Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan adalah sejumlah pelemahan dalam revisi Undang-undang No 31/1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang sedang disusun pemerintah. Salah satunya, pelaku kasus korupsi di bawah Rp 25 juta akan dilepaskan dari jerat hukum.
"Ini yang juga sangat janggal dan paradoks adalah untuk kasus korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 25 juta bisa dihentikan penuntutannya. Artinya orangnya tidak bisa dipidana," kata Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah dalam keterangan pers yang disampaikan di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (27/3/2011).
Menurut Febri, alasan dibebaskannya pelaku korupsi di bawah Rp 25 juta yang tertera dalam draf revisi UU 31/1999 adalah apabila pelaku mengembalikan uang yang dikorupsi. Selain itu, apabila pelaku korupsi tersebut telah mengaku bersalah atas perbuatannya.
"Sepintas ini masuk akal, tapi bagaimana kalau korupsi itu disembunyikan. Bagaimana pula kalau korupsi itu terjadi di pedesaan yang uang Rp 25 juta itu bernilai cukup besar dan misalnya untuk beli pupuk, beras, jaminan kesehatan dan sebagainya," lanjut Febri.
Febri meminta pemerintah tidak melihat korupsi dari berapa jumlah uang yang ditilep, melainkan harus dari unsur jahat dan busuknya perbuatan yang dilakukan para tersangka. Dibiarkannya korupsi yang bernilai di bawah Rp 25 juta berarti membuat korupsi kecil-kecilan semakin tumbuh subur di Indonesia.
Febri juga mengungkapkan ketidakmengertian pemerintah memahami Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) dalam merevisi UU No 31/1999. Pemerintah berencana menghapus unsur "merugikan keuangan negara" yang diatur dalam pasal 2 UU tersebut. Sementara UNCAC memperluas definisi "merugikan keuangan negara" itu menjadi "merugikan keuangan publik".
Menurutnya, sampai saat ini telah ada 42 tersangka korupsi yang dijerat KPK menggunakan pasal tersebut. Bila pasal itu jadi dihilangkan, maka pemberantasan korupsi di Indonesia akan kemunduran karena sebagian besar kasus korupsi yang terjadi di negeri ini berupa perampokan aset negara.
"Waktu kita sampaikan kritik terhadap pasal 2 ini, pemerintah menjawab 'kami hilangkan, karena kerugian negara tidak lagi ada di UNCAC'. Menurut kami, ini mispersepsi yang fatal. UNCAC menjelaskan, definisi kerugian keuangan negara itu diperluas menjadi keuagan publik," katanya.(irw/nrl)
Sumber: www.detiknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar