Kondisi Gunung Ruang di masa tenang-tenang dan adem. |
Erupsi Gunung Ruang di Tagulandang Kabupaten Kepulauan Sitaro Sulawesi Utara 16 April 2024 telah menimbulkan ketakutan luar biasa bagi warga kecamatan Tagulandang, terlebih untuk beberapa desa di sekitar kaki gunung Ruang. Namun bencana tersebut tak sebanding dengan erupsi yang terjadi pada yanggal 5 Maret 1871. Kalau erupsi 16 April 2024 hanya menimbulkan letusan dengan lontaran debu, kerikil bahkan batu yang menghancurkan ratusan rumah, maka pada 5 Maret 1871 telah menimbulkan tsunami setinggi 20 meter. Akibatnya, 4 desa porak-poranda dan lebih dari 400 orang tewas dan sebuah gedung gereja ikut lenyap.
Terrnyata, dalam peristiwa tsunami 1871 itu, ada beberapa orang Eropa yang menjadi saksi mata dan mencatat peristiwa tersebut. Ada dua dokumen saksi mata tentang peristiwa tsunami gunung Ruang. Pertama, kesaksian seorang Zoolog dan Antropolog asal Jerman, Dr. ADOLF BERNHARD MEYER Di majalah NATURE edisi 10 Agustus 1871 ia menulis:
Saat awal-awal letusan tanggal 17 April 2024 |
“Catatan berikut mungkin menarik bagi para pembaca “Nature”. 2 Maret. Gunung berapi Ruang, dekat Tagulandang, paling selatan Kepulauan Sangihe di Utara Sulawesi, mulai mengeluarkan suara berisik. 5 Maret. Di malam hari, pukul tujuh, terjadi letusan yang mengerikan; tiga menit kemudian gelombang laut besar mencapai pantai Tagulandang, sekitar satu mil jauhnya dari Ruang, dan menghancurkan tiga desa dengan 416 orang. Gunung ini bertahan hingga 14 Maret, dengan letusan terakhir yang lebih dahsyat. 30 Maret. Saya berada di tempat itu dan mendaki gunung berapi yang menurut pengukuran saya tingginya sekitar 2.100 kaki. Untuk masuk ke dalam kawah tidak mungkin dilakukan karena kandungan belerang yang tebal. Suhu tanah di dasar gunung dekat pantai sedalam beberapa inci adalah 45° Reaumur. Saya membawa pulang banyak koleksi batu; massa yang dibuang sebagian besar berupa belerang, abu, pasir, dan lumpur, selain batu-batu kecil dan besar, bahkan bebatuan. Semua detail terkandung dalam buku harian saya. Saya kemudian melakukan tur keliling Kepulauan Sangi, dan saat ini hendak mengunjungi pulau Bangka dan Lembe di utara dan timur Sulawesi Utara
Saksi kedua adalah pendeta Frederik Kelling, DAN PUTRANYA P. Kelling. Dalam buku “DE ZENDING OP DE SANGI - EN TALAUD – EILANDEN” yang ditulis oleh D. BRILMAN terbitan tahun 1938, putra pendeta F. Kelling menulis sebagai berikut:
“Tiba-tiba ada suara aneh yang menarik perhatian ayah saya yang sedang berada di teras depan rumahnya, hanya empat puluh meter dari bibir pantai dan kira-kira sejajar dengan pantai. Ketika dia mengalihkan pandangannya ke gunung berapi (Roeang, setinggi 770 meter dan dapat dicapai lebih dari satu jam berperahu dari Tagulandang), dia melihat gelombang pasang mendekat seperti dinding putih berbuih, mendidih, dengan kekuatan yang luar biasa. Ayah saya hanya sempat berkata kepada teman-teman serumah yang berkumpul dengan tergesa-gesa, ”Ayo, mari kita berdoa,” dan kami semua berlutut. Doa permohonan yang singkat itu belum berakhir ketika gelombang pasang telah melanda — dalam waktu singkat — di kedua sisi rumah misionaris tersebut dan telah menghancurkan seluruh negeri Tagulandang dan sebagian besar pantai. Berkat pemeliharaan Tuhan yang ajaib, rumah misionaris itu berdiri sendiri di tengah kehancuran tersebut, dan tidak seorang pun yang berada di dalam rumah mengalami cedera, meskipun gelombang pasang telah melanda kedua sisi rumah, sehingga ditemukan tetumbuhan laut tersangkut di sebelah kanan dan kiri di puncak pohon tertinggi. Dia telah membelah dirinya menjadi dua di depan rumah Misionaris, seolah-olah itu adalah tangan Tuhan. Untung saja bencana itu terjadi saat siang hari, saat masyarakat banyak yang sedang berada di kebunnya di pegunungan, sehingga hanya memakan korban jiwa sebanyak 450 orang lebih. Seluruh tempat itu penuh dengan korban tewas, dan rumah misionaris segera menjadi rumah sakit bagi banyak orang yang terluka parah. Raja, seorang muslim yang jahat, yang pada hari sebelumnya dan pada pagi itu sempat melontarkan hujatan yang mengerikan karena kebenciannya terhadap agama Kristen di depan gedung gereja, tewas remuk di tempat itu karena tertimpa tembok gereja. Sebelum kejadian ini, banyak orang yang acuh tak acuh atau memusuhi pemberitaan Injil. Sungguh luar biasa bahwa pada malam sebelumnya, dalam pembacaan Alkitab, ayah saya telah menanamkan firman Tuhan ke dalam hati banyak orang: Lihatlah, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk (Wahyu 3:20). Panggilan Tuhan sungguhlah tidak sia-sia bagi banyak orang.
Kondisi rumah misionari F. Kelling sebelum peristiwa tsunami. Rumah inilah yang mengalami mujizat selamat dari terjangan tsunamidahsyat. |
Namun, dari dua kesaksian di atas, ada perbedaan signifikan sola waktu kejadian. Dr. Meyer menyebut peristiwa tsunami gunung Ruang terjadi pada pukul 19.00, sedangkan menurut putra Pdt F. Kelling, peristiwa itu terjadi siang hari. Karena kejadiannya siang hari, maka korban Cuma 400-an jiwa. Alasannya, sebagian penduduk sedang berada di kebun/ladang di kawasan gunung.
Jika di cermati, kesaksian Dr. Meyer kayaknya ia hanya menerima informasi kemudian pasca bencana. Sebab, ia berada di pulau Tagulandang dan mendaki ke puncak gunung Ruang pada 30 Maret 1871. Ia tidak menyebutkan, pada hari peristiwa itu berada di mana? Apakah ia berada di Tagulandang atau bukan. Bisa dipastikan ia tidak berada di Tagulandang selama 1 bulan karena statusnya sebagai peneliti yang berkeliling ke berbagai daerah.
Catatan National Centers for Environtmental Information (NCEI) NOAA
Dari situs web NCEI NOAA, didapat catatan peristiwa bencana gunung Ruang pada tahu 1871. Berikut ini catatan peristiwa letusan gunung Ruang pada Maret 1871.
3 Maret 1871. 300-400 orang tewas, 1 desa hancur total, 75 rumah hancur di Bahhuas (maksudnya Buhias) di Pulau Tagulandang akibat tsunami terkait dengan runtuhnya sebagian kubah lava. (referensi #9675) Referensi #414: 3 Maret 1871.
Di Pulau Tahulandang, sekitar pertengahan Februari warga pulau mulai merasakan guncangan bawah tanah. Pada tanggal 2 Maret, bongkahan batu mulai berguling dari puncak Gunung Berapi Ruang, yang berdiri di laut 300 m dari pulau. Pada tanggal 3 sekitar pukul 20.00 [waktu setempat], gempa bumi terjadi secara tiba-tiba, dan pada saat yang sama gemuruh yang menggelegar "mengumumkan" letusan gunung berapi tersebut.
Beberapa detik kemudian, gelombang besar melanda pesisir Pulau Tagulandang. Ia mencapai 180 m ke daratan, dan menghancurkan semua gubuk dan perkebunan yang dilaluinya. Di tengah pemukiman Tagulandang (Buhias), gelombang naik 25 m di atas permukaan laut, seperti yang diketahui oleh petugas yang menyelidiki pulau tersebut pada 30-31 Maret, dari benda-benda yang tersangkut di beberapa pohon yang selamat dari gelombang. Dua gelombang lagi mengikuti gelombang pertama dengan interval yang sangat singkat.
Dari pemukiman yang berkembang pesat, yang terdiri dari 75 rumah, hanya tersisa tiga gubuk di pesisir utaranya. Semuanya rusak berat, dan hanya satu yang masih layak huni; selain itu, semua bangunan dan peralatan yang disimpan di bawah gubuk tersapu bersih. Semua rumah lainnya terbalik dan hancur atau hanyut, termasuk sebuah gereja yang kokoh dengan dinding batu setebal 0,5 m. Potongan-potongan batu berserakan hingga jarak 100 m, sehingga hanya sisa halaman beraspal yang menunjukkan lokasi gereja sebelumnya. Bumi dipenuhi parit-parit, yang diukir oleh air yang surut. Pohon-pohon tumbang dan pontang-panting berserakan dengan puing-puing rumah dan berbagai peralatan. Sebuah kapal kecil terlempar ke kaki gunung. Perkebunan yang terletak di sisi gunung tetap utuh. Dari 500 warga pemukiman tersebut, 277 orang meninggal.
Pemukiman lain di pantai barat dan barat daya pulau juga mengalami kehancuran (Bohoi, Tulusan, Haasi). Secara keseluruhan, sekitar 400 orang tewas di pulau itu.
Seluruh perkebunan dan secara umum seluruh vegetasi di lereng Gunung Api Ruang juga hancur. Dari pukul 20:00 pada tanggal 9 Maret hingga pukul 14:00 pada tanggal 10, terjadi letusan gunung berapi yang berulang; pasir dan batu terlempar. Kemudian letusan kembali terjadi pada 14 Maret dan berlanjut hingga pukul 03.00. (https://www.ngdc.noaa.gov/hazel/view/hazards/volcano/event-more-info/533)
Kondisi saat letusan dahsyat 17 April 2024. | |
Ukuran bebatuan dari letusan gunung Ruang yang menghujani desa-desa di Tagulandang dan merusak ribuan rumah penduduk. | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar