=======
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG
NOMOR.. TAHUN..
TENTANG
BADAN PENY ELENGGARA JAMINAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan program negara bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum dengan prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
c. bahwa badan penyelenggara jaminan sosial yang ada sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
d. bahwa dengan adanya kepastian hukum mengenai status badan penyelenggara akan meningkatkan kinerja badan penyelenggara dalam menyelenggarakan program jaminan so sial;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimak sud pada huruf a,huruf b, huruf c dan huruf d, serta untuk meleksanakan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan So sial Nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
Mengingat 1. Pasal 5 ay a t (1) Pasal 20, Pa sal 23A, Pasal 28 H ayat (1) ayat (2) dan ay a t (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan ay at (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, dan Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4456;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDIONESIA
dan
PRESIDEN REPUBL IK INDONESIA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial
4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
5. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial
6. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
7. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peser ta dan/atau anggota keluarganya.
8. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
9. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji upah, atau imbalan dalam bentuk lain
10. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
11. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
12. Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional
13. Dewan Pengawas adalah organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang bertugas melakukan pengawasan khusus terhadap program yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Pasal 2
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam menyelenggarakan tugasnya berdasarkan pada prinsip:
a. nirlaba;
b. keterbukaan;
c. kehati-hatian
d. akuntabilitas;
e. portabilitas;
f dana amanat dan
g. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
BAB II
PEMBENTUKAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 3
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara.
Pasal 4
Di tingkat nasional didirikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang menyelenggarakan program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 5
(1) Dengan Undang-Undang ini pada tingkat nasional didirikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai berikut
a. Asuransi Sosial TNI/Polri yang selanjutnya disebut ASABRI;
b. Asuransi Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disebut ASKES;
c. Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang selanjutnya disebut JAMSOSTEK;
d. Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS yang selanjutnya disebut TASPEN.
(2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima pengalihan seluruh peserta, hak dan kewajiban, kekayaan, serta karyawan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. ASABRI menerima pengalihan dari Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI/Polri;
b. ASKES menerima pengalihan dari Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
c. JAMSOSTEK menerima pengalihan dari Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja kecuali Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Jaminan Hari Tua dari Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS;
d. TASPEN menerima pengalihan dari Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS kecuali Jaminan Hari Tua dari Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS.
(3) Perubahan nama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
(1) Maksud dan tujuan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional adalah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang menjamin kegotongroyongan dan portabilitas manfaat jaminan sosial, serta penyelenggaraan yang efektif dan efisien bagi seluruh rakyat secara bertahap dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional menyelenggarakan program jaminan sosial sebagai berikut:
a. ASABRI menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (JK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM) untuk TNI /Polri, pensiunan TNI/Polri, dan Janda/Duda TNI /Polri
b. ASKES menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (JK) untuk seluruh kelompok rakyat kecuali untuk TNI/Polri, pensiunan TNI/Polri, dan Janda/Dudanya TNI /Polri
c. JAMSOSTEK menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kematian (JKM) untuk seluruh kelompok rakyat;
d. TASPEN menyelenggarakan program Jaminan Pensiun (JP) untuk seluruh kelompok rakyat.
BA B I II
TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN SERTA LARANGAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Bagian Pertama
Tugas dan Wewenang
Pasal 7
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial bagi penduduk dan warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 8
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional berwenang untuk:
a. mengelola dana amanat peserta jaminan sosial berdasarkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang menjadi tanggung jawabnya;
b. menempatkan dana amanat untuk jangka pendek kurang dari 1 (satu) tahun paling sedikit 20% dari dana investasi yang tersedia;
c. menempatkan dana amanat untuk jangka panjang pada obligasi pemerintah atau yang dijamin oleh pemerintah paling sedikit 60% dari dana investasi yang tersedia
d. menempatkan dana amanat pada deposito pada bank daerah dan/atau obligasi Pemerintah Daerah;
e. melakukan inspeksi dan menghentikan pelayanan atau pemberian manfaat jaminan sosial kepada peserta dari pemberi kerja tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
f. membuat kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan tingkat nasional maupun daerah mengenai besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan.
g. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
h. melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhan dalam pembayaran iuran dan pendaftaran tenaga kerja lebih dari 3 (tiga) bulan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 9
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional berhak untuk:
a. menerima dan mengelola iuran peserta beserta dana pengembangannya sesuai dengan program yang menjadi tanggung jawabnya;
b. memperoleh dana operasional yang layak untuk penyelenggaraan program yang berkualitas, baik yang bersumber dari iuran, hasil pengembangan dana, atau dari dana yang dihibahkan Pemerintah;
c. memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelengaraan program jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 10
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional berkewajiban untuk:
a. melakukan koordinasi antar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam pemberian nomor identitas tunggal bagi setiap peserta dan anggota keluarganya yang berlaku untuk semua jenis program jaminan sosial;
b. memberikan informasi secara rinci mengenai manfaat yang menjadi hak setiap peserta beserta rincian prosedur untuk masing-masing program jaminan sosial dan dapat diakses dengan mudah melalui website Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c. memberikan informasi saldo Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta sekurang-kurangnya sekali dalam setahun khusus bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial penyelenggara program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun
d. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
e. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial;
f melaporkan kinerja keuangan dan pelaksanaan program secara berkala sekurang-kurangnya 3 (t iga) bulan sekali kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional
BagianKetiga
Larangan
Pasal 11
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dilarang:
a. melakukan subsidi silang antar program;
b. mendirikan dan/atau memiliki seluruh atau sebagian fasilitas kesehatan;
c. memungut iuran program jaminan sosial yang memberi manfaat sama sebagaimana telah diatur dalam peraturan-perundangan.
BA B IV
ORGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 12
(1) Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi.
(2) Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden ata susul Dewan Jaminan Sosial Nasional setelah melalui proses uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Dewan Pengawas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
(4) Direksi sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan salah seorang di antaranya diangkat sebagai Direktur Utama.
Pasal 13
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat membentuk kantor perwakilan untuk satu atau lebih Provinsi secara bertahap.
(2) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat membentuk kantor cabang untuk satu atau lebih Kabupaten/Kota sesuai dengan prinsip efisiensi.
Pasal 14
Pada setiap kantor perwakilan dibentuk Dewan Pengawas Daerah yang diketuai oleh Gubernur di tempat kedudukan kantor perwakilan dan mempunyai anggota sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang termasuk ketua, yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pemberi kerja dan organisasi pekerja.
Pasal 15
Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Pengawas, seseorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
a. Warga Negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani
d. berkelakuan baik;
e. berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi- tingginya 50 tahun;
f lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang jaminan sosial keuangan atau investasi, atau aktuaria;
h. tidak merangkap jabatan struktural di pemerintahan atau badan hukum lain;
i. tidak menjabat sebagai pengurus partai politik;
j. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
k. tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.
Pasal 16
Untuk dapat diangkat menjadi Direksi, seseorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
a. Warga Negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani
d. berkelakuan baik;
e. berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi-tingginya 50 tahun;
f lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g. memiliki pengalaman dan kompetensi dalam bidang jaminan sosial
h. memiliki integritas dan kepemimpinan dalam menyelenggarakan jaminan sosial
i. tidak merangkap jabatan struktural di pemerintahan atau badan hukum lain;
j. tidak menjabat sebagai pengurus partai politik;
k. tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakpidana kejahatan;
l. tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.
Pasal 17
Dewan Pengawas dan Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 18
(1) Dewan Pengawas dan Direksi berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan;
c. masa jabatan berakhir
d. mengundurkan diri atas permintaan sendiri
e. tidak lagi memenuhi persyaratan;
f. diberhentikan atas usul Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(2) Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat mengusulkan pemberhentian Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f karena:
a. melalaikan kewajiban terus-menerus lebih dari 3 (t iga) bulan;
b. merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dan kepentingan peserta jaminan sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil
(3) Dalam hal Dewan Pengawas dan Direksi berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Dewan Jaminan Sosial Nasional mengusulkan penggantinya kepada Presiden untuk meneruskan masa jabatan yang digantikan.
Pasal 19
(1) Dewan Pengawas dan Direksi dapat diberhentikan sementara waktu karena:
a. sakit terus-menerus lebih dari 3 (t iga) bulan;
b. sedang dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan;
c. digugat karena melakukan tindakan yang merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional.
(2) Dalam hal Dewan Pengawas dan Direksi diberhentikan sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Jaminan Sosial Nasional menunjuk pelaksana tugas Dewan Pengawas dan Direksi yang diberhent ikan sementara.
Pasal 20
(1) Dewan Pengawas bertugas:
a. melakukan pengawasan kebijakan teknis penyelenggaraan program jaminan sosial yang dilaksanakan oleh masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional
b. melaporkan hasil pengawasannya kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(2) Dewan Pengawas berwenang:
a. mengevaluasi rencana kerja masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional
b. meminta laporan pelaksanaan rencana kerja kepada masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
c. memberikan saran dan pertimbangan penyelenggaraan program jaminan sosial kepada masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
Pasal 21
(1) Dewan Pengawas mengadakan rapat setiap kali dianggap perlu oleh seorang atau lebih anggota dewan pengawas dengan menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakan.
(2) Rapat Dewan Pengawas diadakan di tempat kedudukan perusahaan atau di tempat kedudukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau di tempat kegiatan usaha Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional atau di tempat lain di wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan oleh direksi.
(3) Rapat Dewan Pengawas adalah sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dar i ½ (satu per dua) jumlah anggota Dewan Pengawas.
(4) Rapat Dewan Pengawas dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas atau anggota direksi lainnya apabila Direktur Utama berhalangan atau apabila Direktur Utama memberikan tugas khusus untuk memimpin rapat.
Pasal 22
(1) Direksi bertugas:
a. melaksanakan kebijakan umum penyelenggaraan program jaminan sosial yang ditetapkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional;
b. melaksanakan pengurusan program jaminan sosial yang menjadi tanggung jawabnya untuk kepentingan peserta;
c. menyusun rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagai penjabaran kebijakan umum program jaminan sosial
d. menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali dan laporan akhir tahun buku kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional;
e. memberikan pertanggungjawaban pada akhir masa tugas kepada Presiden melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional;
f menjalankan tugas-tugas lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Direksi berwenang:
a. mewakili Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional di dalam maupun di luar pengadilan;
b. melakukan segala tindakan dan perbuatan mengenai pengelolaan dana amanat dan mengikat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dengan pihak lain dan/atau pihak lain dengan pembatasan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini;
c. mengangkat dan memberhentikan karyawan.
Pasal 23
Tindakan dan perbuatan Direksi yang harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah:
a. menempatkan dana yang belum diatur dalam peraturan perundangan Sistem Jaminan Sosial Nasional;
b. melakukan investasi jangka panjang dana amanat;
c. melepaskan dan menghapuskan investasi melebihi nilai lebih dari Rp. 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah)
d. mengadakan perjanjian yang tidak bersifat operasional dan berdampak signifikan bagi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional
e. melakukan investasi dalam saham paling banyak 5% (lima prosen) dari total dana investasi;
f melakukan investasi dalam properti paling banyak 10% (sepuluh prosen) dari total dana investasi
g. melakukan investasi langsung paling banyak 5% (lima prosen) dari total dana investasi
h. mengalihkan kekayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional paling sedikit Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah)
Pasal 24
Tindakan dan perbuatan Direksi yang harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas adalah:
a. menempatkan dana jangka pendek pada satu bank yang besarnya di atas Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh mlyar rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) atau melebihi 5% (lima prosen)dari
dana investasi yang tersedia;
b. melepaskan dan menghapuskan investasi properti yang bernilai antara Rp. 25.000.000.000,00 00 (dua puluh lima milyar rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah)
c. mengangkat pejabat setingkat di bawah direksi;
d. menetapkan dan menyesuaikan struktur organisasi sampai 2 (dua) tingkat di bawah direksi.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 26
(1) Setiap keputusan strategis diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Direktur Utama.
(2) Dalam hal Direktur Utama berhalangan, pimpinan rapat diserahkan kepada salah satu direktur sesuai dengan bidangnya.
(3) Rapat direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota direksi
(4) Keputusan Rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk mufakat.
(5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak tercapai, keputusan diambil dalam rapat direksi yang diperluas dengan mengundang dewan pengawas.
BA B VI
PERTANGGUNGJAWABAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 27
(1) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ting kat nasional wajib menyampaikan pertanggungjawaban tertulis set iap 3 (tiga) bulan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional
(2) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menyampaikan pertanggungjawaban tertulis setiap 6 (enam) bulan sekali dan disertai penjelasan lisan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional
(3) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menyampaikan laporan keuangan setiap tahun sekali yang telah diaudit kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipublikasikan pada sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) media cetak nasional paling lambat tanggal 31 Mei tahun berikutnya
Pasal 28
Direksi dan Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menghadiri rapat pertanggungjawaban tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Jaminan SosialNasional.
Pasal 29
Pada akhir masa jabatan atau dalam hal Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional t idak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 maka wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan dan kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional
BA B VI I
KEKAYAAN DAN BELANJA OPERASIONAL
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Bagian Pertama
Kekayaan
Pasal 30
(1) Kekayaan awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional adalah seluruh kekayaan Badan Penyelenggara yang dialihkan.
(2) Penambahan kekayaan berupa aset tetap dapat diambil dari hasil pengembangan dana paling tinggi 0,2% (nol koma dua persen).
(3) Untuk program yang bersifat jangka pendek, penambahan aset dapat dilakukan dengan menggunakan iuran yang diterima paling tinggi 1% (satu prosen)
(4) Dalam hal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dibubarkan dengan Undang-Undang maka kekayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional diserahkan kepada Negara.
(5) Pengalihan kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Belanja Operasional
Pasal 31
(1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang mengelola program jangka panjang dapat menggunakan hasil pengembangan dana investasi paling banyak 15% (lima belas prosen) untuk belanja operasional tahunan;
(2) Besaran anggaran belanja operasional sebagimana di maksud ayat (1), lebih dahulu mendapat persetujuan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (3) Badan Penyelenggara tingkat nasional yang mengelola program jangka pendek (Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan Kerja) dapat menggunakan penerimaan iuran paling banya k 5% (lima prosen) dari iuran setahun.
Pasal 32
(1) Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang dibayarkan dari belanja operasional
(2) Indikator kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional untuk perhitungan insentif diatur oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional
(3) Indikator kinerja karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional diatur oleh Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional.
BA B VII I
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT DAERAH
Pasal 33
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah berkedudukan di Ibu Kota Provinsi Kabupaten, atau Kota sesuai dengan wilayah administrasinya.
Pasal 34
(1) Di tingkat daerah dapat dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai penyelenggara program jaminan sosial yang bersifat tambahan atau pelengkap dan berlaku untuk daerah yang bersangkutan
(2) Program jaminan sosial tambahan atau pelengkap harus disesuaikan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional dan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 35
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah didasarkan pada standar kompetensi yang mencakup kemampuan dan komitmen untuk:
a. menyelenggarakan program jaminan sosial secara mandiri baik secara finansial maupun manajerial;
b. mengumpulkan dana amanat dari sebesar-besarnya jumlah peserta untuk memperkecil resiko yang dihadapi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal dan berkesinambungan;
c. mengelola resiko finansial yang dipercayakan oleh peserta serta mempertanggungjawabkan penyelenggaraannya kepada pemangku kepentingan;
d. menyelenggarakan prinsip-prinsip jaminan sosial sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
(1) Untuk dapat membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
(2) Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
BA B IX
PENYELESAIAN SENGKETA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Bagian Pertama
Penyelesaian Keluhan
Pasal 37
(1) Setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk unit pengendali mutu dan penanganan keluhan peserta.
(2) Frekuensi keluhan peserta merupakan salah satu indikator kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(3) Jangka waktu penyelesaian keluhan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya keluhan.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi
(lihat UU tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa)
Pasal 38
(1) Pihak yang merasa dirugikan dapat menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi.
(2) Penyelesaian yang dilakukan oleh mediator bersifat final dan mengikat
(3) Mediator terdiri dari 3 (t iga) orang ahli di bidang jaminan sosial dan hukum dengan ketentuan sebagai berikut
d. 1 (satu) orang di tunjuk oleh pihak yang mengajukan keberatan;
e. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
f 1 (satu) orang ditunjuk bersama oleh kedua belah pihak.
(4) Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 39
(1) Apabila penyelesaian keluhan tidak dapat diatasi oleh unit kerja penyelesaian keluhan dan instansi setingkat di atasnya, atau melalui mekanisme mediasi maka sengketa diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
(2) Proses peradilan dilakukan hanya pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri dan pengadilan banding di Pengadilan Tinggi.
(3) Putusan pengadilan tingkat banding bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum tingkat kasasi
(4) Jangka waktu penyelesaian sengketa tingkat Pengadilan Negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan tingkat Pengadilan Tinggi paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.
BAB X
KETENTUAN LA IN
Pasal 40
(1) Pemerintah melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagai pertimbangan kebijakan keuangan yang diambil Pemerintah.
(2) Dalam hal kebijakan fiskal Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat solvabilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional, maka Pemerintah mengambil kebijakan khusus berupa:
a. penyuntikan dana; atau
b. perlindungan (?) terhadap kebijakan Pemerintah.
(3) Perlindungan nilai dana amanat terhadap kebijakan fiskal pemerintah yang berpengaruh terhadap nilai manfaat dalam jangka panjang (konsultasi Depkeu)
Pasal 41 (SUBROGRASI)
a. Dalam hal terjadi wabah atau bencana alam, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional terlebih dahulu membayarkan manfaat program jaminan sosial yang merupakan kewajiban Pemerintah atau pihak lain
b. Terhadap pembayaran yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah atau pihak lain berkewajiban memberikan penggantian atas biaya manfaat dan biaya administrasi program jaminan sosial.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
(1) Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI /Polri Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Sebelum diangkat Dewan Penasehat dan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional maka Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI/Polri, Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan
Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS masih menjabat paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XII I
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 1991);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1995), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468)
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan A suransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1981), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1969, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1974, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republi k Indonesia Nomor 3200) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal..
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
tanda tangan
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal.
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
tanda tangan
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.......... NOMOR............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar