Saudara, perkembangan kasus wabah COVID-19 atau virus corona secara
real time hari Minggu 22 Maret 2020 menunjukkan total korban
terinfeksi di seluruh dunia mencapai 304,622 orang. Dari angka tersebut,
yang sembuh mencapai 94,793 orang dan yang meninggal mencapai 13,000
orang sedangkan penderita yg sedang dirawat mencapai 196,829 orang dan
yg kritis mencapai 9,382 orang.
Jumlah negara di seluruh dunia yang terpapar mencapai 189 negara. Peringkat pertama diduduki oleh China, menyusul Italy, Spanyol, Amerika Serikat, Jerman, Iran, Prancis, Korsel, Swiss dst. Sementara Indonesia hari ini berada pada urutan ke 37 dengan angka kasus 450 orang, meninggal 38 orang, sembuh 20 orang. Sedangkan yang bertengger pada nomor buntut adalah negara Uganda dengan 1 kasus dan dalam penanganan.
Dari 189 negara terpapar wabah corona, paling menarik sekaligus mengerikan adalah kasus di Korea Selatan. Wabah corona di negeri ginseng ini justru penyebarannya lebih separuh terjadi dalam ibadah di gedung gereja. Dari total 4.212 kasus virus corona yang terkonfirmasi di Korea Selatan (Korsel), lebih dari separuhnya terkait dengan Gereja Shincheonji Yesus di Daegu. Pemimpin sekte tersebut, Lee Man-Hee, pun meminta maaf kepada publik atas penyebaran virus corona secara luas yang berpusat di gerejanya.
Di Iran, korbannya banyak dari kalangan ulama. Jika ulamanya terpapar, maka bisa diduga para pengikutnya juga jadi korban. Iran juga merupakan pusat dan awal persebaran wabah corona di Timur Tengah. Sebab, mayoritas penderitanya adalah mereka yang pernah mengunjungi Iran.
Lain halnya dengan kasus Itali. DI negara itu, wabah corona merajalela karena ketidaktaatan warganya terhadap imbauan pemerintah, ditambah kurang tegasnya pemerintah dalam menegakkan imbauannya. Pemerintah mengimbau soal darurat corona yg intinya meminta seluruh warga negara untuk melakukan social distancing, kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah dari rumah. Namun apa yang terjadi? Imbauan itu dianggap angin lalu. Masa “libur” kerja, sekolah dan ibadah justru disalahgunakan. Banyak warga memanfaatkan masa “libur” itu untuk mengunjungi objek-objek wisata dan tidak sedikit yang memanfaatkannya untuk mudik ke desa-desa. Efeknya sungguh luar biasa. Wabah pun menyebar dari tempat-tempat wisata di kota dan mereka yang telah terpapar ikut andil menyebarkannya dengan melakukan perjalanan mudik ke desa-desa. Akibatnya, wabah menebar maut hingga ke desa-desa.
Saudara, di Indonesia pemerintah dan tokoh-tokoh dan pemimpin agama dan gereja telah mengeluarkan imbauan, instruksi, maklumat, penggembalaan dan istilah lainnya yg mirip agar seluruh warga negara ini melakukan social distancing, aktivitas kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah, hindari kerumunan dan kontak fisik, cuci tangah dengan hand sanitizer, dan berbagai imbauan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memutus mata rantai penyebaran vuris corona. Namun sangat disayangkan, ada begitu banyak orang yang angkuh dan congkak iman, baik anggota jemaat maupun sebagian tokoh agama. Mereka menanggapi nyinyir imbauan itu. Mereka beranggapan bahwa doa dan ibadah mereka lebih kuat daripada virus corona. Tanpa mereka sadari, kecongkakan iman itu telah mengancam kehidupan banyak orang. Kecongkakan iman itu telah menghancurkan rasa cinta kasihnya terhadap sesama manusia yg bakal terpapar corona. Mereka mengasihi Tuhan Allah, tetapi di lain sisi mereka justru tidak mengasihi sesamanya dengan memberi peluang terpapar virus mematikan itu.
Kasus di gereja Shincheonji Yesus di Daegu Korsel merupakan salah satu bukti kecongkakan iman terhadap imbauan pemerintah. Dampaknya, 2000 lebih anggota jemaatnya (lebih dari separuh kasus di Korsel) terpapar virus corona sehingga pemimpinnya terancam pidana hukuman mati.
Lalu kita di sini, di Indonesia ingin mengikuti kecongkakan iman pemimpin gereja Shincheonji Yesus di Daegu Korsel? Maukah kita mati sia-sia oleh keangkuhan tokoh gereja/agama kita? Maukah kita mati sia-sia karena kebodohan kita dalam menyikapi malapetaka yg ada di depan mata kita?
Ingat, COVID-19 adalah sesuatu yg tak kasat mata. Dia datang tanpa salam, tanpa wujud, tanpa waktu yang pasti dan tanpa belas kasihan. Dia akan datang tanpa mengecek apakah saya pemimpin agama yang taat beriman, anggota jemaat yang pecaya Tuhan, ataukah seorang ateis. Gunakanlah hikmat yang diberikan oleh Allah untuk menjadi bijaksana dan jangan kau mencobai Tuhan Allahmu dengan wabah COVID-19 ini. Amin. (𝗦𝗲𝗺𝘂𝗲𝗹 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴)
Jumlah negara di seluruh dunia yang terpapar mencapai 189 negara. Peringkat pertama diduduki oleh China, menyusul Italy, Spanyol, Amerika Serikat, Jerman, Iran, Prancis, Korsel, Swiss dst. Sementara Indonesia hari ini berada pada urutan ke 37 dengan angka kasus 450 orang, meninggal 38 orang, sembuh 20 orang. Sedangkan yang bertengger pada nomor buntut adalah negara Uganda dengan 1 kasus dan dalam penanganan.
Dari 189 negara terpapar wabah corona, paling menarik sekaligus mengerikan adalah kasus di Korea Selatan. Wabah corona di negeri ginseng ini justru penyebarannya lebih separuh terjadi dalam ibadah di gedung gereja. Dari total 4.212 kasus virus corona yang terkonfirmasi di Korea Selatan (Korsel), lebih dari separuhnya terkait dengan Gereja Shincheonji Yesus di Daegu. Pemimpin sekte tersebut, Lee Man-Hee, pun meminta maaf kepada publik atas penyebaran virus corona secara luas yang berpusat di gerejanya.
Di Iran, korbannya banyak dari kalangan ulama. Jika ulamanya terpapar, maka bisa diduga para pengikutnya juga jadi korban. Iran juga merupakan pusat dan awal persebaran wabah corona di Timur Tengah. Sebab, mayoritas penderitanya adalah mereka yang pernah mengunjungi Iran.
Lain halnya dengan kasus Itali. DI negara itu, wabah corona merajalela karena ketidaktaatan warganya terhadap imbauan pemerintah, ditambah kurang tegasnya pemerintah dalam menegakkan imbauannya. Pemerintah mengimbau soal darurat corona yg intinya meminta seluruh warga negara untuk melakukan social distancing, kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah dari rumah. Namun apa yang terjadi? Imbauan itu dianggap angin lalu. Masa “libur” kerja, sekolah dan ibadah justru disalahgunakan. Banyak warga memanfaatkan masa “libur” itu untuk mengunjungi objek-objek wisata dan tidak sedikit yang memanfaatkannya untuk mudik ke desa-desa. Efeknya sungguh luar biasa. Wabah pun menyebar dari tempat-tempat wisata di kota dan mereka yang telah terpapar ikut andil menyebarkannya dengan melakukan perjalanan mudik ke desa-desa. Akibatnya, wabah menebar maut hingga ke desa-desa.
Saudara, di Indonesia pemerintah dan tokoh-tokoh dan pemimpin agama dan gereja telah mengeluarkan imbauan, instruksi, maklumat, penggembalaan dan istilah lainnya yg mirip agar seluruh warga negara ini melakukan social distancing, aktivitas kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah, hindari kerumunan dan kontak fisik, cuci tangah dengan hand sanitizer, dan berbagai imbauan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memutus mata rantai penyebaran vuris corona. Namun sangat disayangkan, ada begitu banyak orang yang angkuh dan congkak iman, baik anggota jemaat maupun sebagian tokoh agama. Mereka menanggapi nyinyir imbauan itu. Mereka beranggapan bahwa doa dan ibadah mereka lebih kuat daripada virus corona. Tanpa mereka sadari, kecongkakan iman itu telah mengancam kehidupan banyak orang. Kecongkakan iman itu telah menghancurkan rasa cinta kasihnya terhadap sesama manusia yg bakal terpapar corona. Mereka mengasihi Tuhan Allah, tetapi di lain sisi mereka justru tidak mengasihi sesamanya dengan memberi peluang terpapar virus mematikan itu.
Kasus di gereja Shincheonji Yesus di Daegu Korsel merupakan salah satu bukti kecongkakan iman terhadap imbauan pemerintah. Dampaknya, 2000 lebih anggota jemaatnya (lebih dari separuh kasus di Korsel) terpapar virus corona sehingga pemimpinnya terancam pidana hukuman mati.
Lalu kita di sini, di Indonesia ingin mengikuti kecongkakan iman pemimpin gereja Shincheonji Yesus di Daegu Korsel? Maukah kita mati sia-sia oleh keangkuhan tokoh gereja/agama kita? Maukah kita mati sia-sia karena kebodohan kita dalam menyikapi malapetaka yg ada di depan mata kita?
Ingat, COVID-19 adalah sesuatu yg tak kasat mata. Dia datang tanpa salam, tanpa wujud, tanpa waktu yang pasti dan tanpa belas kasihan. Dia akan datang tanpa mengecek apakah saya pemimpin agama yang taat beriman, anggota jemaat yang pecaya Tuhan, ataukah seorang ateis. Gunakanlah hikmat yang diberikan oleh Allah untuk menjadi bijaksana dan jangan kau mencobai Tuhan Allahmu dengan wabah COVID-19 ini. Amin. (𝗦𝗲𝗺𝘂𝗲𝗹 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar