Jumat, 01 Juni 2012

Peraturan Baru Tentang Harga Rumah Perumnas

Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah mengeluarkan peraturan baru terkait penetapan harga rumah sejahtera tapak berdasarkan wilayah. Untuk wilayah satu, harganya paling tinggi Rp 88.000.000, wilayah II, paling tinggi Rp 95.000.000, wilayah III maksimal Rp 145.000.000. Sedangkan wilayah khusus seperti Jabodetabek, Batam dan Bali harga rumah paling tinggi Rp 95.000.000.
Aturan harga rumah ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2012.
Sebagaimana diberitakan Tribun News.com, Menpera saat mengundang Perumnas dalam rangka mendengarkan pemaparan Progress Pembangunan Perumahan bagi PNS yang dilaksanakan oleh Perumnas bekerjasama dengan Pemda Provinsi, Kota/Kabupaten di kantor Kemenpera, Rabu(30/5/2012).
Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief dalam laporannya mengatakan, bahwa bahwa Perumnas saat ini melakukan kerjasama dengan 67 pemerintah daerah dalam membangun rumah.
“Total ada 67 kerjasama yang kita lakukan dengan pemda, 4 dengan pemerintah provinsi, 51 dengan pemda kabupaten dan 12 dengan kota. Dari total 67 kerjasama itu sudah difollow up dan hampir tidak ada yang tidak terpenuhi persyaratannya dengan progress beragam,” tutur Himawan Arief.
Himawan juga mengatakan, pihaknya telah melakukan identifikasi terhadap peminat PNS. “Total identifikasi secara keseluruhan peminat PNS akan rumah sejahtera tapak ada sekitar 200.000 dan total ada sekitar 715 hektar tanah”, ujarnya.
Di dalam pembangunan perumahan bagi PNS, Perumnas tentunya menghadapi beberapa kendala salah satunya lahan. “ di Kabupaten Ogan Hilir kami mencatat ada 10.000 peminat PNS dengan lahan yang tersedia seluas 23 hektar, tentunya ini tidak cukup, kami harus mencari lahan lagi,” ujar Himawan Arief.
Sebagai BUMN, Himawan Arief menyatakan komitmennya bahwa pihaknya akan bekerja dengan batasan-batasan yang wajar.
Acara Silaturahmi dengan Perumnas tersebut juga dihadiri oleh Deputi Deputi Bidang Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah, BPN, Gede Ariyuda, mengatakan dalam rangka kerjasama dengan pemda, perlu juga diperhatikan status pengelolaan tanahnya.
”Ada tanah yang merupakanaset Pemda, kemudian dibangunkan rumah oleh perumnas. Kemudian bagaimana posisi tanah ini manakala suatu saat pembeli sudah selesai membayar angsuran rumah, apakah dia jugamembayar tanah kepada pemda, atau dipinjami pemda, harus jelas, atau barangkali ada hak pengelolaan dari pemda, kemudian dibangun perumnas. Kita sering menghadapi masalah manakala pembeli sudah menyelesaikan kewajibannya, status tanahnya ternyata masih tanah pemda. Jadi, harus jelas statustanah yang akan digunakan untuk membangun”, tutur Gede Ariyuda.
Terkait dengan pembiayaan Sertifikat, Gede Ariyuda juga mengatakan bahwa biaya sertifikat dilandasi PP No. 13 tahun 2010 jadi tidak bisa dihilangkan. “BPN tidak memiliki kewenangan untuk menghilangkan biaya-biaya sertipikasi akan tetapi Kemenpera barangkali bisa menempuh jalur atau mekanisme lain melalui Kemenkeu agar diberi keringanan,” ujar Gede Ariyuda. (Tribunnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar