Jumat, 14 Oktober 2011

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan














Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947

PENGADILAN PERADILAN ULANGAN

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
PENGADILAN PERADILAN ULANGAN

UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 1947

TENTANG

PENGADILAN PERADILAN ULANGAN.

PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
bahwa peraturan peradilan ulangan, yang sekarang di Jawa dan Madura masih berlaku (Osamu/Sei/Hi/No.1753), ternyata mengecewakan, maka dari itu perlu selekas mungkin diadakan peraturan
baru untuk menggantinya.

Mengingat:
akan Osamu/Sei/Hi/No.1573 berhubung dengan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar;

Mengingat pula:
akan Undang-Undang Dasar pasal 24, pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 berhubung dengan pasal IV Aturan Peralihan tanggal 16 Oktober 1945 No.X;

Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA.

Bab I
Hal pengadilan district dan Pengadilan Kabupaten. Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.1/1951.

Bab II
Hal Pengadilan Kepolisian. Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.1/1951.

Bab III
Hal Pengadilan Negeri.

BAGIAN 1
Perkara Perdata

Pasal 6
Dari putusan-putusan Pengadilan Negeri di Jawa dan Madura tentang perkara perdata, yang tidak ternyata bahwa besarnya harga gugat ialah seratus rupiah atau kurang, oleh salah satu dari pihak-pihak (partijen) yang berkepentingan dapat diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa dalam daerah hukum masing-masing.
Pasal 7
(1) Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan.
(2) Bagi peminta yang tidak berdiam dalam keresidenan tempat Pengadilan Negeri tersebut bersidang, maka lamanya tempo untuk meminta pemeriksaan ulangan dijadikan tiga puluh hari.
(3) Jika ada permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak dengan biaya maka tempo itu dihitung mulai hari berikutnya hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi atas permintaan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri.
(4) Permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak boleh diterima, jika tempo tersebut di atas sudah lalu, demikian juga jika pada waktu memajukan permintaan itu tidak dibayar lebih dahulu biaya, yang diharuskan menurut peraturan yang sah, biaya mana harus ditaksir oleh Panitera Pengadilan Negeri tersebut.
Pasal 8
(1) Dari putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan di luar hadir tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan,tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama.
(2) Jika dari sebab apa pun juga tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan.
Pasal 9
(1) Dari putusan Pengadilan Negeri yang bukan putusan penghabisan dapat diminta pemeriksaan ulangan hanya bersama-sama dengan putusan penghabisan.
(2) Putusan dalam mana Pengadilan Negeri menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya, dianggap sebagai putusan penghabisan.
Pasal 10
(1) Permintaan pemeriksaan ulangan yang dapat diterima, dicatat oleh Panitera Pengadilan Negeri di dalam daftar.
(2) Panitera memberitahukan hal itu kepada pihak lawan yang minta pemeriksaan ulangan.
Pasal 11
(1) Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintaan pemeriksaan ulangan diterima, Panitera memberi tahu kepada kedua belah pihak, bahwa mereka dapat melihat surat¬surat yang bersangkutan dengan perkaranya di Pengadilan Negeri selama empat belas hari.
(2) Kemudian turunan putusan, surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan harus dikirim kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima permintaan pemeriksaan ulangan.
(3) Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan, asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri itu.
Pasal 12
(1) Permintaan izin supaya tidak bayar biaya dalam pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan lisan atau dengan surat kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, beserta dengan surat keterangan dari salah seorang pegawai pamong praja yang berhak memberikannya dalam daerah tempat tinggalnya, bahwa ia tidak mampu membayar biaya, oleh yang minta pemeriksaan ulangan di dalam empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan, oleh pihak lain di dalam empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya pemberitahuan permintaan pemeriksaan ulangan.
(2) Permintaan itu ditulis oleh Panitera Pengadilan Negeri dalam daftar.
(3) Di dalam empat belas hari sesudah dituliskan itu, maka Hakim Pengadilan Negeri menyuruh memberitahukan permintaan itu kepada,pihak yang lain dan menyuruh memanggil kedua belah pihak supaya datang di muka Hakim tersebut.
(4) Jika peminta tidak datang permintaan dianggap tidak ada.
(5) Jika peminta tidak datang, ia diperiksa oleh Hakim, begitu juga pihak yang lain, jika ia datang.
Pasal 13
Surat pemeriksaan harus dikirim kepada Pengadilan Tinggi yang berhak memutuskan perkaranya dalam pemeriksaan tingkat kedua, selambat-lambatnya tujuh hari sesudah pemeriksaan selesai.
Pasal 14
Pengadilan Tinggi memberi putusan atas permintaan tersebut dan menyuruh memberi tahu selekas mungkin putusan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Pasal 15
(1) Pengadilan Tinggi dalam pemeriksaan ulangan memeriksa dan memutuskan dengan tiga Hakim, jika dipandang perlu, dengan mendengar sendiri kedua belah pihak atau saksi.
(2) Jika Hakim Pengadilan Negeri memutuskan, bahwa ia tidak berhak memeriksa perkaranya, dan Pengadilan Tinggi berpendapat lain, Pengadilan Tinggi dapat menyuruh Pengadilan Negeri memutuskan perkaranya atau memutuskan sendiri perkaranya.
(3) Panitera Pengadilan Tinggi mengirim selekas mungkin turunan putusan tersebut beserta dengan surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan kepada Pengadilan Negeri yang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat pertama.
(4) Cara menjalankan putusan ini sama dengan cara menjalankan putusan Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama.
BAGIAN 2
Perkara Pidana.
Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 6-20 UU Darurat No.1/1951.
Pasal 30
Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.
Pasal Peralihan
Dalam perkara-perkara yang pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini berada dalam pemeriksaan ulangan, seberapa boleh harus diturut peraturan baru.


Ditetapkan Di Jogyakarta
Pada Tanggal 24 Juni 1947
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
SOEKARNO
MENTERI KEHAKIMAN
Ttd.
SOESANTO TIRTOPRODJO
Diumumkan
Pada Tanggal 24 Juni 1947
SEKRETARIS NEGARA
Ttd.
A.G. PRINGGODIGDO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar