Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan adanya upaya penghilangan ancaman hukuman mati yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 tersebut. ICW melihat ancaman hukuman mati tetap harus dipertahankan untuk menekan potensi terjadinya korupsi.
"Kami melihat ancaman hukuman mati itu masih penting untuk dipertahankan. Ancaman hukuman mati itu adalah upaya untuk mengurangi atau menekan potensi korupsi," kata peneliti ICW Donal Fariz dalam keterangan pers yang disampaikan di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (27/3/2011).
Memang, lanjut Donal, tidak pernah ada dalam peradilan kasus-kasus korupsi di Indonesia yang pelakunya divonis mati oleh hakim. Akan tetapi, ancaman hukuman tertinggi itu masih relevan melihat perkembangan kasus korupsi di Indonesia.
"Melihat kasus-kasus korupsi di Indonesia, misalnya korupsi dana bencana alam, pasal 2 ayat (2) itu saya masih efektif untuk diberlakukan," ucap Donal.
Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah pada kesempatan yang sama menambahkan, hukuman mati memang sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Namun, penerapan ancaman hukuman mati di dalam UU Tipikor bukan persoalan setuju atau tidak setuju.
"Penghilangan ancaman hukuman mati pada UU tersebut sama saja dengan menurunkan sifat extra ordinary kasus-kasus korupsi," ujar Febri.
ICW mencatat beberapa pelemahan lain yang terjadi dalam revisi UU Tipikor. Pemerintah rupanya juga menghapus 'ancaman hukuman minimal' dalam 7 jenis korupsi seperti penggelapan dana bencana alam, pengadaan barang dan jasa tanpa tender, konflik kepentingan, dan pemberi gratifikasi dan pelaporan yang tidak benar tentang harta kekayaan.
Selain itu, ancaman hukuman minimal dipukul rata menjadi hanya 1 tahun. ICW khawatir hal ini menjadi pintu masuk untuk memberikan hukuman percobaan bagi koruptor. Hal yang berbeda bila melihat UU No 31/1999 yang memiliki ancaman hukuman minimal bervariasi tergantung jenis kejahatan, yaitu 1, 2, 3, dan 4 tahun untuk korupsi yang melibatkan penegak hukum.
"ICW menolak RUU tipikor versi pemerintah, terutama poin-poin yang menunjukkan paradigma kompromistis dan ketidakkonsistenan dalam pemberantasan korupsi," ucap Donal.
Pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 berbunyi: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Selanjutnya, dalam UU No 20/2002 sebagai perubahan UU No 31/1999, dijelaskan mengenai "keadaan tertentu" yang ada dalam ayat 2. Berikut bunyi lengkapnya:
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan
pengulangan tindak pidana korupsi.
Sumber : www.detiknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar