Memahami Tahapan-tahapan Pendidikan dalam Tradisi Yahudi Selama Periode Pelayanan Yesus Kristus
Pendahuluan: Memahami Konteks Pendidikan Yahudi Abad Pertama Masehi
Palestina pada abad ke-1 Masehi berada di bawah kekuasaan Romawi, terbagi menjadi beberapa provinsi seperti Galilea, Idumea, Yudea, Perea, dan Samaria. Meskipun Yudea didominasi oleh populasi Yahudi, provinsi lain, termasuk Galilea—tempat Yesus menghabiskan sebagian besar hidupnya—memiliki populasi campuran Yahudi, Yunani, dan Suriah.1 Latar belakang etnis dan sejarah yang beragam ini, termasuk dampak Hellenisasi yang masih terasa dan sistem pajak Romawi yang memberatkan, sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari dan, secara tidak langsung, praktik pendidikan.1 Kehidupan sehari-hari sebagian besar orang Yahudi bersifat agraris, ditandai dengan pajak yang tinggi dan kondisi hidup yang sederhana.2
Yudaisme pada masa itu berakar pada agama Israel kuno, berpusat pada monoteisme dan penyembahan satu Tuhan di Bait Suci di Yerusalem.4 Taurat (Lima Kitab Musa) merupakan inti ajaran, mengatur tidak hanya ibadah tetapi juga berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari diet hingga hari Sabat.4 Periode ini juga ditandai dengan keberadaan berbagai kelompok Yahudi seperti Farisi, Saduki, dan Eseni, meskipun mayoritas orang Yahudi tidak terafiliasi dengan kelompok tertentu, menunjukkan keragaman signifikan dalam kerangka Yudaisme.4 Penting untuk dicatat bahwa Yudaisme Rabinik, dengan penekanan pada Taurat Lisan dan sinagoge sebagai pusat ibadah dan pendidikan, baru mulai berkembang secara formal setelah Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 Masehi.5 Pemahaman populer tentang pendidikan Yahudi abad ke-1 Masehi, terutama mengenai literasi universal dan sekolah formal, seringkali merupakan proyeksi anakronistik dari Yudaisme Rabinik yang berkembang kemudian ke periode Yesus. Sistem pendidikan yang sangat terstruktur yang sering dikaitkan dengan Yudaisme Rabinik, seperti yeshivot formal yang mengkodifikasi Taurat Lisan (Mishnah, Talmud), tidak dapat diterapkan secara akurat pada abad ke-1 Masehi karena institusi-institusi ini muncul setelah masa pelayanan Yesus.5 Ini menyiratkan bahwa narasi populer atau asumsi tentang pendidikan Yesus, atau tingkat pendidikan umum masyarakat yang berinteraksi dengannya, mungkin didasarkan pada realitas sejarah yang lebih kemudian. Sistem pendidikan kemungkinan besar lebih informal, terlokalisasi, dan bergantung pada status sosial daripada yang sering digambarkan.
Perkiraan modern mengenai tingkat literasi di Palestina pada era Romawi cukup rendah, berkisar 3-5%.5 Meskipun beberapa sarjana berpendapat tingkat literasi di kalangan anak laki-laki Yahudi mungkin lebih tinggi karena kebutuhan untuk mempelajari kitab suci 13, pandangan lain dengan tegas menyanggah hal ini, menyatakan bahwa gagasan tentang sistem pendidikan dasar yang luas, terorganisir, dan wajib dengan tingkat literasi yang sangat tinggi adalah representasi yang keliru dari pendidikan Yahudi abad ke-1 Masehi.5 Kemampuan untuk
membaca prasasti, seperti yang dilakukan banyak orang Yahudi terhadap prasasti Pilatus di salib Yesus13, tidak sama dengan literasi fungsional yang luas atau kemampuan untuk menulis. Literasi pada dasarnya adalah keterampilan keagamaan, dan pendidikan sangat bergantung pada tradisi lisan, dengan hafalan bagian-bagian besar kitab suci sebagai inti pembelajaran.9 Taurat Lisan, yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi, dianggap vital dan memiliki otoritas signifikan bahkan sebelum kodifikasi formalnya.7 Ini berarti bahwa ketaatan dan pengetahuan agama sebagian besar dipertahankan melalui cara-cara lisan, pembacaan komunitas, dan instruksi orang tua, daripada studi tekstual individu. Para "juru tulis" adalah spesialis dalam menulis dan interpretasi, menyoroti sifat elit dari literasi penuh.14
Tabel berikut menyajikan perbandingan tingkat literasi di Palestina abad pertama Masehi, membantu mengklarifikasi kesalahpahaman umum dan menyoroti stratifikasi sosial dalam akses pendidikan:
Tabel 2: Perbandingan Tingkat Literasi di Palestina Abad Pertama Masehi
Pendidikan Dini dan Peran Sentral Keluarga
Dalam tradisi Yahudi abad ke-1 Masehi, keluarga dianggap sebagai institusi terpenting untuk membentuk identitas etnis dan agama serta mentransmisikan norma dan nilai dasar Yudaisme.18 Keluarga dipandang sebagai "tempat kudus mini" (mikdash me'at), berbagi tanggung jawab dengan sinagoge dalam menurunkan hukum dan nilai-nilai Yahudi.18 Ibu adalah guru pertama anak-anak mereka19, dan orang tua secara umum memiliki kewajiban untuk mengajarkan Taurat kepada anak-anak mereka.20
Pendidikan dalam masyarakat Yahudi abad ke-1 tidak dikotak-kotakkan menjadi "agama" dan "sekuler", melainkan merupakan proses holistik yang sangat terintegrasi dalam kehidupan keluarga, bertujuan untuk mempersiapkan anak-anak baik untuk ketaatan agama maupun peran praktis dalam masyarakat. Orang tua diwajibkan untuk mengajarkan Taurat dan suatu keterampilan dagang kepada anak-anak mereka.18 Anak perempuan diajarkan peran rumah tangga dan adat istiadat Yahudi.15 Ini menunjukkan bahwa tujuannya bukan hanya pengetahuan spiritual tetapi juga kelangsungan hidup praktis dan keberlanjutan keluarga serta komunitas. Hukum agama (Taurat) itu sendiri mencakup banyak aspek kehidupan sehari-hari, mengaburkan batas antara yang sakral dan yang duniawi.4 Pendekatan terintegrasi ini berarti bahwa "pendidikan" kurang tentang sekolah formal dan lebih tentang sosialisasi ke dalam cara hidup yang lengkap, di mana identitas agama, kelangsungan ekonomi, dan norma sosial tidak dapat dipisahkan. Hal ini sangat kontras dengan sistem pendidikan modern yang sering memisahkan instruksi akademik, kejuruan, dan moral.
Tanggung jawab pendidikan dibagi berdasarkan gender, mencerminkan peran sosial yang berbeda untuk pria dan wanita, meskipun mungkin ada lebih banyak fleksibilitas untuk pendidikan anak perempuan di daerah-daerah yang dipengaruhi oleh Hellenisme. Ayah adalah pendidik utama anak laki-laki.21 Seorang ayah diwajibkan untuk menyunat putranya, menebusnya (anak sulung), mengajarkan Taurat, memastikan ia menikah, dan mengajarkannya suatu keterampilan dagang.18 Pengajaran keterampilan dagang sangat krusial, karena seorang ayah yang tidak mengajarkan putranya suatu keterampilan dagang dianggap seolah-olah mengajarkannya mencuri, menyiratkan keharusan keterampilan praktis untuk mata pencarian.18 "Studi dan perdagangan serta ranah publik adalah provinsi laki-laki".18
Di sisi lain, ibu bertanggung jawab utama untuk mengajarkan anak perempuan peran rumah tangga, adat istiadat Yahudi, ritual keagamaan terkait makanan, produksi tekstil dan kerajinan tangan, teknik perawatan kesehatan, serta nilai-nilai moral.15 Instruksi ini seringkali diberikan melalui teladan daripada diajarkan secara eksplisit.19 Meskipun sumber-sumber Rabinik kemudian cenderung meremehkan pendidikan anak perempuan, hal tersebut mungkin tidak terlalu membatasi pada abad ke-1, terutama di daerah-daerah dengan pengaruh Hellenistik yang lebih besar.21 Nuansa ini menyoroti sifat dinamis masyarakat Yahudi pada abad ke-1 Masehi, bukan entitas yang statis dan monolitik. Budaya Hellenistik, yang dikenal dengan peluang pendidikan yang lebih luas, dapat secara halus memengaruhi praktik Yahudi di populasi campuran seperti di Galilea.1
Pendidikan sebagian besar berpusat pada ajaran agama, dengan anak laki-laki biasanya mempelajari Taurat, berfokus pada membaca, menghafal, dan memahami hukum-hukum agama.15 Anak-anak diharapkan menghafal bagian-bagian besar kitab suci karena pendidikan sangat bergantung pada tradisi lisan.15 Untuk urusan sehari-hari, magang dalam perdagangan dan kerajinan tangan adalah hal yang umum.15 Anak laki-laki belajar suatu keterampilan sekitar usia 13 tahun, sementara anak perempuan melanjutkan pekerjaan rumah tangga dan memenuhi syarat untuk menikah pada usia 12 tahun.2
Peran Sinagoge dalam Pembelajaran Komunitas
Sinagoge pada abad ke-1 Masehi jauh lebih informal dan multifungsi, bukan sekolah dalam pengertian biasa.5 Mereka berfungsi sebagai pusat komunitas yang mendukung kebutuhan spiritual dan fisik masyarakat.22 Kata "sinagoge" itu sendiri awalnya berarti "berkumpul, mengumpulkan, berhimpun" untuk urusan komunitas atau publik, dan baru kemudian berkembang menjadi merujuk pada bangunan fisik tempat perkumpulan keagamaan berlangsung.22 Ibadah formal terbatas pada Bait Suci di Yerusalem.5
Fungsi utama sinagoge abad ke-1 Masehi kurang tentang sekolah formal dan lebih tentang memperkuat identitas komunitas, mentransmisikan tradisi lisan, dan menyediakan ruang untuk wacana publik serta keterlibatan agama, terutama tanpa adanya sistem pendidikan formal yang terpusat. Mengingat tingkat literasi yang rendah5, sifat pendidikan yang sangat lisan9, dan sentralitas Taurat4, peran sinagoge dalam "pembacaan Taurat dengan interpretasi" sangat penting untuk menyebarkan pengetahuan agama kepada populasi yang sebagian besar tidak melek huruf.5 Ini berarti bahwa sinagoge berfungsi sebagai mekanisme vital untuk pelestarian dan transmisi budaya dan agama, bertindak sebagai "pusat pembelajaran" de facto melalui keterlibatan komunal daripada pedagogi terstruktur. Itu adalah tempat di mana komunitas secara kolektif berpartisipasi dan memperkuat warisan bersama mereka.
Sinagoge lokal akan melakukan pembacaan Taurat dengan interpretasi.5 Sinagoge menyediakan latar belakang kontekstual untuk tindakan penyembuhan dan pengajaran Yesus, dan ia sering membaca kitab suci serta mengajar di sana.22 Meskipun bukan rumah sekolah yang didedikasikan, pendidikan terjadi "di sekitar kota dan daerah serta dalam beberapa kasus di dalam sinagoge, yang pada dasarnya adalah balai kota".14 Ini menunjukkan lingkungan belajar berbasis komunitas yang informal daripada ruang kelas yang terstruktur. Injil sering menggambarkan Yesus mengajar dan menyembuhkan di sinagoge, menyoroti peran sentral mereka dalam kehidupan komunitas Yahudi pada masanya.22 Pengajaran Yesus yang sering di sinagoge sejalan dengan fungsi ini, karena itu adalah forum publik yang paling mudah diakses untuk wacana agama.
Penghancuran Bait Suci pada tahun 70 Masehi secara signifikan mengubah peran sinagoge, meningkatkan kepentingannya sebagai pusat ibadah dan pendidikan agama, membuka jalan bagi Yudaisme Rabinik. Sebelum 70 Masehi, Bait Suci adalah "titik fokus kehidupan keagamaan Yahudi".22 Setelah kehancurannya, sinagoge mengambil alih "beberapa signifikansi Bait Suci sebagai 'tempat pertemuan baru dengan Tuhan,' dan ibadah serta doa menjadi beberapa fungsi utama bangunan ini".23 Pergeseran ini, yang terjadi setelah periode pelayanan Yesus, memerlukan peran pendidikan yang lebih formal bagi sinagoge, seperti yang terlihat dalam perkembangan Yudaisme Rabinik.6 Hubungan kausal ini menyoroti titik balik kritis dalam sejarah Yahudi. Penghancuran Bait Suci memaksa adaptasi institusional, menjadikan sinagoge pusat utama untuk mempertahankan identitas, hukum, dan pembelajaran Yahudi, dan dengan demikian mempercepat perkembangan pendidikan Rabinik yang terstruktur. Ini menggarisbawahi mengapa menerapkan model pendidikan pasca-70 Masehi ke masa Yesus adalah tidak akurat.
Tahapan Pendidikan Formal yang Terbatas: Bet Sefer, Bet Talmud, dan Bet Midrash
Meskipun sebagian besar pendidikan Yahudi di abad pertama Masehi bersifat informal dan berbasis rumah, ada tahapan pendidikan formal yang hierarkis dan sangat selektif yang tersedia, meskipun hanya untuk minoritas. Ini merupakan peluang bagi individu yang luar biasa, bukan norma pendidikan umum.
Bet Sefer (Rumah Kitab): Tingkat Dasar
Anak-anak Yahudi secara formal memulai pendidikan mereka sekitar usia 6 tahun.24 Tingkat pertama ini, disebut Bet Sefer (Rumah Kitab), berlangsung hingga sekitar usia 10 tahun.24 Fokus utamanya adalah menghafal seluruh Taurat (lima kitab pertama Alkitab).24 Mereka juga belajar membaca dan menulis dasar dalam bahasa Ibrani.15 Pengajaran sering melibatkan pengalaman sensorik, seperti mencicipi madu, untuk mengasosiasikan firman Tuhan dengan sesuatu yang menyenangkan.24 Kelas-kelas ini kadang diadakan di sinagoge lokal, diajar oleh seorang rabi.24 Namun, penting untuk diingat bahwa sinagoge bukanlah sekolah formal dalam pengertian modern, melainkan lebih merupakan pusat komunitas.5 Sebagian besar anak-anak Yahudi menyelesaikan pendidikan formal mereka setelah Bet Sefer dan kembali ke rumah untuk mempelajari keterampilan dagang keluarga.24
Bet Talmud (Rumah Pembelajaran): Tingkat Menengah
Hanya siswa "terbaik dari yang terbaik" yang melanjutkan ke tingkat berikutnya, Bet Talmud (Rumah Pembelajaran), dari usia 10-14 tahun.24 Di sini, mereka menghafal sisa Kitab Suci Ibrani (seluruh Perjanjian Lama, 39 kitab).24 Siswa juga belajar "seni bertanya dan menjawab Yahudi," menunjukkan pengetahuan dan penghargaan terhadap kitab suci dengan menanggapi pertanyaan dengan pertanyaan.25 Metode ini mendorong rasa ingin tahu dan keterlibatan mendalam dengan teks.25 Interaksi Yesus dengan para guru di Bait Suci pada usia 12 tahun, di mana ia "mendengarkan mereka dan bertanya kepada mereka," membuat semua orang kagum dengan pemahamannya, sering disebut sebagai contoh tahap ini.25
Bet Midrash (Rumah Studi): Tingkat Lanjutan
Ini adalah tingkat tertinggi dan paling selektif, untuk "yang paling mampu—mereka yang berada di puncak kelas mereka".24 Sangat sedikit siswa yang mencapai tahap ini.25 Siswa mencari pendidikan lebih lanjut di bawah seorang rabi, bertujuan untuk menjadi persis seperti guru mereka, mengadopsi "keyakinan" dan interpretasinya ("kuk"-nya).24 Rabi akan "menguji" calon siswa dengan pertanyaan untuk menilai pengetahuan dan karakter mereka.25 Konsep seorang talmid (murid) yang mengambil "kuk" seorang rabi di Bet Midrash menandakan bahwa pendidikan Yahudi tingkat lanjut bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi tentang transformasi karakter, gaya hidup, dan kerangka interpretatif yang mendalam dan holistik, bertujuan untuk meniru guru sepenuhnya. Ini jauh melampaui pembelajaran akademik biasa, menyiratkan komitmen pribadi yang mendalam dan magang imersif yang memengaruhi setiap aspek kehidupan murid, termasuk tingkah laku fisik mereka.24 Ini adalah hubungan guru-murid di mana siswa berusaha untuk mewujudkan seluruh keberadaan guru.
Undangan untuk "Ikutlah Aku" dari seorang rabi adalah kehormatan dan hak istimewa yang signifikan, menandakan penerimaan sebagai murid (talmidim).24 Ini bukan studi jangka pendek tetapi berlangsung bertahun-tahun, seringkali hingga sekitar usia 30 tahun, ketika murid tersebut mungkin menjadi seorang rabi sendiri.24 Paulus, misalnya, belajar di bawah Gamaliel, seorang Farisi terkemuka.14 Juru tulis, yang merupakan pencatat dan penyalin Taurat, sangat dihormati dan harus mengetahui Hukum dengan sangat baik, menunjukkan tingkat literasi dan keahlian agama yang tinggi.14
Sistem pendidikan berjenjang, terutama sifat selektif dari Bet Talmud dan Bet Midrash, berfungsi sebagai mekanisme untuk mengidentifikasi dan membina elit intelektual dan agama (juru tulis, rabi), sehingga melestarikan dan mentransmisikan tradisi agama yang kompleks dalam kelas khusus, sambil secara bersamaan membatasi mobilitas sosial bagi mayoritas. Hanya siswa "terbaik dari yang terbaik" atau "paling mampu" yang melanjutkan di luar Bet Sefer.24 Keluarga kaya—seperti imam, juru tulis, dan pedagang—memiliki akses ke pendidikan yang lebih baik.15 Struktur hierarkis ini memastikan bahwa pengetahuan agama tingkat lanjut dan peran kepemimpinan sebagian besar terkonsentrasi di antara segelintir orang terpilih, seringkali dari latar belakang istimewa. Bagi sebagian besar, pendidikan bersifat kejuruan, mengikat mereka pada keterampilan dagang keluarga mereka.24 Sistem ini, meskipun memastikan pelestarian mendalam tradisi agama yang kompleks melalui studi khusus, juga memperkuat hierarki sosial yang ada. Ini berarti bahwa akses ke otoritas intelektual dan agama tidak didemokratisasi tetapi sebagian besar tetap berada dalam strata sosial tertentu.
Tabel berikut merangkum tahapan pendidikan Yahudi pada abad pertama Masehi:
Tabel 1: Tahapan Pendidikan Yahudi Abad Pertama Masehi
Metode Pengajaran dan Kurikulum
Pendidikan terutama berpusat pada ajaran agama, dengan Taurat sebagai teks inti.4 Taurat Lisan, yang diturunkan secara lisan, juga sentral dan dianggap memiliki otoritas ilahi.7 Dipercaya bahwa Taurat Lisan mencakup "kasus-kasus yang tak terbatas" dan dimaksudkan untuk ditransmisikan secara lisan untuk menghindari salah tafsir dan memastikan kesatuan.9 Penekanan kuat pada tradisi lisan dan hafalan, khususnya Taurat Lisan, tidak hanya berfungsi sebagai kebutuhan praktis dalam masyarakat dengan literasi rendah tetapi juga sebagai strategi yang disengaja untuk menjaga kesatuan dan memungkinkan interpretasi hukum yang dinamis. Ini mengungkapkan alasan pedagogis dan teologis yang canggih di balik transmisi lisan. Ini bukan hanya tentang kekurangan bahan tulis atau literasi; itu adalah pilihan sadar untuk memastikan kontrol interpretatif dan kohesi komunal. Pengulangan dan pertanyaan yang konstan yang melekat dalam pembelajaran lisan menumbuhkan pemahaman mendalam sambil memungkinkan penerapan yang bernuansa.9
Hafalan adalah landasan pendidikan Yahudi, dengan anak-anak diharapkan menghafal bagian-bagian besar kitab suci.14 Pengulangan adalah metode pengajaran utama; seorang guru wajib mengulang materi sampai siswa menguasainya, bahkan menjelaskan alasannya.9 "Seni bertanya dan menjawab Yahudi" diajarkan, di mana siswa menanggapi pertanyaan dengan pertanyaan, menunjukkan pengetahuan dan rasa ingin tahu.25 Metode ini mendorong pemikiran kritis dan keterlibatan mendalam. Meskipun kesederhanaan "hafalan" yang tampak, metode pengajaran Yahudi kuno, termasuk pengulangan terstruktur, pertanyaan dialektis, dan penggunaan perumpamaan, menunjukkan pemahaman pedagogi yang canggih yang bertujuan untuk pemahaman mendalam, pemikiran kritis, dan pembentukan moral, bukan hanya pembelajaran hafalan. Pengulangan dengan penjelasan, metode dialektis pertanyaan, dan kekuatan ilustratif perumpamaan menunjukkan pendekatan pedagogis yang dirancang untuk keterlibatan mendalam dengan materi, mendorong siswa untuk "mengetahuinya dengan lancar" dan "memahami alasannya".9 Ini menantang pandangan sederhana tentang pendidikan kuno sebagai primitif. Ini menunjukkan bahwa guru terampil dalam melibatkan siswa secara mendalam dengan konsep-konsep agama dan moral yang kompleks, memupuk tidak hanya ingatan tetapi juga penerapan dan interpretasi.
Meskipun Yudaisme Rabinik yang terformalisasi berkembang setelah 70 Masehi, metode interpretatif yang dikodifikasikannya kemungkinan memiliki akar dalam praktik-praktik sebelumnya. Empat metode pengajaran dasar (PaRDeS: P'shat - sederhana/harfiah, Remez - petunjuk/kiasan, Drash - alegoris/homiletis, Sod - mistik/tersembunyi) digunakan oleh para rabi untuk interpretasi Kitab Suci.26 Perumpamaan (mashal dalam bahasa Ibrani) adalah bentuk naratif umum yang digunakan oleh para guru Yahudi untuk menafsirkan Taurat dan mengungkapkan rahasianya.26 Yesus sering menggunakan perumpamaan, mencerminkan teknik pengajaran yang umum pada masanya.26
Selain instruksi agama, keterampilan praktis dan magang perdagangan merupakan bagian integral dari pendidikan, terutama bagi mayoritas yang tidak mengejar studi agama tingkat lanjut.2 Ini memastikan kemandirian ekonomi dan mempersiapkan individu untuk peran mereka dalam masyarakat agraris.
Kesimpulan: Lanskap Pendidikan Yahudi yang Beragam dan Berlapis
Pendidikan Yahudi selama pelayanan Yesus Kristus adalah sistem berlapis-lapis yang mencakup instruksi dasar berbasis rumah tangga, pembelajaran komunitas di dalam sinagoge, dan studi lanjutan yang sangat selektif untuk kelompok elit kecil. Dominasi pendidikan informal yang berpusat pada keluarga bagi mayoritas sangat menonjol, di mana keterampilan praktis dan tradisi agama terintegrasi secara mulus. Sinagoge berfungsi sebagai pusat komunitas vital untuk instruksi lisan dan wacana keagamaan, berbeda dari sekolah modern yang terstruktur. Akses ke sekolah formal bertahap (Bet Sefer, Bet Talmud, Bet Midrash) sangat terbatas, terutama untuk anak laki-laki, dan bahkan di antara mereka, hanya yang paling luar biasa yang melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Tujuan inti pendidikan adalah untuk mentransmisikan hukum agama (Taurat) dan nilai-nilai moral, di samping keterampilan kejuruan esensial untuk kehidupan sehari-hari. Tingkat literasi umum tetap rendah dibandingkan standar modern, menekankan pentingnya tradisi lisan dan hafalan dalam transmisi pengetahuan.
Pemahaman tentang pendidikan Yahudi ini menerangi konteks masa kecil Yesus dan pelayanannya. Keterlibatannya dengan sinagoge, penggunaan perumpamaan, dan panggilannya untuk pemuridan sangat selaras dengan norma-norma pendidikan dan sosial pada masanya. Konsep pemuridan yang mendalam, di mana seorang murid berusaha untuk menjadi seperti gurunya, memberikan konteks yang kaya untuk panggilan Yesus "ikutlah Aku." Ini juga menyoroti signifikansi ajaran-Nya bagi populasi yang sebagian besar tidak melek huruf dan berbasis agraris, di mana transmisi lisan dan penerapan praktis prinsip-prinsip agama sangat penting untuk kehidupan sehari-hari.
Kepustakaan daring:
- A Historical Sketch of Galilee - BYU Studies, diakses Juli 11, 2025, https://byustudies.byu.edu/article/a-historical-sketch-of-galilee
- Daily Life in First Century Israel and the Roman Empire - MD Harris Institute, diakses Juli 11, 2025, https://mdharrismd.com/2011/12/19/daily-life-first-century-israel-roman-empire/
- Ancient Civilizations: Daily Life in Ancient Israel - Elephango, diakses Juli 11, 2025, https://www.elephango.com/index.cfm/pg/k12learning/lcid/13095/Ancient_Civilizations:_Daily_Life_in_Ancient_Israel
- Jesus - The Jewish religion in the 1st century | Britannica, diakses Juli 11, 2025, https://www.britannica.com/biography/Jesus/The-Jewish-religion-in-the-1st-century
- Question about some questionable (?) claims about 1st century ..., diakses Juli 11, 2025, https://www.reddit.com/r/AcademicBiblical/comments/1kcn3ja/question_about_some_questionable_claims_about_1st/
- Origins of Judaism, diakses Juli 11, 2025, https://www.edu.gov.mb.ca/k12/docs/support/world_religions/judaism/origins.pdf
- Oral Torah - Wikipedia, diakses Juli 11, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Oral_Torah
- Rabbinic Judaism - Wikipedia, diakses Juli 11, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Rabbinic_Judaism
- The Oral Torah - Hebrew for Christians, diakses Juli 11, 2025, https://www.hebrew4christians.net/Scripture/Torah/Oral_Torah/oral_torah.html
- Yeshiva - Wikipedia, diakses Juli 11, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Yeshiva
- The Revival of Mishnah Study in the Early Modern Period - University of Pennsylvania, diakses Juli 11, 2025, https://repository.upenn.edu/bitstreams/adb67b84-ea70-41f6-bba3-61b464d8a729/download
- Schools in the world of Jesus: Analysing the evidence, diakses Juli 11, 2025, https://journals.co.za/doi/pdf/10.10520/AJA2548356_496
- Were First-Century Jewish Boys Taught to Read and Write? - The Bart Ehrman Blog, diakses Juli 11, 2025, https://ehrmanblog.org/were-first-century-jewish-boys-taught-to-read-and-write/
- Education in Ancient Israel | Immanuel Tours, diakses Juli 11, 2025, https://www.immanuel-tours.com/blog/education-in-ancient-israel/
- How were children educated in ancient Israel, from the Babylonian Captivity to Roman occupation? What subjects would they have been taught? : r/AcademicBiblical - Reddit, diakses Juli 11, 2025, https://www.reddit.com/r/AcademicBiblical/comments/1fwpjpe/how_were_children_educated_in_ancient_israel_from/
- Education in Biblical Times - Search results provided by, diakses Juli 11, 2025, https://www.biblicaltraining.org/library/education-in-biblical-times
- Discipleship in the Context of Judaism in Jesus' Time Part I, diakses Juli 11, 2025, https://hrcak.srce.hr/file/333538
- The Jewish Father: Past and Present - Policy Archive, diakses Juli 11, 2025, https://www.policyarchive.org/download/10197
- The Wisdom of Israelite Mothers: Technical Training and Life Lessons - Avar, diakses Juli 11, 2025, https://avarjournal.com/avar/article/download/1928/2028/9216
- Jewish Obligations of Parents to Children - The Digital Home for Conservative Judaism, diakses Juli 11, 2025, https://www.exploringjudaism.org/learning/jewish-obligations-of-parents-to-children/
- Jewish Education (Chapter 26 of The World of the New Testament: Cultural, Social, and Historical Contexts), diakses Juli 11, 2025, https://digitalcommons.georgefox.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1082&context=gfes
- The Role and Purpose of Synagogues in the Days of Jesus and Paul - BYU ScholarsArchive, diakses Juli 11, 2025, https://scholarsarchive.byu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1404&context=interpreter
- Synagogue functions, Leadership, and Organization, diakses Juli 11, 2025, https://www.ancientsynagoguecoins.com/synagogue-functions-leadership-and-organization/
- Got RESPECT? - ACSI, diakses Juli 11, 2025, https://www.acsi.org/docs/default-source/documents/cse/number/11557.pdf
- Jewish Educational System - SteveCorn.com, diakses Juli 11, 2025, https://stevecorn.com/2010/11/01/jewish-educational-system/
- Rabbinical Methods of Instruction - Healing 2 The Nations International, diakses Juli 11, 2025, http://healing2thenations.net/papers/rabbinical.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar