Pertumbuhan dan perkembangan media daring terjadi paling pesat. Setiap
orang yang tidak punya modal besar, bisa membuatnya hanya dengan
memanfaatkan situs blog seperti blogger.com, wordpress.com atau yang
lainnya. Pemanfaatan situs blog yang sangat praktis dan murah bahkan
bisa gratis ini menyebabkan banyak orang berbondong-bondong membuat
situs berita. Namun bukan berarti semua media daring memanfaatkan
situs gratisan tersebut. Sebab, masih ada banyak media daring yang benar-benar
profesional. Baik dari segi pendanaan maupun sumber daya manusianya.
Saking begitu mudahnya membuat media daring, maka begitu mudahnya pula
seseorang melamar dan menjadi seorang wartawan. Bahkan ada tukang
parkir, preman dan loper koran tiba-tiba sudah menjadi wartawan.
Efeknya, tata bahasa dan gaya penulisan berita sungguh menyedihkan. Jauh
panggang dari api.
Yang jauh lebih parah lagi, ada wartawan yang sama sekali tidak bisa menulis berita. Ia hanya mengandalkan press release dari Humas mitra informasi. Jika ia wartawan media daring, maka Press release dimuat
utuh tanpa diedit. Jika ia wartawan media cetak atau media online
(radio khususnya), materi berita itu bakal diedit tapi oleh redaktur
yang tidak tahu kalau itu hasil press release yang di-copy-paste sang wartawan di lapangan.
Sungguh menyedihkan, memang, jika modal menjadi wartawan hanya
keberanian turun lapangan dan mewawancarai sumber berita. Padahal modal
utama bahkan menjadi senjata utama seorang wartawan adalah kemampuan
berbahasa (Indonesia). Tanpa kemampuan berbahasa, baik lisan maupun
tulisan, maka produk berita seorang wartawan hanya akan menjadi bahan
tertawaan, bahan lelucon bagi pembacanya, bahkan menjadi bahan
perundungan di media sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar