Rabu, 24 Juli 2024

Kisah Ahli Bahasa Yus Badudu Kritik Cara Berbahasa Presiden Soeharto

Kisah Yus Badudu Kritik Cara Berbahasa Presiden Soeharto

 
Jusuf Sjarif Badudu, atau J.S. Badudu, tapi lebih populer dengan nama Yus Badudu. Ia adalah seorang pakar bahasa Indonesia dan budayawan ternama yang terkenal dengan kegigihannya dalam melestarikan dan memajukan bahasa Indonesia. Dia dikenal melalui acara televisi "Pembinaan Bahasa Indonesia" yang disiarkan oleh TVRI, di mana dia sering memberikan penjelasan tentang tata bahasa, penggunaan kata yang tepat, dan etimologi bahasa Indonesia.

Yus Badudu lahir di Gorontalo 19 Maret 1926. Istrinya, Eva Henriette Alma Badudu—Koroh. Mereka menikah 9 Mei 1953. Perkawinan mereka menghasilkan 9 putra-putri, yaitu Dharmayanti Francisca, Erwin Suryawan, Chandramulia Satriawan, Chitra Meilani, Armand Edwin, Rizal Indrayana, Sari Rezeki Adrianita, Mutia Indrakemala, dan Jussar Laksmikusala. Profesor bahasa ini tinggal di Jalan Bukit Dago Selatan 27 Bandung.

Yus Badudu adalah seorang pakar bahasa Indonesia yang memiliki dedikasi tinggi dalam mengajarkan dan mempopulerkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam perjalanan karirnya, ada kisah yang tak akn dilupakan oleh penonton TVRI di masa orde baru. Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika beliau berani mengkritik cara berbahasa Presiden Soeharto kala itu.

Pada masa itu, Presiden Soeharto sering menggunakan kata berakhiran "-keun" dalam pidato-pidatonya, seperti "berkembangkeun" dan "meningkatkeun". Hal ini dianggap oleh Badudu sebagai penggunaan bahasa yang tidak baku dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Badudu kemudian memberanikan diri untuk mengkritik kebiasaan Soeharto ini di depan publik. Beliau menyampaikan kritiknya melalui berbagai media, seperti televisi, radio, dan tulisan. Badudu menjelaskan bahwa akhiran "-kan" adalah yang benar dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Kritik Badudu ini tentu saja berisiko besar pada masanya. Orde Baru dikenal dengan kontrolnya yang ketat terhadap media dan kebebasan berekspresi. Namun, Badudu tidak gentar dan tetap teguh pada pendiriannya untuk melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Keberanian Badudu dalam mengkritik Soeharto ini patut diapresiasi. Beliau menunjukkan bahwa seorang budayawan harus berani menyuarakan pendapatnya demi menjaga kelestarian budaya bangsa. Kritik Badudu ini juga menjadi contoh bagi kita semua untuk berani menegakkan kebenaran, bahkan di tengah situasi yang penuh risiko.

Meskipun Badudu sempat mendapatkan tekanan dari pemerintah Orde Baru, kritiknya ini pada akhirnya membawa dampak positif. Masyarakat mulai menyadari pentingnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Soeharto pun akhirnya mulai mengurangi penggunaan kata berakhiran "-keun" dalam pidato-pidatonya.

Kritik Yus Badudu terhadap Presiden Soeharto adalah contoh penting bagaimana seorang akademisi dapat memainkan peran dalam menjaga kualitas bahasa dan berani mengoreksi penggunaan bahasa oleh pejabat tinggi negara. Meskipun menghadapi risiko dan tekanan, dedikasinya terhadap bahasa Indonesia memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk terus menjaga dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Warisan Yus Badudu tetap hidup dalam dunia pendidikan dan bahasa di Indonesia, dan kontribusinya diakui sebagai salah satu yang membantu membentuk standar penggunaan bahasa Indonesia modern.

Kisah Badudu ini juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa penting untuk menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah identitas bangsa dan alat pemersatu bangsa. Kita semua harus bertanggung jawab untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar