan berapat setjara damai diakui dan sekadar perlu
didjamin dalam peraturan2 undang-undang.
Pasal 21
(1) Setiap orang berhak dengan bebas memadjukan pengaduan kepada penguasa, baik dengan
lisan ataupun dengan tertulis.
(2) Setiap orang berhak memadjukan permohonan kepada penguasa jang sah.
Pasal 22
(1) Setiap warga-negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan
perantaraan wakil2 jang dipilih dengan bebas menurut tjara jang ditentukan oleh undangundang.
(2) Setiap warga-negara dapat diangkat dalam tiap2 djabatan pemerintah.
Orang asing boleh diangkat dalam djabatan2 pemerintah menurut aturan2 jang ditetapkan oleh
undang-undang.
Pasal 23
Setiap warga-negara berhak dan berkewadjiban turut serta dengan sungguh dalam pertahanan
kebangsaan.
Pasal 24
(1) Penguasa tidak akan mengikatkan keuntungan atau kerugian kepada termasuknja warganegara
dalam sesuatu golongan rakjat.
(2) Perbedaan dalam kebutuhan masjarakat dan kebutuhan hukum golongan rakjat akan
diperhatikan.
Pasal 25
(1) Setiap orang berhak mempunjai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
(2) Seorangpun tidak boleh dirampas miliknja dengan semena-mena.
Pasal 26
(1) Pentjabutan hak (onteigening) untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak tidak
dibolehkan, ketjuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan2 undang-undang.
(2) Apabila sesuatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun, baik untuk
selama-lamanja maupun untuk beberapa lama, harus dirusakkan sampai tak terpakai lagi, oleh
kekuasaan umum, maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian dan menurut aturan2
undang-undang, ketjuali djika ditentukan jang sebaliknja oleh aturan2 itu.
Pasal 27
(1) Setiap warga-negara, dengan menurut sjarat2 kesanggupan, berhak atas pekerdjaan jang ada.
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerdjaan dan berhak pula atas sjarat2
perburuhan jang adil.
(2) Setiap orang jang melakukan pekerdjaan dalam hal2 jang sama, berhak atas pengupahan adil
jang mendjamin kehidupannja bersama dengan keluarganja, sepadan dengan martabat
manusia.
Pasal 28
Setiap orang berhak mendirikan serikat-sekerdja dan masuk kedalamnja untuk memperlindungi
kepentingannja.
Pasal 29
(1) Mengadjar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa jang dilakukan
terhadap itu menurut peraturan2 undang-undang.
(2) Memilih pengadjaran jang akan diikuti, adalah bebas.
Pasal 30
Kebebasan melakukan pekerdjaan sosial dan amal, mendirikan organisasi2 untuk itu, dan djuga
untuk pengadjaran partikulir, dan mentjari dan mempunjai harta untuk maksud2 itu, diakui.
Pasal 31
Setiap orang jang ada didaerah Negara harus patuh kepada Undang-undang, termasuk aturan2
hukum jang tak tertulis, dan kepada penguasa2 jang sah dan jang bertindak sah.
Pasal 32
(1) Peraturan2 undang-undang tentang melakukan hak2 dan kebebasan2 jang diterangkan dalam
bagian ini, djika perlu, akan menetapkan batas2 hak2 dan kebebasan2 itu, akan tetapi hanjalah
semata-mata untuk mendjamin pengakuan dan pernghormatan jang tak boleh tiada terhadap
hak2 serta kebebasan2 orang lain, dan untuk memenuhi sjarat2 jang adil untuk ketenteraman
kesusilaan dan kesedjahteraan umum dalam suatu persekutuan jang demokrasi.
(2) Djika perlu, undang-undang federal menentukan pedoman dalam hal itu bagi undang-undang
daerah2-bagian.
Pasal 33
Tiada suatu ketentuanpun dalam bagian ini boleh ditafsirkan dengan pengertian, sehingga sesuatu
penguasa, golongan atau orang dapat memetik hak dari padanja untuk mengusahakan sesuatu apa
atau melakukan perbuatan berupa apapun jang bermaksud menghapuskan sesuatu hak atau
kebebasan jang diterangkan dalamnja.
Bagian 6
Asas2 Dasar
Pasal 34
Kemauan Rakjat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinjatakan dalam pemilihan
berkala jang djudjur dan jang dilakukan menurut hak-pilih jang sedapat mungkin bersifat umum
dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara jang rahasia ataupun menurut tjara jang djuga
mendjamin kebebasan mengeluarkan suara.
Pasal 35
Penguasa sesanggupnja memadjukan kepastian dan djaminan sosial, teristimewa pemastian dan
pendjaminan sjarat2 perburuhan dan keadaan2 perburuhan jang baik, pentjegahan dan
pemberantasan pengangguran serta penjelenggaraan persediaan untuk hari-tua dan pemeliharaan
djanda2 dan anak2 jatim-piatu.
Pasal 36
(1) Meninggikan kemakmuran rakjat adalah suatu hal jang terus-menerus diselenggarakan oleh
penguasa, dengan kewadjibannja senantiasa mendjamin bagi setiap orang deradjat hidup jang
sesuai dengan martabat manusia untuk dirinja serta keluarganja.
(2) Dengan tidak mengurangi pembatasan jang ditentukan untuk kepentingan umum dengan
peraturan2 undang-undang, maka kepada sekalian orang diberikan kesempatan menurut sifat,
bakat dan ketjakapan masing2 untuk turut serta dalam perkembangan sumber2 kemakmuran
negeri.
Pasal 37
Keluarga berhak atas perlindungan oleh masjarakat dan Negara.
Pasal 38
Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudajaan serta kesenian dan ilmu-pengetahuan.
Dengan mendjundjung asas ini maka penguasa memadjukan sekuat tenaganja perkembangan
kebangsaan dalam kebudajaan serta kesenian dan ilmu-pengetahuan.
Pasal 39
(1) Penguasa wadjib memadjukan sedapat-dapatnja perkembangan rakjat baik rohani maupun
djasmani, dan dalam hal ini teristimewa berusaha selekas-lekasnja menghapuskan buta-huruf.
(2) Dimana perlu, penguasa memenuhi kebutuhan akan pengadjaran umum jang diberikan atas
dasar memperdalam keinsjafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun
dan memperdalam perasaan peri-kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan jang sama
terhadap kejakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam djampeladjaran
untuk mengadjarkan peladjaran agama sesuai dengan keinginan orang-tua murid2.
(3) Murid2 sekolah partikulir memenuhi sjarat2 kebaikan2 menurut undang-undang bagi
pengadjaran umum, haknja sama dengan hak murid2 sekolah umum.
(4) Terhadap pengadjaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan lekas
kewadjiban beladjar jang umum.
Pasal 40
Penguasa senantiasa berusaha dengan sungguh2 memadjukan kebersihan umum dan kesehatan
rakjat.
Pasal 41
(1) Penguasa memberi perlindungan jang sama kepada segala perkumpulan dan persekutuan
agama jang diakui.
(2) Penguasa mengawasi supaja segala persekutuan dan perkumpulan agama patuh-taat kepada
Undang-undang, termasuk aturan2 hukum jang tak tertulis.

BAB II
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DAN DAERAH2-BAGIAN
Bagian 1
Daerah2-Bagian
Babakan 1
Ketentuan umum
Pasal 42
Sambil menunggu penjelesaian susunan Republik Indonesia Serikat sebagai federasi antara
negara2-bagian jang saling sama-martabat dan saling sama-hak, maka daerah2 bagian jang
tersebut dalam pasal 2 adalah saling sama-hak.
Pasal 43
Dalam penjelesaian susunan federasi Republik Indonesia Serikat maka berlakulah asas-pedoman,
bahwa kehendak Rakjatlah didaerah-daerah bersangkutan jang dinjatakan dengan merdeka
menurut djalan demokrasi, memutuskan status jang kesudahannja akan diduduki oleh daerah2
tersebut dalam federasi.
Pasal 44
Perubahan daerah sesuatu daerah-bagian, begitu pula masuk kedalam atau menggabungkan diri
kepada suatu daerah-bagian jang telah ada, hanja boleh dilakukan oleh sesuatu daerah
sungguhpun sendiri bukan daerah-bagian–menurut aturan2 jang ditetapkan dengan undangundang
federal, dengan mendjundjung asas seperti tersebut dalam pasal 43, dan sekadar hal itu
mengenai masuk atau menggabungkan diri, dengan persetudjuan daerah-bagian jang
bersangkutan.
Pasal 45
Tataan dan tjara mendjalankan pemerintahan daerah2-bagian haruslah menurut tjara demokrasi,
sesuai dengan asas2 jang termaktub dalam Konstitusi ini.
Babakan 2
Negara2.
Pasal 46
(1) Negara2 jang baru dibentuk membutuhkan pengakuan undang-undang federal.
(2) Undang-undang federal tidak memberikan status negara kepada daerah2 jang dipandang tidak
akan sanggup melaksanakan dan memenuhi hak2, kekuasaan2 dan kewadjibab2 suatu negara.
Pasal 47
Peraturan2 ketatanegaraan negara2 haruslah mendjamin hak atas kehidupan-rakjat sendiri kepada
pelbagai persekutuan-rakjat didalam lingkungan daerah mereka itu dan harus pula mengadakan
kemungkinan untuk mewudjudkan hal itu setjara kenegaraan dengan aturan2 tentang penjusunan
persekutuan itu setjara demokrasi dalam daerah2 otonomi.
Pasal 48
(1) Peraturan2 ketatanegaraan negara2 tidak akan memuat ketentuan jang seluruhnja atau
sebagian berlawanan dengan Konstitusi ini.
(2) Peraturan2 ketatanegaraan tersebut atau perubahan2 dalamnja baru mulai berlaku sesudah
ditimbang oleh Pemerintah federal.
Untuk maksud itu maka peraturan2 tersebut sesudah selesai dibuat, dengan selekas-lekasnja
dikirimkan oleh Pemerintah negara kepada Pemerintah federal.
(3) Sekiranja menurut timbangan Pemerintah federal ada sesuatu jang berlawanan sebagai
dimaksud dalam ajat (1), maka dalam dua bulan sesudah menerima surat2 itu Pemerintah
federal menjampaikan hal itu kepada Pemerintah negara dan mengundangnja supaja bertindak
membuat perubahan.
(4) Apabila Pemerintah negara tetap melalaikan menurut petundjuk2 jang dimaksud dalam ajat
diatas seluruh atau sebagiannja, ataupun apabila Pemerintah negara berpendapat bahwa
pentundjuk2 itu tak tepat diberikan, maka baik Pemerintah federal maupun Pemerintah negara
boleh meminta keputusan tentang itu kepada Mahkamah Agung Indonesia dan keputusan ini
bersifat mengikat.
(5) Apabila Pemerintah federal memberitahukan kepada Pemerintah negara dalam waktu jang
tersebut dalam ajat (3), bahwa peraturan ketatanegaraan atau perubahan dalamnja jang
dipertimbangkan kepadanja mendapat persetudjuannja, ataupun dalam waktu tersebut tidak
memaklumkan timbangan apa2, maka peraturan ketatanegaraan itu dipandang telah mendapat
pengakuan Pemerintah federal sebagai peraturan ketatanegaraan negara itu jang sah, ataupun
perubahan tersebut dianggap telah diakuinja sebagai termasuk dalam peraturan
ketatanegaraan Negara itu jang sah dan dalam hal demikian maka peraturan ketatanegaraan
itu lalu didjaminnja; ketentuan ini tidak mengurangi jang ditentukan dalam Bab IV, Bagian
III.
Babakan 3
Satuan2 kenegaraan jang tegak sendiri jang bukan negara.
Pasal 49
Kedudukan dalam federasi bagi satuan2 kenegaraan jang tegak sendiri dan jang bukan berstatus
negara, diatur dengan undang-undang federal.
Babakan 4
Daerah2 jang bukan daerah-bagian dan distrik federal Djakarta.
Pasal 50
(1) Pemerintahan atas daerah2 jang diluar lingkungan daerah sesuatu daerah-bagian, dan atas
distrik federal Djakarta dilakukan oleh alat2-perlengkapan Republik Indonesia Serikat
menurut aturan2 jang akan ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Daerah2-bagian jang masuk bilangan untuk itu, boleh disertakan dalam pemerintahan itu
dengan persetudjuan pemerintahnja.
Bagian 2
Pembagian Penjelenggaraan-Pemerintahan Antara Republik Indonesia Serikat
Dengan Daerah2-Bagian.
Babakan 1
Pembagian penjelenggaraan-pemerintahan.
Pasal 51
(1) Penjelenggaraan-pemerintahan tentang pokok2 jang terdaftar dalam lampiran Konstitusi ini
dibebankan semata-mata kepada Republik Indonesia Serikat.
 (2) Daftar lampiran penjelenggaraan-pemerintahan jang tersebut dalam ajat (1) diubah, baik atas
permintaan daerah2-bagian bersama-sama ataupun atas inisiatip Pemerintah federal sesudah
mendapat persesuaian dengan daerah2-bagian bersama-sama, menurut atjara jang ditetapkan
dengan undang-undang federal.
(3) Perundang-undangan federal selandjutnja akan mengambil segala tindakan jang perlu untuk
mengurus penjelenggaraan-pemerintahan jang dibebankan kepada federasi dengan
semestinja.
(4) Segala penjelenggaraan-pemerintahan jang tidak masuk dalam penetapan pada ajat2 diatas
adalah kekuasaan daerah2-bagian semata-mata.
Pasal 52
(1) Daerah-bagian berhak mendapat bagian jang sebesar-besarnja dalam melaksanakan
penjelenggaraan-pemerintahan federal oleh perlengkapan daerah-bagian itu sendiri. Untuk itu
maka Republik Indonesia Serikat sedapat-dapatnja meminta bantuan daerah2-bagian.
(2) Apabila Republik Indonesia Serikat menuntut bantuan daerah-bagian untuk melaksanakan
peraturan2 federal, maka daerah-bagian wadjib memberikan bantuan itu.
(3) Daerah2-bagian melaksanakan pemerintahan ikut-serta jang ditetapkan dalam pasal ini sesuai
dengan pendapat lebih tinggi alat2-perlengkapan federal jang bersangkutan.
Pasal 53
Dalam menjelenggarakan tugas-pemerintahannja daerah2-bagian dapat bekerdja bersama menurut
aturan2 umum jang ditetapkan undang-undang federal; aturan2 itu menentukan pula tjampurtangan
Republik Indonesia Serikat jang boleh djadi dilakukan dalam hal itu.
Pasal 54
(1) Penjelenggaraan seluruh atau sebagian tugas-pemerintahan suatu daerah-bagian oleh
Republik Indonesia Serikat atau dengan kerdja-sama antara alat2-perlengkapan Republik
Indonesia Serikat dan alat2-perlengkapan daerah-bagian jang bersangkutan, hanjalah dapat
dilaksanakan atas permintaan daerah-bagian jang bersangkutan itu. Bantuan Republik
Indonesia Serikat itu sedapat mungkin terbatas pada tugas pemerintahan jang melampaui
tenaga daerah-bagian itu.
(2) Untuk memulai dan menjelenggarakan tugas-pemerintahan sesuatu daerah-bagian dengan
tiada permintaan jang bermaksud demikian, Republik Indonesia Serikat hanja berkuasa dalam
hal2 jang akan ditentukan oleh Pemerintah federal dengan persesuaian Senat dan Dewan
Perwakilan Rakjat, jakni apabila daerah-bagian itu sangat melalaikan tugasnja, dan menurut
aturan2 jang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Babakan 2
Perhubungan keuangan.
Pasal 55
(1) Undang-undang federal menentukan pendapatan2 jang, sebagai pendapatan federasi sendiri,
masuk perbendaharaan Republik Indonesia Serikat; sekalian pendapatan jang lain, sekadar
menurut hukum tidak mendjadi bagian persekutuan-hukum bawahan, masuk semata-mata
untuk kegunaan perbendaharaan daerah-bagian, sebagai pendapatan sendiri bagi daerah2 itu.
(2) Pada pembagian pendapatan2 jang dimaksud ajat diatas diusahakan mentjapai perimbangan,
sehingga baik Republik Indonesia Serikat maupun daerah2-bagian berdaja membajar segala
pembajaran jang bersangkutan dengan penjelenggaraan-pemerintahannja, dari pendapatan2
sendiri.
(3) Dengan tidak mengurangi dasar seperti tersebut dalam ajat jang lalu maka pembagian
pendapatan2 seboleh-bolehnja disesuaikan dengan pembagian penjelenggaraan-pemerintahan
seperti ditentukan dalam babakan diatas.
(4) Oleh undang-undang federal dapat ditentukan bahwa atas padjak2 daerah2-bagian dipungut
opcenten untuk keperluan federasi.
Pasal 56
(1) Menurut aturan2 jang ditetapkan dengan undang-undang federal kekurangan uang pada dinas
biasa dalam anggaran daerah2-bagian ditutup dengan bantuan-biaja dari kas perbendaharaan
Republik Indonesia Serikat.
(2) Kekurangan uang pada dinas luar biasa boleh ditutup dengan bantuan-biaja jang sedemikian.
Pasal 57
(1) Pindjaman uang diluar negeri dilaksanakan hanja semata-mata oleh Republik Indonesia
Serikat.
(2) Atas permintaan daerah-bagian, Republik Indonesia Serikat boleh melaksanakan pindjaman
uang diluar negeri untuk keperluan daerah-bagian itu.
(3) Untuk melaksanakan pindjaman uang dalam negeri, daerah2-bagian membutuhkan pensahan
lebih dahulu dari Republik Indonesia Serikat.
Pasal 58
(1) Anggaran daerah2-bagian jang kekurangannja ditutup dengan memberatkan kasperbendaharaan
federal atau dengan djalan pindjaman, membutuhkan pensahan Pemerintah
federal.
(2) Dalam hal2 jang ditundjuk oleh undang-undang federal dan menurut aturan2 undang-undang
itu, pensahan jang dimaksud dalam ajat tadi dapat disangkutkan kepada mengadakan
perubahan2 dalam anggaran jang bersangkutan itu menurut petundjuk2 jang dianggap perlu
oleh Pemerintah federal sepakat dengan Senat.
Pasal 59
(1) Anggaran faedah2-bagian selain dari pada jang tersebut dalam pasal 58 tidaklah ditjampuri
oleh Republik Indonesia Serikat.
(2) Akan tetapi djikalau ternjata kekatjauan dalam kebidjaksanaan-keuangan maka Pemerintah
federal sepakat dengan Senat boleh menghendaki supaja daerah-bagian jang bersangkutan
mengadakan perubahan tertentu dalam anggarannja.
(3) Undang-undang federal menetapkan apa jang dimaksud dengan perkataan kekatjauan dalam
kebidjaksanaan-keuangan, dan membuat aturan2 untuk melaksanakan kekuasaan seperti
tersebut dalam ajat diatas, serta mengatur akibatnja berhubungan dengan pertangguhan jang
mungkin terdjadi dalam melaksanakan bagian2 jang bersangkutan dalam anggaran itu.
Pasal 60
(1) Apa jang ditetapkan dalam pasal 56 sampai dengan pasal 59 tidak boleh dilaksanakan setjara
apapun, sehingga oleh karena itu terdjadi peristiwa-perubahan dalam pembagian
penjelenggaraan-pemerintahan dan dalam perhubungan keuangan antara Republik Indonesia
Serikat dan daerah2-bagian seperti diterangkan dalam bagian ini.
(2) Teristimewa tidaklah akan dihubungkan sjarat2 jang menudju kearah itu kepada pemberian
bantuan oleh Republik Indonesia Serikat kepada daerah2-bagian, dan djuga tidak kepada
pensahan pindjaman uang atau kepada pensahan anggaran.
Pasal 61
Undang-undang federal jang selandjutnja memuat aturan2 tentang perhubungan keuangan antara
Republik Indonesia Serikat dengan daerah2-bagian, dimana mungkin akan menentukan lagi
djaminan2 lain, sehingga Republik Indonesia Serikat dan daerah2-bagian saling mendjundjung
tinggi sepenuh-penuhnja segala hak dan kekuasaannja.
Babakan 3
Hak2 dan kewadjiban2.
Pasal 62
Segala milik harta-benda, piutang dan hak2 lain jang diterima dari Indonesia pada pemulihan
kedaulatan mendjadilah hak-milik Republik Indonesia Serikat dan daerah2-bagian, jaitu sekadar
bergantung kepada penjelenggaraan-pemerintahan jang mendjadi beban Republik Indonesia
Serikat ataupun beban daerah2-bagian.
Pasal 63
Segala kewadjiban jang diterima dari Indonesia pada pemulihan kedaulatan adalah kewadjiban
Republik Indonesia Serikat.
Bagian 3
Daerah2 Swapradja.
Pasal 64
Daerah2 Swapradja jang sudah ada, diakui.
Pasal 65
Mengatur kedudukan daerah2 Swapradja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah2-bagian jang
bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu dilakukan dengan kontrak jang diadakan
antara daerah-bagian dan daerah2 Swapradja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu
kedudukan istimewa Swapradja akan diperhatikan dan bahwa tiada suatupun dari daerah2
Swapradja jang sudah ada, dapat dihapuskan atau diperketjil bertentangan dengan kehendaknja,
ketjuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang federal jang menjatakan, bahwa,
kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengetjilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada
pemerintah daerah-bagian bersangkutan.
Pasal 66
Sambil menunggu peraturan2 sebagai dimaksud dalam pasal jang lalu dibuat, maka peraturan2
jang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian, bahwa pendjabat2 Indonesia dahulu jang
tersebut dalamnja diganti dengan pendjabat2 jang demikian pada daerah-bagian bersangkutan.
Pasal 67
Perselisihan2 antara daerah2-bagian dan daerah2 Swapradja bersangkutan tentang peraturan2
sebagai dimaksud dalam pasal 65 dan tentang mendjalankannja, diputuskan oleh Mahkamah
Agung Indonesia baik pada tingkat jang pertama dan jang tertinggi djuga, ataupun pada tingkat
apel.
BAB III
PERLENGKAPAN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Ketentuan Umum
Alat2-perlengkapan federal Republik Indonesia Serikat jalah:
a. Presiden;
b. Menteri2;
c. Senat;
d. Dewan Perwakilan Rakjat;
e. Mahkamah Agung Indonesia;
f. Dewan Pengawas Keuangan.
Bagian 1
Pemerintah
Pasal 68
(1) Presiden dan Menteri2 bersama-sama merupakan Pemerintah.
(2) Dimana-mana dalam Konstitusi ini disebut Pemerintah, maka jang dimaksud jalah Presiden
dengan seorang atau beberapa atau para menteri, jakni menurut tanggung-djawab chusus atau
tanggung-djawab umum mereka itu.
(3) Pemerintah berkedudukan diibu-kota Djakarta, ketjuali djika dalam hal darurat Pemerintah
menentukan tempat jang lain.
Pasal 69
(1) Presiden jalah Kepala Negara.
 (2) Beliau dipilih oleh orang2 jang dikuasakan oleh pemerintah daerah2-bagian jang tersebut
dalam pasal 2.
Dalam memilih Presiden, orang2 jang dikuasakan itu berusaha mentjapai kata-sepakat.
(3) Presiden harus orang Indonesia jang telah berusia 30 tahun; Beliau tidak boleh orang jang
tidak diperkenankan serta dalam atau mendjalankan hak-pilih ataupun orang jang telah
ditjabut haknja untuk dipilih.
Pasal 70
Presiden berkedudukan ditempat-kedudukan Pemerintah.
Pasal 71
Presiden sebelum memangku djabatan, mengangkat sumpah (keterangan dan djandji) menurut
tjara agamanja dihadapan orang2 jang dikuasakan oleh daerah2-bagian sebagai tersebut dalam
pasal 69 dan jang untuk itu bersidang dalam rapat umum, sebagai berikut:
"Saja bersumpah (menerangkan) bahwa saja, untuk dipilih mendjadi Presiden Republik Indonesia
Serikat, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada
memberikan atau mendjandjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam
djabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima dari siapapun djuga, langsung ataupun tak langsung,
sesuatu djandji atau pemberian.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja sekuat tenaga akan memadjukan kesedjahteraan
Republik Indonesia Serikat dan bahwa saja akan melindungi dan mempertahankan kebebasan2
dan hak2 umum dan chusus sekalian penghuni Negara.
Saja bersumpah (berdjandji) setia kepada Konstitusi dan lagi bahwa saja akan memelihara dan
menjuruh memelihara segala peraturan jang berlaku bagi Republik Indonesia Serikat, bahwa saja
akan mengabdi dengan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara dan bahwa saja dengan setia
akan memenuhi segala kewadjiban jang ditanggungkan kepada saja oleh djabatan Presiden
Republik Indonesia Serikat, sebagai sepantasnja bagi kepala negara jang baik."
Pasal 72
(1) Djika perlu karena Presiden berhalangan, maka Beliau memerintahkan Perdana-Menteri
mendjalankan pekerdjaan djabatannja sehari-hari.
(2) Undang-undang federal mengatur pemilihan Presiden baru untuk hal, apabila Presiden tetap
berhalangan, berpulang atau meletakkan djabatannja.
Pasal 73
Jang dapat diangkat mendjadi Menteri jalah orang jang telah berusia 25 tahun dan jang bukan
orang jang tidak diperkenankan serta dalam atau mendjalankan hak-pilih ataupun orang jang telah
ditjabut haknja untuk dipilih.
Pasal 74
(1) Presiden sepakat dengan orang2 jang dikuasakan oleh daerah2-bagian sebagai tersebut dalam
pasal 69, menundjuk tiga pembentuk Kabinet.
(2) Sesuai dengan andjuran ketiga pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang dari
padanja mendjadi Perdana-Menteri dan mengangkat Menteri2 jang lain.
(3) Sesuai dengan andjuran ketiga pembentuk itu djuga, Presiden menetapkan siapa2 dari
Menteri2 itu diwadjibkan memimpin departemen masing2.
Boleh pula diangkat Menteri2 jang tidak memangku sesuatu departemen.
(4) Keputusan2 Presiden jang memuat pengangkatan jang diterangkan dalam ajat (2) dan (3)
pasal ini serta ditanda-tangani oleh ketiga pembentuk Kabinet.
(5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu Menteri2 dilakukan dengan keputusan
Pemerintah.
Pasal 75
(1) Menteri2 jang diwadjibkan memimpin departemen Pertahanan, Urusan Luar-Negeri, Urusan
Dalam-Negeri, Keuangan dan Urusan Ekonomi, dan djuga Perdana-Menteri, sungguhpun ia
tidak diwadjibkan memimpin salah satu departemen tersebut, berkedudukan chusus seperti
diterangkan dibawah ini.
 (2) Menteri2-pembentuk biasanja masing2 memimpin salah satu dari departemen2 tersebut
dalam ajat jang lalu.
(3) Dalam hal2 jang memerlukan tindakan dengan segera dan dalam hal2 darurat, maka para
menteri jang berkedudukan chusus bersama-sama berkuasa mengambil keputusan2 jang
dalam hal itu dengan kekuatan jang sama, menggantikan keputusan2 Dewan Menteri jang
lengkap.
Dalam mengambil keputusan, Menteri2 itu berusaha mentjapai kata-sepakat.
(4) Dalam memusjawaratkan dan memutuskan sesuatu hal jang langsung mengenai sesuatu
pokok jang masuk dalam tugas suatu departemen jang lain dari pada jang tersebut dalam ajat
(1), Menteri Kepala Departemen itu turut serta.
Pasal 76
(1) Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan2 umum Republik Indonesia Serikat,
Menteri2 bersidang dalam Dewan Menteri jang diketuai oleh Perdana-Menteri atau dalam hal
Perdana-Menteri berhalangan, oleh salah seorang Menteri berkedudukan chusus.
(2) Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan jang penting kepada Presiden.
Masing2 Menteri berkewadjiban sama berhubung dengan urusan2 jang chusus masuk
tugasnja.
Pasal 77
Sebelum memangku djabatannja, Menteri2 mengangkat sumpah (keterangan dan djandji)
dihadapan Presiden menurut tjara agamanja, sebagai berikut:
"Saja bersumpah (menerangkan) bahwa saja, untuk diangkat mendjadi Menteri, langsung ataupun
tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan ataupun
akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam
djabatan ini, tiada sekali-kali menerima dari siapapun djuga, langsung ataupun tak langsung
sesuatu djandji atau pemberian.
Saja bersumpah (berdjandji) setia kepada Konstitusi, bahwa saja akan memelihara segala
peraturan jang berlaku bagi Republik Indonesia Serikat, bahwa saja akan mengabdi dengan setia
kepada Nusa dan Bangsa dan Negara dan bahwa saja akan memenuhi dengan setia segala
kewadjiban jang ditanggungkan kepada saja oleh djabatan Menteri."
Pasal 78
Gadji Presiden dan gadji Menteri2, begitu pula ganti-rugi untuk biaja perdjalanan dan biaja
penginapan dan, djika ada, ganti-rugi jang lain2, diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 79
(1) Djabatan Presiden dan Menteri tidak boleh dipangku bersama-sama dengan mendjalankan
djabatan umum apapun didalam dan diluar Republik Indonesia Serikat.
(2) Presiden dan Menteri2 tidak boleh, langsung atau tak langsung, turut serta dalam ataupun
mendjadi penanggung untuk sesuatu badan perusahaan jang berdasarkan perdjandjian untuk
memperoleh laba atau untung jang diadakan dengan Republik Indonesia Serikat atau dengan
sesuatu bagian dari Indonesia.
(3) Mereka tidak boleh mempunjai piutang atas tanggungan Republik Indonesia Serikat, ketjuali
surat2-utang umum.
(4) Jang ditetapkan dalam ajat (2) dan (3) pasal ini tetap berlaku atas mereka selama tiga tahun
sesudah mereka meletakkan djabatannja.
Bagian 2
Senat.
Pasal 80
(1) Senat mewakili daerah2-bagian.
(2) Setiap daerah-bagian mempunjai dua anggota dalam Senat.
(3) Setiap anggota Senat mengeluarkan satu suara dalam Senat.
Pasal 81
(1) Anggota2 Senat ditundjuk oleh pemerintah daerah2-bagian, dari daftar jang disampaikan oleh
masing2 perwakilan rakjat dan jang memuat tiga tjalon untuk tiap2 kursi.
(2) Apabila dibutuhkan tjalon untuk dua kursi, maka pemerintah bersangkutan bebas untuk
menggunakan sebagai satu, daftar2 jang disampaikan oleh perwakilan rakjat untuk pilihan
kembar itu.
(3) Dalam pada itu daerah2-bagian sendiri mengadakan peraturan2 jang perlu untuk menundjuk
anggota2 dalam Senat.
Pasal 82
Jang boleh mendjadi anggota Senat jalah warga-negara jang telah berusia 30 tahun dan jang
bukan orang jang tidak diperkenankan serta dalam atau mendjalankan hak-pilih ataupun jang
haknja untuk dipilih telah ditjabut.
Pasal 83
Anggota2 Senat sebelum memangku djabatannja, mengangkat sumpah (keterangan dan djandji)
dihadapan Presiden atau Ketua Senat jang dikuasakan untuk itu oleh Presiden, menurut tjara
agamanja, sebagai berikut:
"Saja bersumpah (menerangkan) bahwa saja untuk ditundjuk mendjadi anggota Senat, langsung
ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan
ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam
djabatan ini tiada sekali-kali menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun djuga
sesuatu djandji atau pemberian.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja senantiasa akan membantu memelihara Konstitusi dan
segala peraturan jang lain jang berlaku bagi Negara, bahwa saja akan mengabdi sekuat tenaga
kepada kesedjahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saja akan mengabdi dengan setia
kepada Nusa dan Bangsa dan Negara."
Pasal 84
Anggota2 Senat senantiasa boleh meletakkan djabatannja.
Mereka memberitahukan hal itu dengan surat kepada Ketua.
Pasal 85
(1) Presiden mengangkat Ketua Senat dari andjuran jang dimadjukan oleh Senat dan jang
memuat sekurang-kurangnja dua orang, baik dari antaranja sendiri maupun tidak.
(2) Ketua harus memenuhi sjarat2 jang termaktub dalam pasal 82.
(3) Ketua bukan anggota dan mempunjai suara penasehat. Ialah jang memanggil Senat.
(4) Apabila salah seorang anggota telah diangkat mendjadi Ketua, maka pemerintah daerahbagian
jang bersangkutan menundjuk orang lain mendjadi anggota sebagai penggantinja.
(5) Senat menundjuk dari antaranja seorang Wakil-Ketua jang tetap mempunjai keanggotaan dan
hak-suara.
(6) Dalam hal Ketua dan Wakil-Ketua berhalangan atau tidak ada, maka rapat diketuai untuk
sementara oleh anggota jang tertua usianjaª anggota ini tetap mempunjai keanggotaan dan
hak-suara.
Pasal 86
Sebelum memangku djabatannja, Ketua Senat mengangkat sumpah (keterangan dan djandji)
dihadapan Presiden menurut tjara agamanja, sebagai berikut:
"Saja bersumpah (menerangkan) bahwa saja, untuk diangkat mendjadi Ketua Senat, langsung
ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau mendjandjikan
ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam
djabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun djuga
sesuatu djandji atau pemberian.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja senantiasa akan membantu memelihara Konstitusi dan
segala peraturan jang lain jang berlaku bagi Negara, bahwa saja akan mengabdi sekuat tenaga
kepada kesedjahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saja akan mengabdi dengan setia
kepada Nusa dan Bangsa dan Negara."
Pasal 87
Senat mengadakan rapat2nja di Djakarta ketjuali djika dalam hal2 darurat Pemerintah
menentukan tempat jang lain.
Pasal 88
(1) Rapat2 jang mengenai pokok2 sebagai dimaksud dalam pasal 127 sub a dan pasal 168 harus
terbuka bagi umum, ketjuali djika Ketua menimbang perlu ataupun sekurang-kurangnja lima
anggota menuntut, supaja pintu ditutup bagi umum.
(2) Sesudah pintu ditutup, rapat memutuskan apakah permusjawaratan dilakukan dengan pintu
tertutup.
(3) Tentang hal2 jang dibitjarakan dalam rapat tertutup dapat djuga diputuskan dengan pintu
tertutup.
Pasal 89
Ketua dan anggota2 Senat tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena jang dikatakannja
dalam rapat atau jang dikemukakannja dengan surat kepada madjelis itu, ketjuali djika mereka
dengan itu mengumumkan apa jang dikatakan atau jang dikemukakan dalam rapat tertutup
dengan sjarat supaja dirahasiakan.
Pasal 90
(1) Anggota2 Senat mengeluarkan suaranja sebagai orang jang bebas, menurut perasaan
kehormatan dan keinsjafan batinnja, tidak atas perintah atau dengan kewadjiban berembuk
dahulu dengan mereka jang menundjuknja sebagai anggota.
(2) Mereka tidak mengeluarkan suara tentang hal jang mengena dirinja sendiri.
Pasal 91
Keanggotaan Senat tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Perwakilan Rakjat, dan djuga
tidak dengan djabatan2 federal, jakni djabatan Presiden, Menteri, Djaksa Agung, Ketua,
Wakil-Ketua atau Anggota Mahkamah Agung, Ketua, Wakil-Ketua atau Anggota Dewan
Pengawas Keuangan, Presiden Bank-Sirkulasi dan dengan djabatan2 Wali Negara, Menteri
atau Kepala-departemen daerah-bagian.
Pasal 92
Gadji Ketua Senat, tundjangan2 jang akan diberikan kepada anggota2 dan mungkin djuga kepada
Ketua, begitu pula biaja perdjalanan dan penginapan jang harus didapatnja, diatur dengan
undang-undang federal.
Pasal 93
(1) Sekalian orang jang menghadiri rapat Senat jang tertutup, wadjib merahasiakan jang
dibitjarakan dalam rapat itu, ketjuali djika madjelis ini memutuskan lain, ataupun djika
kewadjiban merahasiakan itu dihapuskan.
(2) Hal itu berlaku djuga terhadap anggota2, Menteri2 dan pegawai2 jang mendapat tahu dengan
tjara bagaimanapun tentang jang dibitjarakan itu.
Pasal 94
(1) Senat tidak boleh bermusjawarat atau mengambil keputusan, djika tidak hadir lebih dari
seperdua djumlah anggota-sidang.
(2) Sekadar dalam Konstitusi ini tidak ditetapkan lain, maka segala keputusan diambil dengan
djumlah terbanjak mutlak suara jang dikeluarkan.
(3) Apabila, pada waktu mengambil keputusan, suara2 sama berat, dalam hal rapat itu lengkap
anggotanja, usul itu dianggap ditolak atau dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan
sampai rapat jang berikut.
Apabila suara2 sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(4) Pemungutan suara tentang orang dilakukan dengan rahasia dan tertulis.
Apabila suara2 sama berat, maka keputusan diambil dengan undian.
Pasal 95
Senat selekas mungkin menetapkan peraturan ketertibannja.
Pasal 96
Senat dapat mengundang Menteri2 untuk turut serta dalam permusjawaratannja dan memberi
penerangan dalamnja.
Pasal 97
Pada saat jang tersebut dalam pasal 112, maka Senat jang bersidang dibubarkan dan diganti
dengan Senat baru.
Bagian 3
Dewan Perwakilan Rakjat.
Pasal 98
Dewan Perwakilan Rakjat mewakili seluruh Rakjat Indonesia dan terdiri dari 150 anggota;
ketentuan ini tidak mengurangi jang ditetapkan dalam ajat kedua pasal 100.
Pasal 99
Djumlah anggota dari Negara Republik Indonesia seperdua dari djumlah semua anggota dari
daerah2 Indonesia selebihnja.
Pasal 100
(1) Golongan2-ketjil Tionghoa, Eropah dan Arab akan berwakil dalam Dewan Perwakilan Rakjat
dengan berturut-turut 9, 6 dan 3 anggota.
(2) Djika djumlah2 itu tidak tertjapai dengan pengutusan atas dasar pasal 109 dan pasal 110,
ataupun pasal 111, tidak tertjapai, maka Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengangkat
wakil2 tambahan bagi golongan2-ketjil itu.
Djumlah anggota Dewan Perwakilan Rakjat sebagai tersebut dalam pasal 98 ditambah dalam
hal itu djika perlu dengan djumlah pengangkatan2 itu.
Pasal 101
Jang boleh mendjadi anggota Dewan Perwakilan Rakjat jalah warganegara jang telah berusia 25
tahun dan bukan orang jang tidak diperkenankan serta dalam atau-mendjalankan hak-pilih
ataupun orang jang haknja untuk dipilih telah ditjabut.
Pasal 102
Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakjat tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Senat dan
djuga tidak dengan djabatan2 jang tersebut dalam pasal 91.
Pasal 103
(1) Dewan Perwakilan Rakjat memilih dari antaranja seorang Ketua dan seorang atau beberapa
orang Wakil-Ketua. Pemilihan2 ini membutuhkan pensahan Presiden.
(2) Selama pemilihan Ketua dan Wakil-Ketua belum disahkan oleh Presiden, rapat diketuai untuk
sementara oleh anggota jang tertua umurnja.
Pasal 104
Anggota2 Dewan Perwakilan Rakjat sebelum memangku djabatannja, mengangkat sumpah
dihadapan Presiden atau Ketua Dewan Perwakilan Rakjat jang dikuasakan untuk itu oleh
Presiden, menurut tjara agamanja, sebagai berikut:
"Saja bersumpah (menerangkan) bahwa saja, untuk dipilih (diangkat) mendjadi anggota Dewan
Perwakilan Rakjat, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada
memberikan atau mendjandjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun djuga.
Saja bersumpah (berdjandji) bahwa saja, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam
djabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun djuga
sesuatu djandji atau pemberian.
Saja bersumpah (berdjandji), bahwa saja senantiasa akan membantu memelihara Konstitusi dan
segala peraturan jang lain jang berlaku bagi Negara, bahwa saja akan mengabdi sekuat tenaga
kepada kesedjahteraan Republik Indonesia Serikat dan bahwa saja akan mengabdi dengan setia
kepada Nusa dan Bangsa dan Negara."
Pasal 105
Menteri2 duduk dalam Dewan Perwakilan Rakjat dengan suara penasehat.
Ketua memberi kesempatan berbitjara kepadanja, apabila dan tiap2 kali mereka mengingininja.
Pasal 106
(1) Dewan Perwakilan Rakjat bersidang, apabila Pemerintah menjatakan kehendaknja tentang itu
atau apabila Ketua atau sekurang-kurangnja limabelas anggota menganggap hal itu perlu.
(2) Ketua memanggil rapat Dewan Perwakilan Rakjat.
Pasal 107
Rapat2 Dewan Perwakilan Rakjat terbuka untuk umum, ketjuali djika Ketua menimbang perlu
ditutup ataupun sekurang-kurangnja sepuluh anggota menuntut hal itu.
Pasal 108
Jang ditetapkan untuk Senat dalam pasal 84, 87, 88 ajat kedua dan ketiga, 89, 90, 92, 93, 94 dan
95 berlaku demikian djuga berhubung dengan Dewan Perwakilan Rakjat.
Pasal 109
(1) Untuk Dewan Perwakilan Rakjat jang pertama, mengutus anggota2 dari daerah2 selebihnja
jang tersebut dalam pasal 99, diatur dan diselenggarakan dengan perundingan bersama-sama
oleh daerah2-bagian jang tersebut dalam pasal 2, ketjuali Negara Republik Indonesia dengan
memperhatikan asas2 demokrasi dan seboleh-bolehnja dengan perundingan dengan daerah2
jang tersebut dalam pasal 2, sub c jang bukan daerah-bagian.
(2) Untuk pembagian djumlah2 anggota jang akan diutus diantara daerah2 itu, diambil sebagai
dasar perbandingan djumlah-djiwa rakjat daerah2-bagian tersebut.
Pasal 110
(1) Bagaimana tjaranja anggota diutus ke Dewan Perwakilan Rakjat jang pertama, diatur oleh
daerah2-bagian.
(2) Dimana pengutusan demikian tidak dapat terdjadi dengan djalan pemilihan jang seumumumumnja,
pengutusan itu dapat dilakukan dengan djalan penundjukan anggota2 oleh
perwakilan rakjat daerah2 bersangkutan, djika ada disitu perwakilan demikian.
Djuga apabila, karena hal2 jang sungguh, perlu diturut tjara jang lain, akan diusahakan untuk
mentjapai perwakilan jang sesempurna-sempurnanja, menurut kehendak rakjat.
Pasal 111
(1) Dalam tempo satu tahun sesudah Konstitusi mulai berlaku, maka diseluruh Indonesia
Pemerintah memerintahkan mengadakan pemilihan jang bebas dan rahasia untuk menjusun
Dewan Perwakilan Rakjat jang dipilih setjara umum.
(2) Undang-Undang federal mengadakan aturan2 untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakjat
baru jang dimaksud dalam ajat (1) dan menentukan pembagian djumlah2 anggota jang akan
diutus, antara daerah2 selebihnja jang tersebut dalam pasal 99.
Pasal 112
Pada saat jang akan ditetapkan oleh Pemerintah, selekas mungkin sesudah pemilihan jang
dimaksud dalam pasal 111 Dewan Perwakilan Rakjat pertama dibubarkan dan diganti dengan
Dewan Perwakilan Rakjat jang dipilih itu.
Bagian 4
Mahkamah Agung.
Pasal 113
Maka adalah suatu Mahkamah Agung Indonesia jang susunan dan kekuasaannja diatur dengan
undang-undang federal.
Pasal 114
(1)   Untuk pertama kali dan selama undang-undang federal belum menetapkan lain, Ketua, Wakil-Ketua dan anggota2 Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden setelah mendengarkan Senat. Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini tidak mengurangi jang ditetapkan dalam ajat2 jang berikut.
(2)   Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan anggota2 Mahkamah Agung diperhentikan, apabila mentjapai usia jang tertentu.
(3)   Mereka dapat dipetjat atau diperhentikan menurut tjara dan dalam hal jang ditentukan oleh undang-undang federal.
(4)   Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.
Bagian 5
Dewan Pengawas Keuangan
Pasal 115
Maka adalah suatu Dewan Pengawas Keuangan jang susunan dan kekuasaannja diatur dengan
undang-undang federal.
Pasal 116
(1) Untuk pertama kali dan selama undang-undang federal belum menetapkan lain, Ketua,
Wakil-Ketua dan anggota2 Dewan Pengawas Keuangan diangkat oleh Presiden setelah
mendengarkan Senat.
Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini tidak mengurangi jang ditetapkan
dalam ajat2 jang berikut.
(2) Undang-undang federal dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan anggota2
diperhentikan, apabila mentjapai usia jang tertentu.
(3) Mereka dapat dipetjat atau diperhentikan menurut tjara dan dalam hal jang ditentukan dengan
undang-undang federal.
(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri.

BAB IV
PEMERINTAHAN
Bagian 1
Ketentuan2 Umum
Pasal 117
(1) Pemerintahan federal atas Indonesia–sekadar tidak diwadjibkan kepada alat2-perlengkapan
jang lain–didjalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat.
(2) Pemerintah menjelenggarakan kesedjahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus, supaja
Konstitusi, undang-undang federal dan peraturan2 lain jang berlaku untuk Republik Indonesia
Serikat, didjalankan.
Pasal 118
(1) Presiden tidak dapat diganggu-gugat.
(2) Menteri2 bertanggung-djawab atas seluruh kebidjaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama
untuk seluruhnja, maupun masing2 untuk bagiannja sendiri2 dalam hal itu.
Pasal 119
Sekalian keputusan Presiden serta ditanda-tangani oleh Menteri2 jang bersangkutan, ketjuali jang
ditetapkan dalam pasal 74, ajat keempat.
Pasal 120
(1) Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai hak interpelasi dan hak menanjaª anggota2 mempunjai
hak menanja.
 (2) Menteri2 memberikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, baik dengan lisan maupun dengan
tertulis, segala penerangan jang dikehendaki menurut ajat jang lalu dan jang pemberiannja
dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
Pasal 121
Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai hak menjelidik (enquete), menurut aturan2 jang ditetapkan
dengan undang-undang federal.
Pasal 122
Dewan Perwakilan Rakjat jang ditundjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa
Kabinet atau masing2 Menteri meletakkan djabatannja.
Pasal 123
(1) Pemerintah mendengarkan Senat tentang segala hal, apabila dianggapnja perlu untuk itu.
(2) Senat dapat memberikan nasehat kepada Pemerintah atas kehendaknja sendiri tentang segala
hal apabila dianggapnja perlu untuk itu.
(3) Senat didengarkan tentang urusan2 penting jang chusus mengenai satu, beberapa atau semua
daerah-bagian atau bagian2nja, ataupun jang chusus mengenai perhubungan antara Republik
Indonesia Serikat dan daerah2 jang tersebut dalam pasal 2.
Aturan ini mempunjai ketjuali, djika, karena keadaan2 jang mendesak, perlu diambil tindakan
jang segera, sedang Senat tidak bersidang.
(4) Senat didengarkan, ketjuali dalam hal sebagai diterangkan dalam suku kedua ajat jang lalu,
tentang segala rantjangan undang-undang darurat sebagai dimaksud dalam pasal 139.
(5) Pemerintah memberitahukan kepada Senat segala keputusan tentang hal2 jang dalamnja Senat
telah didengarkan.
(6) Djika Senat telah didengarkan, maka hal itu diberitahukan dikepala surat2-keputusan
bersangkutan.
Pasal 124
(1) Senat dapat, baik dengan lisan maupun dengan tertulis, meminta keterangan kepada
Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan keterangan itu, ketjuali djika menurut timbangannja hal itu
berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia Serikat.
Pasal 125
Pegawai2 Republik Indonesia Serikat diangkat menurut aturan jang ditetapkan dengan undangundang
federal.
Pasal 126
Presiden memberikan tanda2 kehormatan jang diadakan dengan undang-undang federal.

Bagian 2
Perundang-undangan
Pasal 127
Kekuasaan perundang-undangan federal, sesuai dengan ketentuan2 bagian ini, dilakukan oleh:
a. Pemerintah, bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat, sekadar hal itu
mengenai peraturan2 tentang hal2 jang chusus mengenai satu, beberapa atau semua daerahbagian
atau bagian2nja, ataupun jang chusus mengenai perhubungan antara Republik
Indonesia Serikat dan daerah2 jang tersebut dalam pasal 2;
b. Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakjat, dalam seluruh lapangan
pengaturan selebihnja.
Pasal 128
(1) Usul Pemerintah tentang undang-undang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat
dengan amanat Presiden dan dikirimkan serentak kepada Senat untuk diketahui.
(2) Senat berhak memadjukan usul undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakjat tentang
hal2 sebagai tersebut dalam pasal 127, sub a.
Apabila Senat menggunakan hak ini, maka hal itu diberitahukannja serentak kepada Presiden,
dengan menjampaikan salinan usul itu.
(3) Dewan Perwakilan Rakjat berhak memadjukan usul undang-undang kepada Pemerintah.
Pasal 129
Dewan Perwakilan Rakjat berhak mengadakan perubahan2 dalam usul undang-undang jang
dimadjukan oleh Pemerintah atau Senat kepadanja, ketjuali jang ditetapkan dalam pasal 132.
Pasal 130
(1) Sekalian usul undang-undang jang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat dan, djika
usul2 itu mengenai urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub a, telah dirundingkan
oleh Senat sesuai dengan jang ditetapkan dalam pasal 131 dan pasal2 berikutnja, memperoleh
kekuatan undang-undang, apabila sudah disahkan oleh Pemerintah.
(2) Undang-undang federal tidak dapat diganggu-gugat.
Pasal 131
Usul undang-undang dirundingkan oleh Senat, berdasarkan kekuasaannja turut serta membuat
undang-undang, djika baik Pemerintah, maupun Dewan Perwakilan Rakjat ataupun Senat
sendiri menimbang, bahwa usul itu mengenai pengaturan urusan jang masuk dalam jang
diterangkan dalam pasal 127, sub a.
Pasal 132
(1) Apabila Senat menolak usul jang sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat,
maka sungguhpun demikian, usul itu dapat djuga disahkan oleh Pemerintah, djika Dewan
Perwakilan Rakjat menerimanja dengan tidak mengubahnja lagi dan dengan sekurangkurangnja
duapertiga dari djumlah suara anggota2 jang hadir.
(2) Keputusan jang tersebut dalam ajat pertama, hanja akan dapat diambil oleh Dewan Perwakilan
Rakjat dalam rapat jang dalamnja sekurang-kurangnja hadir duapertiga dari djumlah anggotasidang.
Pasal 133
(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakjat menerima usul undang-undang Pemerintah dengan
mengubahnja ataupun tidak, maka usul itu dikirimkannja dengan memberitahukan hal itu,
kepada:
a. Senat, djika usul itu mengenai pengaturan suatu urusan sebagai diterangkan dalam pasal
127, sub a, dengan pemberitahuan serentak kepada Presiden;
b. Presiden, djika usul itu mengenai pengaturan urusan jang lain.
(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakjat menerima usul jang dimadjukan kepadanja oleh Senat,
maka usul itu dikirimkannja:
a. djika diubahnja, kepada Senat untuk dirundingkan lebih djauh;
b. djika tidak diubahnja, kepada Pemerintah untuk disahkan.
Dalam hal sub a Dewan Perwakilan Rakjat memberitahukan hal itu kepada Presiden, dalam hal
sub b kepada Senat.
Pasal 134
Apabila Dewan Perwakilan Rakjat menolak usul undang-undang Pemerintah, maka hal itu
diberitahukannja kepada Presiden dan djuga kepada Senat, djika usul itu mengenai urusan jang
tersebut dalam pasal 127, sub a.
Pasal 135
(1) Dewan Perwakilan Rakjat, apabila memutuskan akan mengandjurkan usul undang-undang,
mengirimkan usul itu untuk dirundingkan kepada Senat, djika usul itu mengenai pengaturan
urusan jang tersebut dalam pasal 127, sub a, dengan pemberitahuan serentak kepada Presiden.
(2) Dalam sekalian hal jang lain Dewan Perwakilan Rakjat mengirimkan usulnja tentang undangundang,
untuk disahkan oleh Pemerintah, kepada Presiden dan serentak kepada Senat untuk
diketahui.
Pasal 136
(1) Apabila Senat menerima pula usul jang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat, maka
usul itu dikirimkannja dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, untuk disahkan oleh
Pemerintah dan keputusannja diberitakannja serentak kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
 (2) Apabila Senat menolak usul jang sebelum itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat,
maka usul itu dikirimkannja dengan memberitahukan hal itu kepada Presiden, dengan
pemberitaan serentak kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
(3) Pemerintah dapat menjampaikan sekali lagi usul jang telah ditolak oleh Senat, kepada Dewan
Perwakilan Rakjat untuk diulang dirundingkan sesuai dengan pasal 132. Apabila Pemerintah
memutuskan untuk berbuat demikian, maka jang ditetapkan dalam ajat pertama pasal 128
berlaku demikian djuga.
Pasal 137
(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakjat pada pengulangan perundingan sesuai dengan pasal 132,
menerima usul undang-undang, maka usul itu dikirimkannja kepada Presiden untuk disahkan
oleh Pemerintah dan keputusannja diberitahukannja serentak kepada Senat.
(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakjat pada pengulangan perundingan menolak usul undangundang
maka hal itu diberitahukannja kepada Presiden dan kepada Senat.
Pasal 138
(1) Selama suatu usul undang-undang belum diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat sesuai
dengan ketentuan2 jang lalu dalam bagian ini, dan–djika usul itu mengenai urusan sebagai
diterangkan dalam pasal 127, sub a–belum dirundingkan oleh Senat, maka usul itu dapat
ditarik kembali oleh alat-perlengkapan jang memadjukannja.
(2) Pemerintah harus mensahkan usul undang-undang jang sudah diterima, ketjuali djika ia dalam
satu bulan sesudah usul itu disampaikan kepadanja untuk disahkan, menjatakan keberatannja
jang tak dapat dihindarkan.
(3) Pensahan oleh Pemerintah, ataupun keberatan Pemerintah sebagai dimaksud dalam ajat jang
lalu, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat dan kepada Senat dengan amanat
Presiden.
Pasal 139
(1) Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung-djawab sendiri menetapkan undang-undang
darurat untuk mengatur hal2 penjelenggaraan-pemerintahan federal jang karena keadaan2
jang mendesak perlu diatur dengan segera.
(2) Undang-undang darurat mempunjai kekuasaan dan kuasa undang-undang federalª ketentuan
ini tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal jang berikut.
Pasal 140
(1) Peraturan2 jang termaktub dalam undang-undang darurat, segera sesudah ditetapkan,
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat jang merundingkan peraturan itu menurut
jang ditentukan tentang merundingkan usul undang-undang Pemerintah.
(2) Djika suatu peraturan jang dimaksud dalam ajat jang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan
ketentuan2 bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakjat, maka peraturan itu tidak
berlaku lagi karena hukum.
(3) Djika undang-undang darurat jang menurut ajat jang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur
segala akibat jang timbul dari peraturannja–baik jang dapat dibetulkan maupun jang tidak–
maka undang-undang federal mengadakan tindakan2 jang perlu tentang itu.
(4) Djika peraturan jang termaktub dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan
sebagai undang-undang federal, maka akibat2 perubahannja diatur pula sesuai dengan jang
ditetapkan dalam ajat jang lalu.
Pasal 141
(1) Peraturan2 pendjalankan undang-undang ditetapkan oleh Pemerintah. Namanja jalah
peraturan-Pemerintah.
(2) Peraturan-Pemerintah dapat mengantjamkan hukuman2 atas pelanggaran aturan2nja.
Batas2 hukuman jang akan ditetapkan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 142
(1) Undang-undang federal dan peraturan-Pemerintah dapat memerintahkan kepada alat2-
perlengkapan lain dalam Republik Indonesia Serikat mengatur selandjutnja pokok2 jang
tertentu jang diterangkan dalam ketentuan2 undang-undang dan peraturan itu.
(2) Undang-undang dan peraturan-Pemerintah jang bersangkutan memberikan aturan2 tentang
pengumuman peraturan2 demikian.
Pasal 143
(1) Undang-undang federal mengadakan aturan2 tentang mengeluarkan, mengumumkan dan
mulai berlakunja undang-undang federal dan peraturan2-Pemerintah.
(2) Pengumuman, terdjadi dalam bentuk menurut undang-undang, adalah sjarat tunggal untuk
kekuatan mengikat.
Bagian 3
Pengadilan
Pasal 144
(1) Perkara perdata dan perkara hukuman perdata, semata-mata masuk perkara jang diadili oleh
pengadilan2 jang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa undang-undang, termasuk
dalamnja hakim daerah Swapradja, hakim adat dan hakim agama.
(2) Mengangkat dalam djabatan kehakiman jang diadakan dengan atau atas kuasa undangundang,
didasarkan semata-mata pada sjarat kepandaian, ketjakapan, dan kelakuan takbertjela
jang ditetapkan dengan undang-undang.
Memperhentikan, memetjat untuk sementara dan memetjat dari djabatan jang demikian hanja
boleh dalam hal2 jang ditentukan dengan undang-undang.
Pasal 145
(1) Segala tjampur-tangan, bagaimanapun djuga, oleh alat2-perlengkapan jang bukan
perlengkapan kehakiman, terlarang, ketjuali djika diizinkan oleh undang-undang.
(2) Asas ini hanja berlaku terhadap pengadilan Swapradja dan pengadilan adat, sekadar telah
diatur tjara meminta pertimbangan kepada hakim jang ditundjuk dengan undang-undang.
Pasal 146
(1) Segala keputusan kehakiman harus berisi alasan2nja dan dalam perkara hukuman harus
menjebut aturan2 undang-undang dan aturan2 hukum adat jang didjadikan dasar hukuman itu.
(2) Lain daripada ketjuali2 jang ditetapkan oleh undang-undang, sidang pengadilan terbuka untuk
umum.
Untuk ketertiban dan kesusilaan umum, hakim boleh menjimpang dari aturan ini.
(3) Keputusan senantiasa dinjatakan dengan pintu terbuka.
Pasal 147
(1) Mahkamah Agung Indonesia jalah pengadilan federal tertinggi.
(2) Pengadilan2 federal jang lain dapat diadakan dengan undang-undang federal, dengan
pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Djakarta akan dibentuk sekurang-kurangnja satu
pengadilan federal jang mengadili dalam tingkat pertama, dan sekurang-kurangnja satu
pengadilan federal jang mengadili dalam tingkat apel.
Pasal 148
(1) Presiden, Menteri2, Ketua dan anggota2 Senat, Ketua dan anggota2 Dewan Perwakilan
Rakjat, Ketua, Wakil-Ketua dan anggota2 Mahkamah Agung, Djaksa Agung pada Mahkamah
ini, Ketua, Wakil-Ketua dan anggota2 Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank-Sirkulasi
serta pegawai2, anggota2 madjelis2 tinggi dan pendjabat2 lain jang ditundjuk dengan undangundang
federal, diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi djuga dimuka Mahkamah Agung,
pun sesudah mereka berhenti, berhubung dengan kedjahatan- dan pelanggaran-djabatan serta
kedjahatan dan pelanggaran lain ditentukan dengan undang-undang federal dan jang
dilakukannja dalam masa pekerdjaannja, ketjuali djika ditetapkan lain dengan undang-undang
federal.
(2) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata dan perkara hukuman
perdata terhadap golongan2 orang dan badan jang tertentu hanja boleh diadili oleh pengadilan
federal jang ditundjuk dengan undang-undang itu.
(3) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan bahwa perkara perdata jang mengenai
peraturan2 jang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang federal hanja boleh diadili
oleh pengadilan federal.
(4) Dalam hal2 jang ditundjuk dengan undang-undang federal, terhadap keputusan2 jang
diberikan dalam tingkat tertinggi oleh pengadilan2 lain dari pada Mahkamah Agung, kasasi
dapat diminta kepada Mahkamah Agung.
Pasal 149
Tataan, kekuasaan dan djalan-pengadilan pengadilan2 federal ditetapkan dengan undang-undang
federal.
Pasal 150
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan2 federal jang lain,
menurut aturan2 ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 151
Dengan mengetjualikan jang ditetapkan dalam pasal 148 dan dengan tidak mengurangi jang
ditetapkan dalam pasal 50, pengadilan dalam perkara perdata dan hukuman perdata dalam
daerah2-bagian dilakukan oleh pengadilan jang diadakan atau diakui dengan atau atas kuasa
undang-undang daerah-bagian itu.
Pasal 152
Tataan, kekuasaan dan djalan-pengadilan pengadilan2 jang diadakan dengan atau atas kuasa
undang-undang daerah-bagian, ditetapkan dengan undang-undang itu.
Pasal 153
(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan2 pengadilan tertinggi
daerah-bagian, menurut aturan2 jang ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Mahkamah itu melakukan pengawasan tertinggi, djuga menurut aturan2 undang-undang
federal, atas pengadilan2 lain jang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang daerahbagian,
tetapi hanja selama tidak diadakan pengawasan tertinggi lain oleh daerah-bagian itu.
Pasal 154
(1) Keputusan kehakiman jang diambil oleh pengadilan2 jang diadakan atau diakui dengan atau
atas kuasa undang-undang daerah-bagian sedang keputusan itu dapat didjalankan dalam
seluruh daerah-hukum daerah-bagian itu, dengan tjara sedemikian dapat didjalankan djuga
dilain-lain tempat di Indonesia.
(2) Dengan undang-undang federal dapat ditetapkan akta2 jang dapat didjalankan diseluruh
Indonesia, dengan tjara jang seboleh-bolehnja sesuai dengan tjara jang ditentukan dalam
hukum-daerah.
Pasal 155
Undang-undang daerah-bagian mengatur kekuasaan pengadilan2 jang diakui dengan atau atas
kuasa undang-undang itu.
Pasal 156
(1) Djika Mahkamah Agung atau pengadilan2 lain jang mengadili dalam perkara perdata atau
dalam perkara hukuman perdata, beranggapan bahwa suatu ketentuan dalam peraturan
ketatanegaraan atau undang2 suatu daerah-bagian berlawanan dengan Konstitusi ini, maka
dalam keputusan kehakiman itu djuga, ketentuan itu dinjatakan dengan tegas tak-menurut-
Konstitusi.
(2) Mahkamah Agung berkuasa djuga menjatakan dengan tegas bahwa suatu ketentuan dalam
peraturan ketatanegaraan atau dalam undang-undang daerah-bagian tak-menurut-Konstitusi,
djika ada surat permohonan jang beralasan jang dimadjukan, untuk Pemerintah Republik
Indonesia Serikat, oleh atau atas nama Djaksa Agung pada Mahkamah Agung, ataupun, untuk
suatu pemerintah daerah-bagian jang lain, oleh Kedjaksaan pada pengadilan tertinggi daerahbagian
jang dimaksud kemudian.
 Pasal 157
(1) Sebelum pernjataan tak-menurut-Konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan
ketatanegaraan atau undang-undang suatu daerah-bagian untuk pertama kali diutjapkan atau
disahkan, maka Mahkamah Agung memanggil Djaksa Agung pada Madjelis itu, atau kepala
Kedjaksaan pada pengadilan tertinggi daerah-bagian bersangkutan, untuk didengarkan dalam
madjelis-pertimbangan.
(2) Keputusan Mahkamah Agung jang dalamnja pernjataan tak-menurut-Konstitusi untuk
pertama kali diutjapkan atau disahkan, diutjapkan pada sidang pengadilan umum.
Pernjataan itu selekas mungkin diumumkan oleh Djaksa Agung pada Mahkamah Agung
dalam warta resmi Republik Indonesia Serikat.
Pasal 158
(1) Djika dalam perkara perdata atau dalam perkara hukuman perdata, pengadilan lain dari pada
Mahkamah Agung menjatakan suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau undangundang
daerah-bagian tak-menurut-Konstitusi, dan Mahkamah Agung karena sesuatu sebab
memeriksa perkara itu, maka karena djabatannja ia mempertimbangkan dalam keputusannja
apakah pernjataan tak-menurut-Konstitusi itu dilakukan pada tempatnja.
(2) Terhadap pernjataan tak-menurut-Konstitusi sebagai dimaksud dalam ajat jang lalu, pihak2
jang dikenai kerugian oleh pernjataan itu dan jang tidak mempunjai alat-hukum terhadapnja,
dapat memadjukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum kepada Mahkamah
Agung.
(3) Djaksa Agung pada Mahkamah Agung dan djuga kepala Kedjaksaan pada pengadilan
tertinggi daerah-bagian itu, dapat karena djabatannja memadjukan tuntutan kepada
Mahkamah Agung untuk kasasi karena pelanggaran hukum terhadap pernjataan tak-menurut-
Konstitusi jang tak terubah lagi sebagai dimaksud dalam ajat (1).
(4) Pernjataan tak-menurut-Konstitusi tentang suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan
suatu daerah-bagian oleh pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, djika tidak dengan
tegas berdasarkan pernjataan tak-menurut-Konstitusi jang sudah dilakukan oleh Mahkamah
Agung terhadap ketentuan itu dan jang telah diumumkan menurut pasal 157, haruslah
disahkan oleh Mahkamah Agung, sebelum keputusan kehakiman jang berdasar atasnja dapat
didjalankan.
Permohonan untuk pensahan dirundingkan dalam madjelis-pertimbangan. Permohonan itu
ditiadakan djika pernjataan tak-menurut-Konstitusi itu dihapuskan sebelum perundingan itu
selesai.
Djika Mahkamah Agung menolak permohonan pensahan itu, maka Mahkamah
menghapuskan keputusan kehakiman jang memuat pernjataan tak-menurut-Konstitusi
sekadar itu dan Mahkamah itupun bertindak selandjutnja seakan-akan salah suatu pihak telah
memadjukan tuntutan untuk kasasi karena pelanggaran hukum.
(5) Tentang jang ditentukan dalam pasal ini dan kedua pasal jang lalu, dengan undang-undang
federal dapat ditetapkan aturan2 lebih landjut, termasuk tenggang2.
Pasal 159
Pengadilan perkara hukuman ketenteraan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 160
(1) Presiden mempunjai hak memberi ampun dari hukuman2 jang didjatuhkan oleh keputusan
kehakiman.
Hak itu dilakukannja sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung, sekadar dengan
undang-undang federal tidak ditundjuk pengadilan jang lain untuk memberi nasehat.
(2) Djika hukuman mati didjatuhkan, maka keputusan kehakiman itu tidak dapat didjalankan,
melainkan sesudah Presiden, menurut aturan2 jang ditetapkan dengan undang-undang federal,
diberikan kesempatan untuk memberi ampun.
(3) Amnesti hanja dapat diberikan dengan undang-undang federal ataupun, atas kuasa undangundang
federal, oleh Presiden sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung.
Pasal 161
Pemutusan tentang sengketa jang mengenai hukum tata-usaha diserahkan kepada pengadilan jang
mengadili perkara perdata ataupun kepada alat2-perlengkapan lain, tetapi djika demikian sebolehbolehnja
dengan djaminan jang serupa tentang keadilan dan kebenaran.
Pasal 162
Dengan undang-undang federal dapat diatur tjara memutuskan sengketa jang mengenai hukum
tata-usaha dan jang bersangkutan dengan peraturan2 jang diadakan dengan atau atas kuasa
Konstitusi ini atau jang diadakan dengan undang-undang federal, sedang peraturan2 itu tidak
langsung mengenai semata-mata alat2-perlengkapan dan penghuni satu daerah-bagian sadja,
termasuk badan2-hukum publik jang dibentuk atau diakui dengan atau atas kuasa suatu undangundang
daerah-bagian itu.
Pasal 163
(1) Dimana dalam bagian ini disebut "undang-undang", maka dimaksud dengan itu baik undangundang
federal maupun undang-undang daerah-bagian, ketjuali djika ditetapkan jang
sebaliknja.
(2) Dimana dalam bagian ini disebut "undang-undang daerah-bagian" maka dimaksud dengan itu
peraturan2 jang ditetapkan oleh alat2 pengundang-undang daerah-bagian jang tertinggi.
(3) Dimana dalam pasal 154, 156 dan 158 bagian ini disebut "keputusan kehakiman", maka
dengan itu dimaksud pula penetapan2 kehakiman.

Bagian 4
Keuangan

Babakan 1
Hak uang
Pasal 164
(1) Diseluruh daerah Republik Indonesia Serikat hanja diakui sah, alat2-pembajar jang aturan2
pengeluarannja ditetapkan dengan undang-undang federal.
(2) Satuan-hitung untuk menjatakan alat2-pembajar sah itu ditetapkan dengan undang-undang
federal.
(3) Undang-undang federal mengakui sah alat2-pembajar baik hingga djumlah jang tak terbatas
maupun hingga djumlah terbatas jang ditentukan untuk itu.
(4) Pengeluaran alat2-pembajar jang sah dilakukan oleh atau atas nama Pemerintah Republik
Indonesia Serikat ataupun oleh bank-sirkulasi.
Pasal 165
(1) Untuk Indonesia ada satu bank-sirkulasi.
(2) Penundjukan sebagai bank-sirkulasi dan pengaturan tataan dan kekuasaannja dilakukan
dengan undang-undang federal.
Babakan 2
Pengurusan Keuangan Federal Anggaran–Pertanggung-djawaban–Gadji
Pasal 166
(1) Pemerintah memegang pengurusan umum keuangan federal.
(2) Keuangan Republik Indonesia Serikat dipimpin dan ditanggung-djawabkan menurut aturan2
jang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 167
Dengan undang-undang federal ditetapkan anggaran semua pengeluaran Republik Indonesia
Serikat dan ditundjuk pendapatan2 untuk menutup pengeluaran itu.
Pasal 168
(1) Usul undang-undang penetapkan anggaran umum oleh Pemerintah dimadjukan kepada
Dewan Perwakilan Rakjat sebelum permulaan masa jang berkenaan dengan anggaran itu.
Masa itu tidak boleh lebih dari dua tahun.
(2) Usul undang-undang pengubah anggaran umum, tiap2 kali djika perlu dimadjukan
Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
(3) Usul undang-undang dimaksud dalam kedua ajat jang lalu dirundingkan pula oleh Senat atas
dasar ketentuan2 Bagian II Bab ini.
 Pasal 169
(1) Anggaran terdiri dari bagian2 jang masing2, sekadar perlu, dibagi dalam dua bab, jaitu satu
untuk mengatur pengeluaran2 dan satu lagi untuk menundjuk pendapatan2.
Bab2 terbagi dalam pos2.
(2) Untuk tiap2 departemen kementerian anggaran sedikit-dikitnja memuat satu bagian.
(3) Undang-undang penetapkan anggaran masing2 memuat tidak lebih dari satu bagian.
(4) Dengan undang-undang dapat diizinkan pemindahan.
Pasal 170
Pengeluaran dan penerimaan Republik Indonesia Serikat ditanggung-djawabkan kepada Dewan
Perwakilan Rakjat, sambil memadjukan perhitungan jang disahkan oleh Dewan Pengawas
Keuangan, menurut aturan2 jang diberikan dengan undang-undang federal.
Pasal 171
Tidak diperkenankan memungut padjak untuk kegunaan kas federal, ketjuali dengan kuasa
undang-undang federal.
Pasal 172
(1) Pindjaman uang atas tanggungan Republik Indonesia Serikat tidak dapat diadakan, didjamin
atau disahkan, ketjuali dengan kuasa undang-undang federal.
(2) Pemerintah berhak, dengan mengindahkan aturan2 jang akan ditetapkan dengan undangundang
federal, mengeluarkan biljet2 dan promes2-perbendaharaan.
Pasal 173
(1) Dengan tidak mengurangi jang diatur dengan ketentuan2 chusus, gadji2 dan lain2 pendapatan
anggota madjelis2 dan pegawai2 Republik Indonesia Serikat ditentukan oleh Pemerintah,
dengan mengindahkan aturan2 jang akan ditetapkan dengan undang-undang federal dan
menurut asas, bahwa dari djabatan tidak boleh diperoleh keuntungan lain dari pada jang
dengan tegas diperkenankan.
(2) Undang-undang dapat memperkenankan pemindahan kekuasaan jang diterangkan dalam ajat
(1) kepada alat2-perlengkapan lain jang berkuasa.
(3) Pemberian pensiun kepada pegawai2 Republik Indonesia Serikat diatur dengan undangundang
federal.
Bagian 5
Perhubungan Luar-Negeri
Pasal 174
Pemerintah memegang pengurusan perhubungan luar-negeri.
Pasal 175
(1) Presiden mengadakan dan mensahkan segala perdjandjian (traktat) dan persetudjuan lain
dengan negara2 lain.
Ketjuali djika ditentukan lain dengan undang-undang federal, perdjandjian atau persetudjuan
lain tidak disahkan, melainkan djika sudah disetudjui dengan undang-undang.
(2) Masuk dalam dan memutuskan perdjandjian dan persetudjuan lain, hanja dilakukan oleh
Presiden dengan kuasa undang-undang federal.
Pasal 176
Berdasarkan perdjandjian dan persetudjuan jang tersebut dalam pasal 175, Pemerintah
memasukkan Republik Indonesia Serikat kedalam organisasi2 antarnegara.
Pasal 177
Pemerintah berusaha memetjahkan perselisihan2 dengan negara2 lain dengan djalan damai dan
dalam hal itu memutuskan pula tentang meminta ataupun tentang menerima pengadilan atau
pewasitan antarnegara.
 Pasal 178
Presiden mengangkat wakil2 Republik Indonesia Serikat pada negara2 lain dan menerima wakil
negara2 lain pada Republik Indonesia Serikat.
Bagian 6
Pertahanan Kebangsaan dan Keamanan Umum
Pasal 179
Undang-undang federal menetapkan aturan2 tentang hak dan kewadjiban warga-negara jang
sanggup membantu mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Serikat dan membela
daerahnja.
Ia mengatur tjara mendjalankan hak dan kewadjiban itu dan menentukan ketjualinja.
Pasal 180
(1) Tentera Republik Indonesia Serikat bertugas melindungi kepentingan2 Republik Indonesia
Serikat.
Tentera itu dibentuk dari mereka jang sukarela masuk tentera dan mereka jang wadjib masuk
tentera.
(2) Undang-undang federal mengatur masuk tentera jang diwadjibkan.
Pasal 181
(1) Pemerintah memegang pengurusan pertahanan.
(2) Undang-undang federal mengatur pembentukan, susunan dan tataan, tugas dan kekuasaan
alat-perlengkapan jang diberi kewadjiban menjelenggarakan kebidjaksanaan pertahanan pada
umumnja, mengorganisasi dan membagi tugas tentera dan, dalam waktu perang, memimpin
perang.
Pasal 182
(1) Presiden jalah Panglima Tertinggi tentera Republik Indonesia Serikat.
(2) Pemerintah, djika perlu, menaruh tentera dibawah seorang panglima umum. Menteri
Pertahanan dapat ditundjuk merangkap djabatan itu.
(3) Opsir2 diangkat, dinaikkan pangkat dan diperhentikan oleh atau atas nama Presiden, menurut
aturan2 jang ditetapkan dengan undang-undang federal.
Pasal 183
(1) Pemerintah tidak menjatakan perang, melainkan djika hal itu diizinkan lebih dahulu oleh
Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat.
(2) Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat memutuskan pengizinan itu dalam rapat bersama,
seakan-akan mereka satu badan, diketuai oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat.
Pasal 184
(1) Dengan tjara dan dalam hal2 jang akan ditentukan dengan undang-undang federal,
Pemerintah dapat menjatakan daerah Republik Indonesia Serikat atau bagian2 dari padanja
dalam keadaan perang atau dalam keadaan darurat perang, sekadar dan selama ia
menganggap hal itu perlu untuk kepentingan keamanan dalam negeri dan keamanan terhadap
luar negeri.
(2) Undang-undang federal mengatur akibat2 pernjataan demikian itu dan dapat pula
menetapkan, bahwa kekuasaan2 alat2-perlengkapan kuasa sipil jang berdasarkan Konstitusi
tentang ketertiban umum dan polisi, seluruhnja atau sebagian beralih kepada alat2-
perlengkapan sipil jang lain ataupun kepada kuasa ketenteraan, dan bahwa penguasa2 sipil
takluk kepada penguasa2 ketenteraan.
Pasal 185
(1) Daerah2-bagian tidak mempunjai tentera sendiri.
(2) Untuk mendjamin ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum, maka atas permintaan
pemerintah daerah-bagian Pemerintah Republik Indonesia Serikat dapat memberi bantuan
ketenteraan kepada daerah-bagian itu.
Undang-undang federal menetapkan aturan2 tentang hal itu.

 BAB V
KONSTITUANTE
Pasal 186
Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi), bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnja
menetapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat jang akan menggantikan Konstitusi sementara
ini.
Pasal 187
(1) Rantjangan Konstitusi dibuat oleh Pemerintah dan dengan amanat Presiden disampaikan
kepada Konstituante untuk dimusjawaratkan, demi Sidang itu berapat.
(2) Pemerintah mendjaga, supaja rantjangan Konstitusi berdasarkan pembangunan Republik
Indonesia Serikat dari negara2 sesuai dengan kehendak rakjat, sebagai jang akan dinjatakan
dengan tjara demokrasi menurut jang ditetapkan dalam pasal 43 sampai dengan 46.
(3) Berkenaan dengan mendjalankan jang ditetapkan dalam pasal2 jang tersebut dalam ajat jang
lalu, undang-undang federal akan mengadakan tindakan2 jang perlu, sehingga pernjataan
suara rakjat jang diperlukan, diperoleh dalam satu tahun sesudah Konstitusi ini mulai berlaku.
Pasal 188
(1) Konstituante dibentuk dengan djalan memperbesar Dewan Perwakilan Rakjat jang dipilih
menurut pasal 111 dan Senat baru jang ditundjuk menurut pasal 97, dengan anggota2 luar
biasa sebanjak djumlah anggota biasa madjelis itu masing2.
Anggota2 luar biasa itu dipilih ataupun ditundjuk atau diangkat dengan tjara jang sama
sebagai anggota biasa.
Ketentuan2 jang berlaku bagi anggota2 biasa berlaku pula bagi mereka itu.
Pemerintah mengadakan persediaan, sekadar perlu dengan mupakat dengan daerah2-bagian,
untuk mendjamin supaja anggota2 luar biasa Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat dipilih,
diangkat ataupun ditundjuk pada waktunja.
(2) Rapat gabungan Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat, keduanja dengan djumlah anggota dua
kali lipat, itulah Konstituante.
(3) Ketua Dewan Perwakilan Rakjat jalah Ketua Konstituante, Ketua Senat jalah Wakil Ketua.
(4) Jang ditetapkan dalam pasal 87, 93, 94, ajat (3) dan (4), 95 dan 105, berlaku demikian djuga
bagi Konstituante.
(5) Rapat2 Konstituante terbuka bagi umum, ketjuali djika dianggap perlu oleh Ketua menutup
pintu ataupun djika sekurang-kurangnja dua puluh lima anggota menuntut hal itu.
Pasal 189
(1) Konstituante tidak dapat bermupakat atau mengambil keputusan tentang rantjangan
Konstituante baru, djika pada rapatnja tidak hadir sekurang-kurangnja dua-pertiga dari
djumlah anggota-sidang.
(2) Konstituante berhak mengadakan perubahan2 dalam rantjangan Konstitusi.
Konstitusi baru berlaku, djika rantjangannja telah diterima dengan sekurang-kurangnja duapertiga
dari djumlah suara anggota jang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah.
(3) Apabila Konstituante sudah menerima rantjangan Konstitusi, maka dikirimkannja rantjangan
itu kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah.
Pemerintah harus mensahkan rantjangan itu dengan segera.
Pemerintah mengumumkan Konstitusi itu dengan keluhuran.
(4) Kepada tiap2 negara-bagian akan diberikan kesempatan menerima Konstitusi.
Dalam hal suatu negara-bagian tidak menerima Konstitusi itu, maka negara itu berhak
bermusjawarat tentang suatu perhubungan chusus dengan Republik Indonesia Serikat dan
Keradjaan Nederland.

BAB VI
PERUBAHAN, KETENTUAN2 PERALIHAN
DAN KETENTUAN2 PENUTUP
Bagian 1
Perubahan
Pasal 190
(1) Dengan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal 51, ajat kedua, maka Konstitusi ini
hanja dapat diubah dengan undang-undang federal dan menjimpang dari ketentuan2nja hanja
diperkenankan atas kuasa undang-undang federal; baik Dewan Perwakilan Rakjat maupun
Senat tidak boleh bermupakat ataupun mengambil keputusan tentang usul untuk itu, djika
tidak sekurang-kurangnja dua-pertiga dari djumlah anggota-sidang menghadiri rapat.
(2) Undang-undang sebagai dimaksud dalam ajat pertama, dirundingkan pula oleh Senat menurut
ketentuan2 Bagian 2 Bab IV.
(3) Usul undang-undang untuk mengubah Konstitusi ini atau menjimpang dari ketentuan2nja
hanja dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat ataupun oleh Senat dengan sekurangkurangnja
dua-pertiga djumlah suara anggota jang hadir.
Djika usul itu dirundingkan lagi menurut jang ditetapkan dalam pasal 132, maka Dewan
Perwakilan Rakjat hanja dapat menerimanja dengan sekurang-kurangnja tiga-perempat dari
djumlah suara anggota jang hadir.
Pasal 191
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan2 umum tentang mengeluarkan dan mengumumkan
undang-undang federal, maka perubahan2 dalam Konstitusi diumumkan oleh Pemerintah
dengan keluhuran, menurut tjara jang akan ditentukannja.
(2) Naskah Konstitusi jang diubah itu diumumkan sekali lagi oleh Pemerintah setelah, sekadar
perlu, bab2nja, bagian2 tiap2 bab dan pasal2nja diberi nomor berturut dan penundjukan2nja
diubah.
(3) Alat2-perlengkapan berkuasa jang sudah ada dan peraturan2 serta keputusan2 jang berlaku
pada saat suatu perubahan dalam Konstitusi mulai berlaku, dilandjutkan sampai diganti
dengan jang lain menurut Konstitusi, ketjuali djika melandjutkannja itu berlawanan dengan
ketentuan2 baru dalam Konstitusi jang tidak memerlukan peraturan undang2 atau tindakan2
pendjalankan jang lebih lanjut.
Bagian 2
Ketentuan2 Peralihan
Pasal 192
(1) Peraturan2 undang-undang dan ketentuan2 tata-usaha jang sudah ada pada saat Konstitusi ini
mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan2 dan ketentuan2
Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan2 dan ketentuan2 itu tidak
ditjabut, ditambah atau diubah oleh undang2 dan ketentuan2 tata-usaha atas kuasa Konstitusi
ini.
(2) Pelandjutan peraturan2 undang-undang dan ketentuan2 tata-usaha jang sudah ada sebagai
diterangkan dalam ajat (1) hanja berlaku, sekadar peraturan2 dan ketentuan2 itu tidak
bertentangan dengan ketentuan2 Piagam Pemulihan Kedaulatan, Statut Uni, Persetudjuan
Peralihan ataupun persetudjuan2 jang lain jang berhubungan dengan pemulihan kedaulatan
dan sekadar peraturan2 dan ketentuan2 itu tidak berlawanan dengan ketentuan2 Konstitusi ini
jang tidak memerlukan peraturan undang-undang atau tindakan2 pendjalankan.
 Pasal 193
(1) Sekadar hal itu belum ternjata dari ketentuan2 Konstitusi ini, maka undang-undang federal
menentukan alat2-perlengkapan Republik Indonesia Serikat jang mana akan mendjalankan
tugas dan kekuasaan alat-perlengkapan jang mendjalankan tugas dan kekuasaan itu sebelum
pemulihan kedaulatan, jakni atas dasar perundang-undangan jang masih tetap berlaku karena
pasal 1.
(2) Pemerintah dengan segera menundjuk seorang wakil di Negeri Belanda jang–sambil
menunggu peraturan2 jang akan diadakan nanti–mendjalankan atas namanja segala
kekuasaan-pengurus jang, sebelum pemulihan kedaulatan, didjalankan untuk Pemerintah
Indonesia dulu oleh alat2-perlengkapan Belanda di Negeri Belanda.
Pasal 194
Sambil menunggu pengaturan kewarganegaraan dengan undang-undang jang tersebut dalam ajat
(±) pasal 5, maka jang sudah warga-negara Republik Indonesia Serikat, jalah mereka jang
mempunjai kewarganegaraan itu menurut persetudjuan jang mengenai penentuan
kewarganegaraan jang dilampirkan pada Piagam Pemulihan Kedaulatan.
Pasal 195
Apabila sesuatu pokok jang pada saat Konstitusi ini mulai berlaku, masuk dalam jang diterangkan
dalam lampiran Konstitusi ini, diselenggarakan oleh suatu daerah-bagian, maka daerah-bagian itu
berkuasa melandjutkan menjelenggarakan pokok itu hingga Republik Indonesia Serikat
mengambil tugas penjelenggaraan itu.
Djika demikian, maka daerah-bagian dalam melandjutkan penjelenggaraan itu untuk sementara,
akan bertindak sesuai dengan pendapat lebih tinggi alat2-perlengkapan federal jang bersangkutan.
Bagian 3
Ketentuan2 Penutup
Pasal 196
Segera sesudah Konstitusi ini mulai berlaku, Pemerintah mewadjibkan satu atau beberapa panitia
jang diangkatnja, untuk mendjalankan tugas, sesuai dengan petundjuk2nja, bekerdja
mengichtiarkan, supaja aturan2 jang diperlukan oleh Konstitusi ini diadakan, serta supaja pada
umumnja sekalian perundang-undangan jang sudah ada pada saat tersebut disesuaikan kepada
Konstitusi.
Pasal 197
(1) Konstitusi ini mulai berlaku pada saat pemulihan kedaulatan.
Naskahnya diumumkan pada hari itu dengan keluhuran menurut tjara jang akan ditentukan
oleh Pemerintah.
(2) Djikalau dan sekadar sebelum saat jang tersebut dalam ajat (1), sudah dilakukan tindakan2
untuk membentuk alat2-perlengkapan Republik Indonesia Serikat dan untuk menjiapkan
penerimaan kedaulatan, sekaliannja atas dasar ketentuan2 Konstitusi ini, maka ketentuan2 itu
berlaku surut sampai pada hari tindakan2 bersangkutan dilakukan.
Lampiran. Pokok2 Penjelenggaraan-Pemerintahan jang dibebankan kepada Republik
Indonesia Serikat menurut Pasal 51 Konstitusi.
a. Pengaturan kewarganegaraan dan kependudukan Republik Indonesia Serikat;
b. Imigrasi dan emigrasi, dengan pengertian, bahwa undang-undang federal akan memuat,
bahwa tentang banjaknja imigrasi jang diizinkan terhadap suatu daerah-bagian harus ada
persesuaian dengan daerah bersangkutan;
c. Pengaturan umum urusan kolonisasi dan transmigrasi, ketjuali djika kolonisasi dan
transmigrasi itu terjadi didalam daerah suatu daerah-bagian dan dengan pengertian, bahwa
dalam hal transmigrasi dari suatu daerah-bagian kedaerah-bagian lain, tentu harus ada
persesuaian antara daerah-bagian bersangkutan tentang banjaknja transmigrasi jang akan
dilakukan;
d. Hak memberi ampun (grasi), amnesti dan abolisi;
e. Pengaturan hak pengarang, milik industri, dan hak pembiak (kwekersrecht);
f. Pengaturan asas2-pokok hukum sipil antarnegara dan hukum antargolongan;
g. Pengaturan hukum sipil dan hukum dagang, sekadar hal itu masuk bilangan untuk diatur
dari pusat, baik karena kepentingan sosial umum atau karena alasan2 ekonomi, maupun
karena artinja jang chusus untuk bagian2 penduduk jang penting jang sebagai demikian
tidak masuk kewargaan sesuatu daerah-bagian;
h. Pengaturan asas2-pokok hukum-pidana;
i. Pengaturan asas2-pokok hukum atjara perdata–termasuk dalamnja hukum bukti–dan
hukum atjara pidana;
j. Pengaturan susunan kehakiman federal;
k. Pugas dan kekuasaan pendaftaran tanah;
l. Pengembalian perhubungan-hukum ekonomi;
m. Ganti-rugi kerugian perang;
n. Mengatur dan mendjalankan tugas polisi bersangkutan dengan pokok2 penjelenggaraanpemerintahan
federal;
Pendidikan pegawai atasan polisi;
Mengadakan persediaan2 untuk memadjukan ketjakapan teknik dan daja-guna kepolisian
Republik Indonesia Serikat;
Mengadakan tindakan2 untuk memadjukan kerdjasama jang tepat, dimana perlu, dalam
pekerdjaan pelbagai alat-perlengkapan polisi;
o. Hal mata-uang, hal uang dan hal bank, dan djuga pengaturan devisen;
p. Pengaturan padjak perseroan;
q. Pengaturan padjak kekajaan;
r. Pengaturan padjak pendapatan untuk hal2 istimewa jang ditentukan undang-undang
federal;
s. Pengaturan impor dari dan ekspor keluar negeri, termasuk bea-masuk dan bea-keluar dan
djuga penentuan daerah-bea;
t. Pengaturan bea meterai;
u. Pengaturan tjukai, sekadar penting bagi Republik Indonesia Serikat seluruhnja;
v. Monopoli2 pemerintah;
w. Hubungan2 luar negeri, hak2 dan kewadjiban2 terhadap pemerintah2 luar-negeri, dan
djuga pada umumnja segala pokok jang mempunjai hubungan rapat dengan perhubungan
dengan luar-negeri, (sedang dalam perhubungan itu Republik Indonesia Serikat harus
seluruhnja bertindak);
x. Pertahanan negeri, termasuk hal mengatur hukum pidana dan hukum patuh-taat
ketentaraan, madi dan zahiri, dan susunan kehakiman jang bersangkutan dengan itu, dan
djuga mengatur dan mengumumkan keadaan perang dan keadaan darurat perang;
y. Institut dan organisasi ilmu-pengetahuan jang penting bagi Republik Indonesia Serikat
seluruhnja;
z. Pemeliharaan monumen dan perlindungan alam jang penting bagi Republik Indonesia
Serikat seluruhnja;
A. Pengumpulan bahan2 statistik dan dokumen jang penting bagi Republik Indonesia
seluruhnja;
B. Pengaturan dan tindakan2 sosial jang penting bagi Republik Indonesia Serikat seluruhnja;
C. Memberikan pedoman2 tentang kedudukan-hukum kepegawaian pemerintah, supaja
sedapat-dapatnja didjamin kesesuaian dalam peraturan2 jang bersangkutan;
D. Pengaturan pengadjaran tinggi dan djalan pengadjaran akademi jang berhubungan dengan
itu, termasuk pedoman2 tentang pendidikan2 jang memberi hak untuk masuk udjian2
akademi, dan akibat sipil idjazah pengadjaran tinggi;
E. Pedoman2 tentang penerangan dan penjiaran radio, sekadar penting bagi Republik
Indonesia Serikat seluruhnja;
F. Aturan2 umum tentang pengawasan atas impor dan djuga tentang pengudjian pilem2;
G. Pedoman2 umum tentang politik agraria, sekadar penting bagi Republik Indonesia Serikat
seluruhnja;
H. Menolak penjakit menular;
I. Perniagaan, keradjinan, pertanian, penternakan perikanan dan urusan2 ekonomi jang lain
diantaranja termasuk penjediaan makanan, sekadar penting bagi Republik Indonesia
Serikat seluruhnja;
J. Perhubungan lalu-lintas, sekadar lebih penting dari pada bagi satu daerah-bagian sadja,
dan djuga pemanduan dan penerangan pantai;
K. Penerbangan dan metereologi;
L. Topografi dan hidrografi;
M. Pengawasan dilaut;
N. Pemeliharaan pelabuhan2 dan sungai2, sekadar penting bagi peladjaran antarnegara;
O. Urusan pos, telgram dan telpon, sekadar Republik Indonesia Serikat jang menjediakan
kebutuhan2nja;
P. Pengaturan pertambangan;
Q. Perundang-undangan umum tentang tenaga air dan listrik, dan djuga pembangunan dan
eksplotasi perusahaan2 tenaga air jang ditentukan oleh federasi;
R. Hal tera.
PIAGAM-PERSETUDJUAN
antara Delegasi Republik Indonesia dan Delegasi Pertemuan Untuk Permusjawaratan Federal
(Bijeenkomst Federaal Overleg) tentang rentjana.
Kontitusi Republik Indonesia Serikat.
Pada hari Sabtu tanggal dua-puluh sembilan bulan Oktober tahun seribu sembilan-ratus empatpuluh
sembilan kami Delegasi Republik Indonesia dan Delegasi Pertemuan Untuk
Permusjawaratan Federal (Bijeenkomst Federaal Overleg) jang melangsungkan persidangan kami
di Scheveningen.
Setelah mempertimbangkan dan menjetudjui pikiran2 ketatanegaraan jang disusun oleh kedua
Panitia Ketatanegaraan kami dalam beberapa persidangan bersama di Scheveningen dan ‘s
Gravenhage semendjak bulan Agustus sampai achir bulan Oktober tahun 1949;
Dengan mendjundjung tinggi segala putusan kebulatan jang diambil dalam Konperensi Inter-
Indonesia dalam sidangnja dikota Jogjakarta dan Djakarta dalam bulan Djuli dan Agustus 1949;
Setelah mempeladjari dan mempertimbangkan rentjana Konstitusi Republik Indonesia Serikat itu,
maka kami
Menjatakan
bahwa kami menjetudjui naskah Undang-Undang Dasar Peralihan bernama Konstitusi Republik
Indonesia Serikat jang dilampirkan pada Piagam-Persetudjuan ini.
Kemudian dari pada itu maka untuk membuktikan itu kami kedua Delegasi dengan bersaksikan
Tuhan Jang Maha-Esa terhadap sikap-sutji dan kesungguhan-keinginan Bangsa dan Tanah Air
Indonesia Serikat membubuhkan tanda-tangan parap kami pada Piagam-Persetudjuan ini:

a. Untuk Republik Indonesia,
Pemimpin Delegasi Republik Indonesia
(Drs. Moh. Hatta)
b. Untuk Daerah2-Bagian jang bekerdja-sama dalam perhubungan B.F.O.
Utusan Kalimantan Barat (Sultan Hamid II) Ketua B.F.O.
Utusan Indonesia Timur (Ide Anak Agoeng Gde Agoeng) Wakil Ketua B.F.O. pertama
Utusan Madura (Dr. Soeparmo) Wakil Ketua B.F.O. kedua
Utusan Bandjar (A.A. Rivai)
Utusan Bangka (Saleh Achmad)
Utusan Belitung (K.A. Moh. Joesoef)
Utusan Dajak Besar (Mochran Bin Hadji Moh. Ali)
Utusan Djawa Tengah (Dr. r. Sudjito)
Utusan Djawa Timur (R. Tg. Djuwito)
Utusan Kalimantan Tenggara (M. Jamani)
Utusan Kalimantan Timur (Adji Pangeran Sosronegoro)
Utusan Pasundan (Mr. R. Tg. Djumhana Wiriaatmadja)
Utusan Riau (Radja Mohammad)
Utusan Sumatera Selatan (Abdul Malik)
Utusan Sumatera Timur (Radja Kaliamsjah Sinaga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar