Rabu, 30 Juli 2025

Menyingkap Misteri Kandang Domba dan Padang Gembalaan pada Masa Kelahiran Yesus

Menyingkap Misteri Kandang Domba dan Padang Gembalaan pada Masa Kelahiran Yesus

Gambaran tradisional tentang kandang domba kelahiran Yesus 

Migdal Eder, model kandang domba 
tempat kelahiran Yesus yang sebenarnya 

I. Pendahuluan: Mengatur Pemandangan untuk Kelahiran Yesus

Betlehem, yang sering diterjemahkan sebagai "Rumah Roti," menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah dan nubuat Alkitab. Ketenarannya tidak hanya berasal dari identitasnya sebagai tempat kelahiran Raja Daud, tetapi, yang lebih penting, dari penunjukan kenabiannya sebagai tempat kelahiran Mesias. Kota kuno ini secara eksplisit diidentifikasi dalam Perjanjian Baru sebagai lokasi kelahiran Yesus, memenuhi nubuat-nubuat yang telah lama ada. Di luar bobot sejarah dan kenabiannya, Betlehem berfungsi sebagai pusat pertanian yang vital, terutama dikenal karena produksi biji-bijiannya dan, yang penting, untuk memelihara domba-domba yang secara khusus ditujukan untuk persembahan Bait Suci di Yerusalem. Konteks pertanian dan pengorbanan ganda ini memberikan Betlehem resonansi simbolis yang mendalam untuk kelahiran Yesus, yang diberitakan sebagai "Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia".

Injil Lukas memberikan catatan yang ringkas namun menggugah tentang kelahiran Yesus di Betlehem, termasuk pemberitaan malaikat yang penting kepada para gembala di padang-padang sekitarnya. Namun, lokasi pasti kelahiran Yesus dan konteks spesifik pertemuan para gembala telah menjadi subjek penyelidikan ilmiah dan populer yang cukup besar, menimbulkan "misteri" yang menarik. Penyelidikan ini terutama berfokus pada peran historis dan teologis dari dua lokasi spesifik: Migdal Eder (Menara Kawanan Domba) dan Padang Gembala. Laporan ini berusaha untuk mengeksplorasi apakah situs-situs ini menawarkan pemahaman yang lebih tepat, kaya secara historis dan teologis tentang Kelahiran Yesus daripada penggambaran tradisional yang seringkali digeneralisasi.

Tujuan laporan ini adalah untuk melampaui asumsi umum dan menyajikan analisis Migdal Eder dan Padang Gembala yang ketat dan berbasis bukti. Laporan ini akan mensintesis referensi Alkitab, tradisi sejarah, temuan arkeologi, dan berbagai interpretasi ilmiah untuk menjelaskan potensi hubungan mereka dengan Kelahiran Yesus. Dengan demikian, pemeriksaan ini akan menyoroti area konsensus akademik, perdebatan ilmiah yang sedang berlangsung, dan signifikansi simbolis yang abadi dari lokasi-lokasi ini dalam narasi Kristen yang lebih luas.

II. Migdal Eder: Menara Kawanan Domba dalam Konteks Alkitab dan Sejarah

Lokasi Geografis dan Tujuan Kuno
Migdal Eder, yang berarti "Menara Kawanan Domba" dalam bahasa Ibrani, adalah menara pengawas kuno yang secara strategis ditempatkan di jalan yang menonjol dekat Betlehem. Jalan raya ini, yang sering disebut sebagai 'jalan raya raja-raja,' melintasi punggung gunung, memberikan keuntungan militer yang signifikan untuk mendeteksi musuh yang mendekat. Di luar kegunaan pertahanannya, menara pengawas ini berfungsi sebagai titik komunikasi penting di seluruh Israel, digunakan untuk memberi sinyal bulan baru dan dimulainya festival-festival Alkitab. Yang penting, Migdal Eder di Betlehem juga berfungsi sebagai menara pengawas yang dirancang khusus untuk mengawasi dan melindungi kawanan domba yang besar. Catatan sejarah menunjukkan bahwa di bawah struktur menara utama terdapat bagian bawah seperti gua, yang secara khusus ditujukan untuk perlindungan dan perawatan domba betina selama musim melahirkan. Lokasinya sering digambarkan berada di jalan antara Betlehem dan Yerusalem, sekitar 1 hingga 1,5 mil (1000-2000 langkah) dari Betlehem, dengan beberapa sumber menunjuknya ke bagian utara kota. Tokoh-tokoh Kristen awal, seperti St. Hieronimus pada abad ke-4, mengaitkan Migdal Eder dengan area umum Padang Gembala.

Fungsi historis Migdal Eder, yang meliputi pengamatan militer dan pengawasan pastoral, menggarisbawahi pentingnya strategis dan religius Betlehem yang multifaset, melampaui sekadar hasil pertanian. Peran komprehensif ini mengungkapkan Betlehem dan daerah sekitarnya sebagai penghubung penting pertahanan, komunikasi, dan komponen penting dari rantai pasokan pengorbanan Bait Suci. Implikasinya adalah bahwa tempat kelahiran Yesus, jika memang Migdal Eder, bukanlah sekadar tempat yang sederhana dan terpencil, melainkan situs yang sangat terintegrasi ke dalam infrastruktur geopolitik dan religius Israel kuno, menekankan signifikansi berlapis dari Kelahiran Yesus dalam konteks nasional yang lebih luas.

Sebutan Alkitabiah
Penyebutan Migdal Eder yang paling awal dalam Alkitab muncul dalam Kejadian 35:21, dalam konteks kematian Rahel. Setelah melahirkan Benyamin dekat Efrata, nama kuno untuk Betlehem, Yakub "memasang kemahnya di seberang menara Eder" untuk meratapi kepergiannya. Asosiasi awal Migdal Eder dengan kelahiran anak dan sekitar Betlehem ini dicatat oleh beberapa sarjana sebagai paralel yang mencolok dengan narasi Kelahiran Yesus.

Mikha 4:8 memberikan referensi Alkitab kunci lainnya untuk Migdal Eder: "Dan engkau, hai menara kawanan domba [Migdal Eder], benteng putri Sion, kepadamu akan datang, bahkan kekuasaan yang pertama; kerajaan akan datang kepada putri Yerusalem". Para pendukung hipotesis Migdal Eder menafsirkan ini sebagai nubuat langsung yang menunjukkan bahwa Mesias akan diwahyukan dari lokasi geografis spesifik ini.

"Hipotesis Migdal Eder": Tempat Kelahiran Yesus dan Hubungannya dengan Anak Domba Bait Suci

Hipotesis Migdal Eder mengemukakan bahwa Yesus lahir bukan di penginapan atau kandang biasa, melainkan secara khusus di dalam Migdal Eder, yang disarankan berfungsi sebagai fasilitas khusus untuk melahirkan dan memelihara anak domba kurban yang ditujukan untuk Bait Suci Yerusalem.

Prinsip inti dari teori ini adalah bahwa para gembala yang disebutkan dalam Lukas 2 bukanlah gembala biasa, melainkan gembala "Lewi" atau "imam". Tanggung jawab khusus mereka adalah memelihara dan memeriksa anak domba dengan cermat untuk memastikan bahwa mereka "tidak bercacat" dan oleh karena itu cocok untuk persembahan Bait Suci harian dan tahunan, terutama untuk Paskah. Betlehem secara luas diakui sebagai sumber utama hewan kurban yang murni secara ritual ini.

Hipotesis ini lebih lanjut menekankan bahwa anak domba kurban yang baru lahir, setelah diperiksa kemurniannya, secara rutin dibungkus dengan "kain lampin" (potongan kain) dan ditempatkan di "palungan" (sering digambarkan sebagai palung makan batu atau cekungan) untuk melindungi mereka dari cedera dan menjaga mereka tetap tenang, sehingga mencegah cacat apa pun yang akan mendiskualifikasi mereka untuk kurban. Menurut pandangan ini, tanda yang diberikan oleh malaikat kepada para gembala – menemukan bayi yang dibungkus kain lampin dan terbaring di palungan [Lukas 2:7, 12] – akan menjadi sinyal yang jelas dan tidak salah lagi bagi para gembala khusus ini bahwa bayi yang baru lahir itu adalah "Anak Domba Allah", lahir di tempat yang sama yang ditujukan untuk anak domba kurban. Interpretasi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana para gembala "tahu persis di mana Dia berada" tanpa memerlukan petunjuk eksplisit.

Interpretasi ini mengubah narasi Kelahiran Yesus dari kisah umum tentang kelahiran yang sederhana menjadi peristiwa yang sangat spesifik, bermuatan simbolis, yang sangat terintegrasi ke dalam sistem pengorbanan Bait Suci. Ini menunjukkan orkestrasi ilahi dari peristiwa-peristiwa yang berbicara langsung kepada identitas teologis Yesus. Artikulasi yang konsisten tentang Migdal Eder sebagai fasilitas khusus untuk melahirkan dan memeriksa anak domba kurban, yang dijaga oleh gembala "imam," dan detail spesifik tentang kain lampin dan palungan yang berfungsi sebagai tanda langsung bagi mereka, menggeser pemahaman tentang Kelahiran Yesus melampaui "kelahiran sederhana" umum ke pemenuhan nubuat dan simbolisme yang tepat dan disengaja. Ini menyiratkan bahwa keadaan spesifik ini bukanlah kebetulan tetapi telah ditentukan secara ilahi untuk mengidentifikasi Yesus sebagai "Anak Domba Allah" sejak saat kelahirannya. Ini mengangkat "misteri" menjadi pernyataan teologis yang mendalam, di mana setiap detail melayani tujuan kenabian dan simbolis tertentu, secara langsung menghubungkan Yesus dengan inti ibadah kurban Israel.

III. Padang Gembala: Lokasi Pemberitaan Malaikat

Identifikasi Geografis: Beit Sahour dan Kedekatannya dengan Betlehem
Padang Gembala, lokasi tradisional pemberitaan malaikat kepada para gembala, diidentifikasi dengan Beit Sahour, sebuah desa Palestina yang terletak di tenggara Betlehem. Meskipun perluasan kota modern telah menyebabkan Betlehem dan Beit Sahour sebagian besar menyatu, secara historis, Beit Sahour mewakili daerah pedesaan yang berbeda yang meliputi "ladang Booz" yang disebutkan dalam Kitab Rut. Saat ini, dua situs tradisional utama memperingati peristiwa malaikat: situs Latin (Katolik Roma) dan situs Ortodoks Yunani, yang terletak sekitar 500 meter terpisah. Keduanya dibangun di atas sisa-sisa kompleks monastik Bizantium, yang sendiri menggabungkan pemukiman sebelumnya. Sejarawan Kristen awal, termasuk Eusebius (abad ke-4) dan St. Hieronimus (abad ke-5), mengaitkan Padang Gembala dengan Migdal Eder, menempatkannya sekitar 1 hingga 1,5 mil di sebelah timur Betlehem.

Situs Tradisional dan Kapel Peringatan
Situs Latin adalah rumah bagi Kapel Padang Gembala, juga dikenal sebagai Tempat Kudus Gloria in excelsis Deo. Dirancang oleh Antonio Barluzzi dan selesai pada tahun 1953, arsitekturnya yang khas meniru tenda nomaden. Sebuah gua di belakang kapel diyakini menciptakan kembali tempat perlindungan sederhana yang digunakan oleh para gembala. Interiornya dihiasi dengan lukisan dinding yang dengan jelas menggambarkan momen-momen kunci dari narasi Kelahiran Yesus, termasuk Pemberitaan kepada Para Gembala, perjalanan mereka, dan Keluarga Kudus. Situs Ortodoks Yunani, yang dikenal sebagai Deir el-Rawat (Biara Para Gembala), juga memiliki gereja yang dibangun di atas sisa-sisa era Bizantium dan gua-gua kuno.

Penemuan Arkeologi: Hunian Kuno, Kompleks Monastik, dan Gua
Penggalian arkeologi di Padang Gembala, khususnya di Khirbet Siyar al-Ghanem ("Reruntuhan Kandang Domba"), telah menghasilkan bukti signifikan tentang aktivitas manusia yang berkelanjutan. Penemuan termasuk gua-gua yang menunjukkan hunian manusia selama periode Herodian dan kemudian Romawi, penggilingan minyak kuno, serta keramik dan koin Herodian yang berasal dari zaman Yesus. Temuan-temuan ini sangat menunjukkan bahwa situs tersebut dihuni dan digunakan, kemungkinan oleh gembala nomaden dan komunitas pertanian kecil, selama abad pertama. Di atas sisa-sisa periode Romawi ini, sebuah biara Bizantium dibangun sekitar tahun 400 M, diperluas pada abad ke-6, dan kemudian dihancurkan oleh Persia pada tahun 614 M, meskipun beberapa reruntuhan bertahan hingga sekitar tahun 800 M. Kompleks monastik ini seringkali menggabungkan gua-gua yang ada, yang digunakan untuk kegiatan pertanian dan, tidak dapat disangkal, oleh para gembala di zaman kuno. Selanjutnya, sisa-sisa menara, yang berpotensi diidentifikasi sebagai Migdal Eder, telah ditemukan di tanah yang lebih tinggi dekat kapel saat ini.

Bukti arkeologi di Padang Gembala memberikan hubungan nyata dengan konteks historis Kelahiran Yesus, mengkonfirmasi aktivitas manusia dan pastoral kuno di daerah tersebut, sehingga mendasari situs tradisional dalam plausibilitas historis, bahkan jika lokasi pasti pemberitaan malaikat tetap tradisional daripada terbukti secara definitif. Perincian yang konsisten dari temuan arkeologi seperti keramik Herodian, koin, dan bukti hunian manusia di gua-gua yang berasal dari abad ke-1 mengkonfirmasi bahwa daerah tersebut memang aktif dihuni dan digunakan oleh para gembala dan komunitas kecil selama zaman Yesus. Ini menggeser pemahaman "misteri" dari legenda murni ke latar historis yang masuk akal untuk pemberitaan malaikat. Selanjutnya, keberadaan biara-biara Bizantium yang dibangun di atas sisa-sisa kuno ini menggambarkan tradisi penghormatan yang berkelanjutan untuk situs tersebut, menunjukkan bahwa signifikansinya ditetapkan sejak awal sejarah Kristen, bahkan jika detail spesifik pertemuan malaikat diturunkan melalui tradisi daripada dokumentasi kontemporer yang tepat.

Sifat Para Gembala: Mengevaluasi Kembali Status Sosial
Meskipun narasi populer yang lazim sering menggambarkan para gembala Kelahiran Yesus sebagai orang buangan yang terpinggirkan, beberapa sumber dan argumen ilmiah menunjukkan realitas yang lebih bernuansa. Dikatakan bahwa jika para gembala benar-benar dianggap sebagai orang buangan sosial, reaksi publik terhadap pertemuan ilahi mereka akan menjadi kejutan atas keterlibatan mereka, daripada hanya keheranan pada isi pesan mereka. Seperti yang dibahas dalam konteks hipotesis Migdal Eder, ada tradisi ilmiah yang kuat yang menunjukkan bahwa ini bukanlah gembala biasa, melainkan gembala "imam" atau "Lewi" khusus yang bertanggung jawab untuk memelihara anak domba yang tidak bercacat secara khusus untuk persembahan Bait Suci di Yerusalem. Peran khusus ini akan menyiratkan tingkat status, pelatihan, dan pengetahuan tertentu, termasuk kesadaran akan nubuat yang relevan.

Evaluasi ulang status sosial para gembala menantang interpretasi teologis umum, menunjukkan bahwa wahyu Allah mungkin telah diarahkan kepada mereka yang terlibat erat dalam sistem pengorbanan yang Yesus datang untuk penuhi, daripada hanya kepada yang terpinggirkan. Penegasan yang konsisten bahwa para gembala ini "istimewa" atau "imam" dan menggembalakan kawanan Bait Suci secara langsung bertentangan dengan citra populer mereka sebagai "orang buangan miskin". Jika para gembala ini memang integral dengan rantai pasokan pengorbanan Bait Suci, pertemuan mereka dengan para malaikat memiliki makna teologis yang lebih dalam dan lebih disengaja. Ini menyiratkan hubungan langsung antara kelahiran "Anak Domba Allah" dan kerangka keagamaan Israel yang ada, daripada subversi total norma-norma sosial. Ini menggeser penekanan teologis dari pesan sosial murni tentang Allah yang memilih yang rendah hati (meskipun masih secara luas benar) ke pesan teologis yang kompleks tentang pemenuhan dan kesinambungan dalam sejarah perjanjian Israel, di mana mereka yang memahami sistem pengorbanan secara unik diposisikan untuk memahami signifikansi "Anak Domba Allah".

IV. Debat Ilmiah dan Argumen Balik tentang Hipotesis Migdal Eder

Asal Usul Hipotesis: Pengaruh Alfred Edersheim dan Perkembangannya
Popularisasi luas hipotesis Migdal Eder, khususnya hubungannya yang rumit dengan gembala imam dan anak domba kurban, sebagian besar dikaitkan dengan karya Alfred Edersheim, seorang Yahudi yang beralih ke Kristen, dalam bukunya yang berpengaruh tahun 1883, The Life and Times of Jesus the Messiah. Edersheim bertujuan untuk memberikan konteks Yahudi yang kaya untuk narasi Kelahiran Yesus. Namun, para kritikus berpendapat bahwa Edersheim "memperindah" "catatan Lukas yang sederhana" dan mengandalkan sumber-sumber Yahudi yang lebih baru, seperti Targum Pseudo-Jonathan tentang Kejadian 35:21. Targum ini, yang berasal dari abad ke-4 M, menyatakan bahwa "Raja Mesias akan diwahyukan pada akhir zaman" dari Migdal Eder , sebuah pernyataan yang digunakan Edersheim, meskipun relevansinya dengan harapan abad ke-1 masih diperdebatkan.

Kritik terhadap Interpretasi Mikha 4:8 (Metaforis vs. Lokasi Harfiah)
Titik pertentangan yang signifikan untuk hipotesis Migdal Eder terletak pada interpretasi Mikha 4:8. Banyak sarjana berpendapat bahwa "Menara Kawanan Domba" dalam ayat ini adalah referensi metaforis ke Yerusalem atau Gunung Sion, melambangkan pemulihannya, kembalinya kerajaan Daud, dan perlindungan Allah atas umat-Nya, daripada menara fisik harfiah dekat Betlehem. Paralelisme yang melekat dalam puisi Ibrani, di mana "menara pengawas kawanan domba" disandingkan dengan "Putri Sion," sangat menunjukkan hubungan simbolis daripada geografis harfiah. Interpretasi ini memandang "menara" sebagai representasi pemeliharaan kedaulatan Allah dan pengumpulan kembali kawanan-Nya (Israel) di Gunung Sion.

Mengevaluasi Kembali Mishnah Shekalim 7:4: Penanda Jarak vs. Area Penggembalaan
Edersheim mengutip Mishnah Shekalim 7:4 sebagai bukti kunci, menegaskan bahwa itu mendukung kesimpulan bahwa kawanan yang merumput dekat Migdal Eder ditujukan untuk persembahan Bait Suci dan bahwa gembala mereka karenanya bukan gembala biasa. Namun, pemeriksaan yang lebih dekat dan lebih kritis terhadap Mishnah Shekalim 7:4 mengungkapkan bahwa tujuan utamanya adalah menggunakan Migdal Eder sebagai penanda jarak. Ini mendefinisikan radius di sekitar Yerusalem di mana hewan jantan yang hilang dianggap sebagai persembahan bakaran dan betina sebagai persembahan damai. Yang penting, Mishnah tidak secara eksplisit menyatakan bahwa domba digembalakan di menara itu sendiri, juga tidak menggambarkannya sebagai fasilitas khusus untuk melahirkan atau memeriksa anak domba kurban. Ini secara signifikan melemahkan hubungan bukti langsung yang diberikan Mishnah untuk fungsi spesifik yang dikaitkan dengan Migdal Eder dalam hipotesis.

Kurangnya Bukti Arkeologi Definitif untuk Fungsi Spesifik Migdal Eder
Meskipun deskripsi fungsional yang rinci dalam hipotesis Migdal Eder, ada ketiadaan bukti arkeologi definitif yang mengkonfirmasi keberadaan menara spesifik di Migdal Eder dengan fungsi yang tepat untuk melahirkan dan memeriksa anak domba kurban selama zaman Yesus. Meskipun sisa-sisa menara telah ditemukan di dekat Padang Gembala, yang berpotensi diidentifikasi sebagai Migdal Eder , penggunaan spesifiknya sebagai pusat kelahiran yang dikuduskan untuk anak domba Bait Suci tetap belum terbukti secara arkeologis. Pernyataan seperti "Menara kawanan domba…tidak ada hari ini dan arkeologi belum menemukan reruntuhannya" menggarisbawahi sifat spekulatif dari manifestasi fisiknya dan fungsi spesifiknya seperti yang dijelaskan dalam hipotesis.

Mendamaikan Hipotesis dengan "Lahir di Betlehem"
Tantangan praktis dan tekstual untuk hipotesis Migdal Eder adalah untuk mendamaikan pernyataan Alkitab bahwa Yesus lahir "di Betlehem" dengan lokasi Migdal Eder yang diusulkan, yang sering digambarkan berada di luar desa utama, meskipun di sekitarnya. Para pendukung berpendapat bahwa "pemahaman Timur atau Ibrani" tentang "di Betlehem" dapat mencakup daerah pedesaan terdekat, termasuk Migdal Eder. Namun, interpretasi ini dapat bertentangan dengan pemahaman tradisional tentang kelahiran yang terjadi di dalam kota itu sendiri, terutama mengingat narasi Yusuf dan Maria mencari penginapan.

Hipotesis Migdal Eder, meskipun menawarkan simbolisme teologis yang menarik, menghadapi tantangan ilmiah yang signifikan mengenai dasar historis dan arkeologisnya, terutama ketergantungannya pada interpretasi teks-teks kuno yang diperdebatkan untuk penerapan literal dan penanggalannya. Ini mengungkapkan tren yang lebih luas dalam studi Alkitab di mana narasi teologis yang kuat terkadang dapat secara retroaktif disesuaikan dengan konteks historis dengan dukungan sumber primer yang tidak memadai. Kritik rinci terhadap metodologi Edersheim, yang menyoroti ketergantungannya pada sumber-sumber yang lebih baru dan "perhiasan" , ditambah dengan argumen kuat untuk interpretasi metaforis Mikha 4:8 dan evaluasi ulang Mishnah Shekalim 7:4 , secara kolektif menunjukkan bahwa hipotesis ini dibangun di atas serangkaian lompatan interpretatif daripada bukti historis atau arkeologis yang langsung dan tidak ambigu. Pola ini menggambarkan bagaimana narasi teologis yang menarik (Yesus sebagai anak domba kurban utama) dapat mendorong pencarian penguat historis spesifik, terkadang mengarah pada interpretasi yang meregangkan materi sumber primer. "Misteri" di sini kurang tentang fakta sejarah yang tersembunyi dan lebih tentang konstruksi dan dekonstruksi kerangka interpretatif modern.

Debat ilmiah yang sedang berlangsung seputar Migdal Eder menyoroti kesulitan inheren dalam merekonstruksi detail historis yang tepat dari teks-teks kuno, terutama ketika bukti arkeologi ambigu atau tidak ada. Ini menggarisbawahi keterbatasan penalaran inferensial dalam penyelidikan historis. Pernyataan eksplisit bahwa "arkeologi belum menemukan reruntuhannya" dan bahwa tidak ada "bukti atau bukti yang dapat digunakan untuk seperti apa menara semacam itu" secara langsung bertentangan dengan deskripsi fungsional rinci yang diberikan oleh hipotesis. Kesenjangan signifikan antara interpretasi tekstual dan bukti arkeologi empiris ini adalah tantangan yang meluas dalam sejarah kuno. Keberadaan debat ini berfungsi sebagai pelajaran berharga dalam metodologi historis, menunjukkan kebutuhan kritis untuk evaluasi sumber yang ketat dan mengakui batas-batas dari apa yang dapat diketahui secara definitif. Ini menyiratkan bahwa meskipun kekayaan simbolis konsep Migdal Eder sangat mendalam, "di mana" yang tepat dari kelahiran Yesus tetap kurang pasti daripada "bahwa" dan "mengapa" yang fundamental.

Tabel 1: Argumen Kunci untuk dan Melawan Hipotesis Tempat Kelahiran Migdal Eder

Jenis ArgumenArgumen untuk HipotesisArgumen Melawan Hipotesis
Interpretasi Alkitab

Mikha 4:8 ditafsirkan sebagai nubuat harfiah tentang tempat kelahiran Mesias.

Mikha 4:8 ditafsirkan secara metaforis, mengacu pada Sion/Yerusalem sebagai menara perlindungan.

Konteks Sejarah

Hubungan dengan anak domba kurban dan praktik Bait Suci di Betlehem.

Mishnah Shekalim 7:4 berfungsi sebagai penanda jarak untuk persembahan, bukan bukti eksplisit fungsi menara tertentu sebagai tempat kelahiran/inspeksi.

Peran Gembala

Peran gembala "imam" atau "Lewi" yang menggembalakan kawanan Bait Suci.

Tidak ada dokumentasi kuno yang definitif tentang bagaimana gembala imam melahirkan domba, atau bahwa mereka secara eksklusif menggunakan menara tertentu untuk melahirkan.

Detail Kelahiran Yesus

Signifikansi kain lampin dan palungan sebagai tanda spesifik bagi para gembala ini, menunjukkan "Anak Domba Allah".

Kain lampin adalah praktik normal untuk semua bayi baru lahir, tidak secara unik simbolis untuk anak domba kurban. Palungan dapat ditemukan di rumah biasa.

Dukungan Tekstual

Targum Pseudo-Jonathan tentang Kejadian 35:21 (Mesias diwahyukan dari Migdal Eder).

Targum Pseudo-Jonathan adalah sumber yang lebih baru (abad ke-4 M), tidak selalu mencerminkan harapan abad ke-1.

Rekonsiliasi Lokasi

"Di Betlehem" dapat mencakup daerah pedesaan terdekat, termasuk Migdal Eder, dalam "pemahaman Timur atau Ibrani".

Migdal Eder digambarkan berada di luar desa utama, berpotensi bertentangan dengan "di Betlehem" dalam Alkitab.

Bukti Arkeologi

Sisa-sisa menara ditemukan di dekat Padang Gembala, berpotensi Migdal Eder.

Kurangnya bukti arkeologi definitif untuk menara spesifik dengan fungsi melahirkan dan memeriksa anak domba kurban selama zaman Yesus.

Kritik Sumber

Berdasarkan karya berpengaruh Alfred Edersheim.

Karya Edersheim dikritik karena "perhiasan" dan ketergantungan pada materi sumber yang terlambat.

V. Pandangan Tradisional tentang Tempat Kelahiran Yesus

Tradisi Gua dan Gereja Kelahiran Yesus: Bukti Sejarah dan Arkeologi
Pandangan tradisional yang paling abadi dan diterima secara luas, yang berasal dari Bapa Gereja paling awal, termasuk Yustinus Martir (sekitar 150 M), Origen (sekitar 250 M), dan Hieronimus (sekitar 325 M), menempatkan kelahiran Yesus di sebuah gua di Betlehem. Tradisi ini mendapatkan pengakuan monumental ketika Kaisar Konstantinus, setelah ziarah ibunya Helena pada tahun 327 M, memerintahkan pembangunan basilika pertama di atas situs gua yang dihormati, yang dikuduskan pada tahun 339 M. Bagian dari gereja asli abad ke-4 ini masih ada di bawah struktur saat ini, menjadi saksi kuno. Gereja Kelahiran Yesus saat ini, sebagian besar merupakan rekonstruksi oleh Kaisar Yustinianus pada pertengahan abad ke-6 (setelah kebakaran, kemungkinan selama pemberontakan Samaria), terus berdiri di atas gua suci ini. Ini tetap menjadi salah satu gereja Kristen tertua yang digunakan setiap hari secara terus-menerus dan berfungsi sebagai tujuan ziarah utama, melambangkan tempat kelahiran pendiri Kekristenan.

Bukti arkeologi mendukung plausibilitas tradisi ini, mengkonfirmasi bahwa orang-orang di Betlehem sering menempatkan kawanan mereka di gua-gua yang berdekatan dengan rumah mereka, dan penggalian telah mengungkapkan bukti hunian manusia dan penggunaan pertanian di gua-gua ini selama periode Romawi-Herodian. Meskipun Alkitab secara eksplisit hanya menyebutkan "palungan" dan bukan "gua," tradisi tempat kelahiran gua sangat mengakar dalam sejarah dan penghormatan Kristen awal.

Ketahanan tradisi gua dan pembangunan monumental Gereja Kelahiran Yesus mengungkapkan dorongan manusia yang kuat untuk mengkonkretkan dan menghormati ruang-ruang suci, bahkan tanpa arahan Alkitab yang eksplisit. Ini mencerminkan kebutuhan komunitas Kristen awal akan hubungan yang nyata dengan narasi ilahi. Keyakinan yang konsisten pada tempat kelahiran gua oleh Bapa Gereja awal dan kemudian penugasan basilika pertama oleh Konstantinus serta rekonstruksinya oleh Yustinianus menunjukkan tradisi penghormatan yang kuat dan berkelanjutan yang melampaui penyebutan Alkitab yang eksplisit. Ini bukan hanya fakta sejarah tetapi fenomena sosiologis dan religius yang mendalam. "Misteri" di sini terletak pada bagaimana sebuah tradisi, yang tidak secara langsung dirinci dalam kitab suci, menjadi begitu dominan dan diabadikan secara arsitektur, mencerminkan keinginan mendalam komunitas Kristen awal akan lokus fisik untuk iman mereka. Ini menyoroti interaksi dinamis antara memori sejarah, tradisi keagamaan yang berkembang, dan peringatan fisik peristiwa-peristiwa suci.

Teori "Rumah": Konteks Budaya Rumah Kuno Betlehem
Sebuah teori ilmiah modern yang menarik, yang semakin diterima, menunjukkan bahwa Yesus lahir di dalam rumah keluarga Betlehem yang khas. Pandangan ini berakar pada prioritas budaya yang kuat akan keramahtamahan dalam masyarakat Yahudi kuno, sehingga sangat tidak mungkin Yusuf dan Maria, terutama dengan Maria yang sedang hamil tua, akan sepenuhnya ditolak oleh kerabat atau kenalan di kota leluhur mereka. Rumah-rumah di Betlehem kuno umumnya adalah struktur bertingkat: lantai bawah sering digunakan untuk menampung hewan-hewan berharga, terutama selama cuaca buruk, sementara lantai atas berfungsi sebagai tempat tinggal utama keluarga, biasanya termasuk "kamar tamu" (katalyma dalam bahasa Yunani). Teori "rumah" mengemukakan bahwa katalyma (kamar tamu) hanya penuh, mungkin karena kerabat lain datang untuk sensus. Akibatnya, Maria dan Yusuf akan tinggal bersama keluarga di area ruang tamu utama di lantai bawah, di mana hewan juga mungkin ditempatkan. Dalam pengaturan domestik ini, "palungan" akan menjadi palung makan yang terintegrasi ke dalam lantai bawah rumah.

Teori "rumah" ini, dengan menempatkan kelahiran Yesus di dalam rumah keluarga yang khas, menekankan pesan inkarnasi tentang Yesus yang "salah satu dari kita" dan kehadiran Allah dalam kehidupan manusia biasa, daripada dalam pengaturan yang terisolasi dan unik. Ini menyoroti preferensi teologis untuk aksesibilitas dan keterkaitan dalam narasi ilahi. Citra Barat yang umum tentang kandang atau lumbung seringkali menjauhkan Yesus dari pengalaman manusia sehari-hari. Dengan menyarankan kelahiran di dalam rumah keluarga serbaguna, di mana hewan ditempatkan di lantai bawah, narasi menjadi lebih sesuai secara budaya dengan kehidupan Yudea kuno dan menggarisbawahi gagasan tentang Allah yang masuk ke dalam realitas duniawi keberadaan manusia. Interpretasi ini memperkuat prinsip teologis bahwa yang ilahi dapat ditemukan di tempat-tempat yang paling umum dan mudah diakses, membuat kisah Kelahiran Yesus lebih langsung dan berlaku secara universal.

Mendamaikan Berbagai Interpretasi "Penginapan" dan "Palungan"
Interpretasi istilah-istilah kunci dalam narasi Lukas sangat penting untuk memahami pandangan tradisional ini. Kata Yunani katalyma, yang diterjemahkan sebagai "penginapan" dalam Lukas 2:7, juga dapat berarti "kamar tamu". Nuansa linguistik ini mendukung teori "rumah", menunjukkan bahwa "tidak ada tempat di penginapan" berarti kamar tamu sudah terisi, daripada menyiratkan penolakan dari tempat penginapan komersial. Demikian pula, kata Yunani phatne, yang diterjemahkan sebagai "palungan," dapat merujuk pada palung makan untuk hewan, tetapi juga secara lebih luas pada "kandang" atau "tempat tidur bayi". Definisi yang lebih luas ini memungkinkan kemungkinan palungan berada di dalam lantai bawah rumah, daripada secara eksklusif di lumbung terpisah. Citra Barat yang populer tentang kandang atau lumbung terpisah sering dianggap sebagai produk asumsi budaya kemudian daripada cerminan akurat praktik arsitektur abad ke-1.

VI. Kesimpulan

Penyelidikan tentang Migdal Eder dan Padang Gembala pada masa kelahiran Yesus mengungkap kekayaan pertimbangan historis, arkeologis, dan teologis. Meskipun penggambaran tradisional kelahiran Yesus di kandang atau gua tetap sangat mengakar dalam imajinasi populer dan didukung oleh tradisi Gereja awal serta Gereja Kelahiran Yesus yang monumental, analisis ilmiah menyajikan teori-teori alternatif yang didukung dengan baik. Teori "rumah", yang menekankan konteks budaya rumah-rumah kuno Betlehem, menawarkan latar yang menarik dan masuk akal secara historis untuk Kelahiran Yesus, menunjukkan bahwa Yesus lahir di dalam tempat tinggal keluarga di mana palungan akan ada. Perspektif ini menggarisbawahi sifat inkarnasi yang dapat dihubungkan, menempatkan masuknya ilahi ke dunia dalam tatanan kehidupan manusia biasa.

"Hipotesis Migdal Eder", meskipun menawarkan simbolisme teologis yang mendalam dengan menghubungkan kelahiran Yesus dengan sistem anak domba kurban dan gembala khusus, menghadapi tantangan signifikan dalam hal penguat historis dan arkeologis yang definitif. Interpretasi teks-teks Alkitab seperti Mikha 4:8 dan Mishnah Shekalim 7:4, yang krusial bagi hipotesis ini, tunduk pada perdebatan ilmiah yang cukup besar, dengan banyak sarjana lebih menyukai pembacaan metaforis dan mempertanyakan bukti langsung untuk fungsi spesifik Migdal Eder sebagai pusat kelahiran anak domba Bait Suci. Ketiadaan temuan arkeologi konkret untuk menara khusus semacam itu dari abad ke-1 semakin menyoroti sifat spekulatif dari lokasi yang tepat ini.

Padang Gembala, yang diidentifikasi dengan Beit Sahour modern, menawarkan bukti arkeologi nyata tentang aktivitas manusia dan pastoral kuno, memberikan plausibilitas historis pada latar pemberitaan malaikat. Evaluasi ulang status sosial para gembala, bergerak melampaui narasi "orang buangan" untuk mempertimbangkan peran potensial mereka sebagai penjaga khusus, mungkin imam, kawanan Bait Suci, menambah lapisan kedalaman teologis. Ini menunjukkan bahwa wahyu ilahi diarahkan tidak hanya kepada yang terpinggirkan, tetapi berpotensi kepada mereka yang terkait erat dengan sistem pengorbanan yang Yesus, sebagai "Anak Domba Allah," datang untuk penuhi.

Sebagai kesimpulan, "misteri" seputar Migdal Eder dan Padang Gembala bukanlah kepastian historis mutlak, melainkan kekayaan interpretatif dan kedalaman simbolis. Meskipun pengaturan arsitektur yang tepat dari kelahiran Yesus tetap menjadi subjek diskusi ilmiah yang berkelanjutan, pesan inti Kelahiran Yesus tetap ada: kelahiran Mesias yang sederhana di Betlehem, kota Daud dan sumber anak domba kurban, diberitakan kepada para gembala di padang-padang sekitarnya. Berbagai interpretasi, baik tradisional, domestik, atau bermuatan simbolis, secara kolektif menekankan kebenaran teologis yang mendalam tentang masuknya Allah ke dalam sejarah manusia dengan cara yang tidak terduga dan sangat bermakna, memenuhi nubuat-nubuat kuno dan mempersiapkan panggung untuk penebusan umat manusia. "Di mana" yang tepat mungkin terus mengundang penyelidikan ilmiah, tetapi "bahwa" dan "mengapa" yang mendasar tetap menjadi pusat narasi Kristen.

Rujukan 

  1. Migdal eder hypothesis - Faith & Science Conversation - The BioLogos Forum, diakses Juli 29, 2025, https://discourse.biologos.org/t/migdal-eder-hypothesis/47843
  2. Migdal Eder – The Anointed One of Israel! - Promised Land Ministries - WordPress.com, diakses Juli 29, 2025, https://promisedlandministries.wordpress.com/2022/01/01/migdal-eder-the-anointed-one-of-israel/
  3. Away in a Manger at Migdal Eder | Donna Gawell, diakses Juli 29, 2025, https://donnagawell.com/2020/12/17/away-in-a-manger-at-migdal-eder/
  4. The Birth - Revisited | Since there were no directions provided, where would the shepherds have known to go? - He That Has An Ear, diakses Juli 29, 2025, http://hethathasanear.com/Birth.html
  5. Jesus' Birth – The Case for Migdal Edar | Truth in Scripture, diakses Juli 29, 2025, https://truthinscripture.net/2017/01/21/jesus-birth-the-case-for-midal-edar/
  6. The Chapel of the Shepherds' Field - Bethlehem's Sacred Landmark - Piece of Holy Land, diakses Juli 29, 2025, https://www.pieceofholyland.com/blogs/blog/chapel-of-the-shepherds-field-bethlehem
  7. Migdal Eder (biblical location) - Wikipedia, diakses Juli 29, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Migdal_Eder_(biblical_location)
  8. Migdal Eder and the Birth of Christ | Bible things in Bible ways - WordPress.com, diakses Juli 29, 2025, https://biblethingsinbibleways.wordpress.com/2020/05/21/migdal-eder-and-the-birth-of-christ/
  9. The Sign Given to the Shepherds - Bible.org Blogs, diakses Juli 29, 2025, https://blogs.bible.org/the-sign-given-to-the-shepherds/
  10. Away in a Tower? - By Farther Steps, diakses Juli 29, 2025, https://www.byfarthersteps.com/the-tower-of-the-flock-or-migdal-eder/
  11. Bethlehem - The Shepherds' Field and Grotto - Custodia di Terra Santa, diakses Juli 29, 2025, https://www.custodia.org/en/sanctuaries/bethlehem-the-shepherds-field-and-grotto/
  12. Modern Midrash: The Myth of Migdal Eder - Bible Unplugged - dr. wave nunnally, diakses Juli 29, 2025, https://wavenunnally.com/modern-midrash-the-myth-of-migdal-eder/
  13. Three Christmas myths: on shepherds, swaddling and support - Psephizo, diakses Juli 29, 2025, https://www.psephizo.com/biblical-studies/three-christmas-myths-on-shepherds-swaddling-and-support/
  14. CHRISTMAS – The location of the birth of Christ - EXPEDITION 44, diakses Juli 29, 2025, https://expedition44.com/2022/12/24/christmas-the-location-of-the-birth-of-christ/
  15. Migdal Eder Archives - By Farther Steps, diakses Juli 29, 2025, https://www.byfarthersteps.com/tag/migdal-eder/
  16. A Christmas Myth? Pushing "Evidence" Beyond the Christmas Story - The Christian Intellect, diakses Juli 29, 2025, http://christian-intellect.blogspot.com/2014/12/a-christmas-myth-pushing-evidence.html
  17. Chapel of the Shepherds' Field - Wikipedia, diakses Juli 29, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Chapel_of_the_Shepherds%27_Field
  18. www.custodia.org, diakses Juli 29, 2025, https://www.custodia.org/en/sanctuaries/bethlehem-the-shepherds-field-and-grotto/#:~:text=The%20Arab%20village%20of%20Beit,by%20the%20angels%20took%20place.
  19. The Shepherds' Field, Bethlehem | Danny The Digger, diakses Juli 29, 2025, https://dannythedigger.com/shepherds-fields/
  20. Micah 4:8 Commentaries: "As for you, tower of the flock, Hill of the daughter of Zion, To you it will come - Bible Hub, diakses Juli 29, 2025, https://biblehub.com/commentaries/micah/4-8.htm
  21. Alfred Edersheim: Life and Times of Jesus the Messiah - Christian Classics Ethereal Library, diakses Juli 29, 2025, https://www.ccel.org/ccel/edersheim/lifetimes.vii.vi.html
  22. Challenging Christmas myths on shepherds, swaddling, and support for the holy family, diakses Juli 29, 2025, https://www.psephizo.com/biblical-studies/challenging-christmas-myths-on-shepherds-swaddling-and-support-for-the-holy-family/
  23. Where Was Jesus Born: A Barn, Cave, or House - Youth Pastor Theologian, diakses Juli 29, 2025, https://www.youthpastortheologian.com/blog/where-was-jesus-born-a-barn-cave-or-house
  24. Exploring the Symbolism of Christ in Ancient Christmas Carols and Traditions 2: Temple Themes in Luke's Account of the Angels and the Shepherds | The Interpreter Foundation, diakses Juli 29, 2025, https://interpreterfoundation.org/blog-exploring-the-symbolism-of-christ-in-ancient-christmas-carols-and-traditions-2-temple-themes-in-lukes-account-of-the-angels-and-the-shepherds/
  25. Was Jesus Born in a Barn, Cave, or House? - Living Theologically, diakses Juli 29, 2025, https://livingtheologically.com/2018/12/18/was-jesus-born-in-a-barn-cave-or-house/
  26. Birthplace of Jesus: Church of the Nativity and the Pilgrimage Route, Bethlehem, diakses Juli 29, 2025, https://whc.unesco.org/en/list/1433/
  27. OnSite: Bethlehem's Church of the Nativity - Biblical Archaeology Society, diakses Juli 29, 2025, https://www.biblicalarchaeology.org/daily/bas-onsite/church-of-the-nativity/
  28. Once more: Jesus was not born in a stable | Psephizo, diakses Juli 29, 2025, https://www.psephizo.com/biblical-studies/once-more-jesus-was-not-born-in-a-stable/
  29. Micah 4:8 - Bible Verse Meaning and Commentary biblestudytools.com
  30. Micah 4 Pulpit Commentary Homiletics - Bible Hub biblehub.com

 

Minggu, 20 Juli 2025

Sejarah Hubungan Kesultanan Ternate dan Wilayah Sulawesi Utara dan Sekitarnya

Sejarah Hubungan Kesultanan Ternate dan Wilayah Sulawesi Utara dan Sekitarnya

I. Pendahuluan: Latar Belakang dan Signifikansi Hubungan Ternate-Sulawesi Utara

Hubungan antara Kesultanan Ternate dan wilayah Sulawesi Utara merupakan babak penting dalam narasi sejarah Nusantara bagian timur. Interaksi yang terjalin selama berabad-abad ini membentuk lanskap politik, ekonomi, sosial, dan budaya di kedua wilayah. Memahami dinamika hubungan ini memberikan perspektif yang lebih kaya tentang kompleksitas sejarah regional Indonesia.

Wilayah Kesultanan Ternate yg mencakup hingga Sulawesi bagian Utara

A. Pengenalan Kesultanan Ternate dan Posisi Strategisnya

Kesultanan Ternate, yang didirikan pada tahun 1257 Masehi oleh Baab Mashur Malamo, berawal dari kesepakatan empat kampung yang kemudian bersatu membentuk sebuah kerajaan.1 Letaknya yang sangat strategis, berada di antara Sulawesi dan Papua, menempatkannya sebagai pusat vital dalam jalur pelayaran dan perdagangan terpenting di Nusantara bagian timur.1 Posisi geografis ini, ditambah dengan kekayaan alamnya, menjadikan Ternate sebagai kekuatan maritim yang dominan.

Wilayah Maluku, tempat Ternate berada, dikenal luas sebagai "The Spicy Island" karena kelimpahan rempah-rempah yang tak tertandingi, khususnya cengkih dan pala.4 Komoditas ini memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar global, menarik perhatian kekuatan-kekuatan besar dari Eropa, Timur Tengah, hingga Tiongkok.5 Kekayaan rempah-rempah yang melimpah ini bukan hanya menjadi sumber kemakmuran, tetapi juga menjadi magnet yang menarik berbagai bangsa untuk datang dan berinteraksi dengan Ternate. Kesultanan Ternate memainkan peran krusial di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga ke-17, mencapai masa kejayaannya pada pertengahan abad ke-16 berkat dominasinya dalam perdagangan rempah dan kekuatan militernya.3

Kombinasi antara keunggulan geografis dan kekayaan alam yang tak tertandingi menciptakan lingkaran umpan balik positif yang kuat bagi Ternate. Rempah-rempah yang sangat dicari mendorong perluasan jalur perdagangan, dan posisi strategis Ternate memfasilitasi kontrol serta ekspansi jalur-jalur ini. Perdagangan yang menguntungkan ini pada gilirannya menghasilkan kekayaan besar yang membiayai ambisi militer dan politik Ternate, memungkinkannya untuk memperluas pengaruhnya. Oleh karena itu, kekuatan Ternate tidak hanya berasal dari produksi rempahnya, tetapi juga secara kritis dari kemampuannya untuk mengendalikan aliran dan distribusi komoditas berharga ini di seluruh jaringan maritim yang luas.


B. Garis Besar Wilayah Sulawesi Utara dan Relevansinya dengan Ternate

Wilayah Sulawesi Utara, yang mencakup kerajaan-kerajaan seperti Gorontalo, Bolaang Mongondow, dan Kepulauan Sangihe, memiliki kedekatan geografis dan historis yang erat dengan Ternate.
7 Kedekatan ini menjadikan Sulawesi Utara sebagai bagian integral dari jaringan pengaruh Kesultanan Ternate. Keterkaitan antara kedua wilayah ini melampaui batas-batas geografis semata, terwujud dalam interaksi politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang mendalam sepanjang sejarah. Sulawesi Utara, dengan posisinya yang strategis di bibir Pasifik dan berbatasan langsung dengan Filipina, juga merupakan jalur perdagangan yang vital.10

Pengaruh Ternate yang mendalam terhadap Sulawesi Utara bukan sekadar tindakan ekspansi imperialistik, melainkan perluasan logis dan penting dari kekuatan ekonomi dan maritimnya. Dengan menegaskan kontrol atau pengaruh atas wilayah-wilayah tetangga ini, Ternate mengamankan jalur perdagangannya, memperoleh akses ke sumber daya tambahan (baik manusia maupun alam), dan membangun zona penyangga terhadap potensi pesaing. Imperatif strategis inilah yang menjelaskan mengapa Sulawesi Utara menjadi area kunci dalam lingkup pengaruh Ternate, alih-alih tetap menjadi wilayah periferal atau tidak terhubung.


C. Periodisasi Hubungan yang Akan Dibahas

 

Laporan ini akan mengkaji hubungan antara Kesultanan Ternate dan wilayah Sulawesi Utara melalui tiga periode utama: periode pra-kedatangan bangsa Eropa (sebelum abad ke-16), masa kolonialisme Eropa (abad ke-16 hingga awal abad ke-20), dan warisan yang tersisa hingga masa kontemporer. Periodisasi ini akan membantu dalam menganalisis evolusi hubungan serta dampak-dampak signifikan yang ditimbulkannya.


II. Kesultanan Ternate: Pusat Kekuatan Maritim di Nusantara Timur

 

Kesultanan Ternate berdiri sebagai salah satu kekuatan maritim terkemuka di Nusantara bagian timur, dengan sejarah panjang yang mencakup asal-usul, masa perkembangan, dan puncak kejayaan yang gemilang.


A. Asal-usul, Perkembangan, dan Masa Kejayaan

Kesultanan Ternate bermula dari empat kampung yang sepakat membentuk kerajaan pada tahun 1257 Masehi, dipimpin oleh Baab Mashur Malamo.
1 Awalnya, para kepala desa kampung-kampung ini dikenal sebagai Momole, atau kepala marga.2 Seiring waktu, Ternate tumbuh dan berkembang menjadi entitas politik yang lebih besar.

Agama Islam mulai diperkenalkan di kawasan Ternate sekitar abad ke-14 Masehi.2 Namun, penerimaan Islam secara resmi oleh kerajaan baru terjadi pada pertengahan abad ke-15, tepatnya pada masa kepemimpinan Kolano Marhum (1432-1486 Masehi).2 Putranya, Sultan Zainal Abidin (1486-1500 Masehi), memainkan peran sentral dalam mengukuhkan Islam sebagai agama resmi kerajaan.3 Ia melakukan reformasi signifikan, termasuk mengganti gelar tradisional "kolano" dengan gelar "sultan" yang lebih Islami, serta membentuk lembaga keagamaan seperti Jolebe untuk mendukung penerapan syariat Islam.6

Di bawah kepemimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate bertransformasi dari sebuah kerajaan yang hanya menguasai pulau kecil menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia, khususnya Maluku.7 Masa kejayaan Ternate mencapai puncaknya di bawah Sultan Baabullah (1570-1583 Masehi), yang terkenal karena keberhasilannya mengusir Portugis dari Ternate pada tahun 1575 Masehi.3 Kejayaan ini mengukuhkan posisi Ternate sebagai kekuatan yang tak terbantahkan di wilayah tersebut.

Narasi sejarah ini dengan jelas menggambarkan perkembangan sekuensial: Islam tiba di Ternate pada abad ke-14, secara resmi diadopsi oleh elit penguasa pada pertengahan abad ke-15 di bawah Marhum dan Zainal Abidin, dan selanjutnya, Ternate memulai ekspansi politik dan teritorial yang signifikan, yang mencakup penyebaran Islam secara aktif.2 Reformasi Sultan Zainal Abidin, seperti perubahan gelar dari "kolano" menjadi "sultan" dan formalisasi hukum Islam dalam struktur negara, bukan hanya tindakan keagamaan tetapi juga manuver politik yang sangat strategis. Reformasi ini mengukuhkan identitas kerajaan, menyediakan kerangka kerja yang kohesif untuk pemerintahan, dan menawarkan model yang menarik bagi kekuatan regional lainnya. Adopsi Islam yang cepat dan luas oleh kerajaan-kerajaan lain di Maluku, seperti Tidore dan Bacan, seringkali mengikuti model institusional Ternate 11, menunjukkan bahwa Ternate secara efektif memanfaatkan otoritas dan prestise keagamaannya yang baru ditemukan sebagai alat yang ampuh untuk hegemoni politik dan budaya.


B. Luas Wilayah Kekuasaan dan Struktur Pemerintahan

Pada masa jayanya, kekuasaan Kesultanan Ternate membentang luas, mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur, dan tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina, hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
3 Sultan Baabullah bahkan dikenal dengan julukan "Raja 72 Pulau" 15, sebuah gelar yang mencerminkan luasnya jangkauan kekuasaannya. Ternate juga memegang peran penting dalam proses pengislaman dan pengenalan syariat Islam di wilayah timur Nusantara dan bagian selatan Filipina.6

Struktur pemerintahan Kesultanan Ternate berciri hierarkis, dengan sultan sebagai pemimpin sentral yang memiliki kekuasaan besar. Terdapat dua kelompok elit utama yang menopang pemerintahan: Bobato Dunia yang mengurusi urusan pemerintahan dan Bobato Akhirat yang mengurusi urusan agama.16 Selain itu, terdapat dewan perwakilan rakyat yang disebut Bobato nyagimoi setofkange atau Dewan 18, yang terdiri dari wakil-wakil dari 41 marga di Ternate, menunjukkan adanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.16 Sultan juga mengemban fungsi sebagai imam agung yang bertanggung jawab menjaga tata tertib agama dan menyebarkan ajaran Islam, menegaskan perpaduan antara kekuasaan duniawi dan spiritual.16

Ekspansi Ternate ke Sulawesi Utara, oleh karena itu, tidak semata-mata didorong oleh penaklukan militer atau kepentingan ekonomi. Ekspansi tersebut sangat terkait erat dengan perannya sebagai kekuatan Islam terkemuka di kawasan itu. Adopsi Islam oleh penguasa dan komunitas lokal di Sulawesi Utara mungkin dipengaruhi tidak hanya oleh kekuatan militer dan ekonomi Ternate, tetapi juga oleh legitimasi keagamaannya yang dirasakan dan manfaat dari bersekutu dengan negara Islam yang kuat. Dimensi keagamaan ini menyediakan ikatan budaya dan ideologis yang krusial yang memperkuat dominasi politik dan ekonomi Ternate, menumbuhkan hubungan yang lebih dalam dan langgeng daripada sekadar penaklukan.


III. Hubungan Pra-Eropa: Jaringan Politik, Ekonomi, dan Penyebaran Islam

 

Sebelum kedatangan bangsa Eropa, Kesultanan Ternate telah membangun jaringan hubungan yang kompleks dan luas dengan wilayah Sulawesi Utara, mencakup aspek politik, ekonomi, dan keagamaan.

A. Keterikatan Politik dan Sistem Vasal

Hubungan politik antara Kesultanan Ternate dan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara sangat erat, seringkali dalam bentuk sistem vasal atau pengaruh yang kuat.


1. Hubungan dengan Kerajaan Gorontalo

 

Pada masa tradisional dan awal kerajaan, Gorontalo merupakan wilayah vasal atau kerajaan kecil yang berada di bawah pengaruh dan kekuasaan Kesultanan Ternate.15 Hegemoni Ternate, khususnya di bawah Sultan Baabullah, mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16, dengan ekspansi wilayah yang mencakup Gorontalo dan Limboto di Sulawesi.15 Hubungan ini juga ditandai dengan dinamika perselisihan internal antara kerajaan-kerajaan lokal di Gorontalo dan Limboto, yang terkadang melibatkan intervensi atau pengaruh dari Ternate, menunjukkan peran Ternate sebagai penengah atau kekuatan penyeimbang.15

2. Hubungan dengan Kerajaan Bolaang Mongondow

Kerajaan Bolaang Mongondow, termasuk wilayah seperti Kaidipang Besar dan Bintauna, memiliki hubungan signifikan dengan Kesultanan Ternate, terutama dalam konteks perdagangan dan proses penyebaran Islam.18 Pada abad ke-17, di bawah pemerintahan Raja Loloda Mokoagow, Kerajaan Bolaang Mongondow telah menjalin kontak yang baik dengan Kesultanan Ternate.18 Meskipun Islam masuk dan memberikan pengaruh yang kuat, Bolaang Mongondow tidak secara formal mengubah statusnya menjadi kesultanan, berbeda dengan Ternate atau Buton.20 Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam tingkat formalisasi pengaruh Ternate di berbagai wilayah.

3. Hubungan dengan Minahasa dan Sangihe

Kesultanan Ternate memiliki pengaruh yang kuat di Sulawesi Utara, yang juga menjadi jalur perdagangan penting yang sering dikunjungi oleh pedagang Bugis dari Sulawesi Selatan.21 Pada tahun 1563, Sultan Hairun dari Ternate diketahui berencana mengirimkan pasukan untuk menaklukkan atau mengislamkan wilayah Sulawesi Utara, mengindikasikan ambisi ekspansif Ternate terhadap wilayah ini.22 Hubungan dengan Kepulauan Sangihe dibuktikan dengan adanya benda sejarah "Kelapa Kembar" yang berusia 275 tahun, yang merupakan upeti dari Raja Sangihe kepada Kesultanan Ternate pada tahun 1750.23 Ini menunjukkan adanya hubungan vasal atau setidaknya pengakuan superioritas Ternate yang berlangsung hingga abad ke-18. Minahasa, pada tahun 1644, bahkan mengirimkan utusan ke Ternate untuk meminta agar Belanda mau "bersekutu" dan memberikan perlindungan dari gangguan Kerajaan Bolaang Mongondow dan Spanyol.24 Hal ini menempatkan Ternate sebagai perantara penting dalam hubungan Minahasa dengan kekuatan Eropa yang baru muncul.

Jangkauan politik Ternate meluas jauh ke Sulawesi Utara, terbukti dari pembentukan hubungan vasal dengan entitas seperti Gorontalo dan Sangihe.15 Pengaruh ini tidak terbatas pada kontrol langsung; Ternate juga berfungsi sebagai perantara politik atau pelindung yang krusial bagi entitas lokal, seperti yang terlihat ketika Minahasa mencari aliansi Belanda melalui Ternate.24 Pada saat yang sama, Ternate adalah pendorong utama Islamisasi di wilayah tersebut.6 Fakta bahwa Bolaang Mongondow menjaga hubungan baik dengan Ternate dan bahwa Islam masuk ke wilayah tersebut melalui kontak ini 18 menunjukkan hubungan sebab-akibat yang kuat antara ikatan politik/ekonomi dan penyebaran agama. Ternate berhasil mengintegrasikan Islam ke dalam struktur negaranya, menawarkan model yang kuat untuk organisasi politik dan sosial yang dapat meningkatkan legitimasi dan stabilitas kerajaan-kerajaan lain. Dinamika ini menempatkan Ternate sebagai kekuatan sentral dalam membentuk lanskap sosial-politik dan keagamaan Sulawesi Utara jauh sebelum imposisi langsung pemerintahan kolonial Eropa.

B. Jalur Perdagangan dan Komoditas Utama

Perdagangan merupakan tulang punggung hubungan antara Ternate dan Sulawesi Utara, dengan Ternate sebagai pusat utama dalam jaringan maritim yang luas.


1. Peran Ternate sebagai Pusat Rempah

 

Ternate adalah pusat penghasil rempah-rempah utama di Kepulauan Maluku, khususnya cengkih dan pala, yang sangat melimpah dan membuat wilayah ini dijuluki "The Spicy Island".4 Rempah-rempah ini memiliki nilai setara emas di pasar dunia dan sangat dicari oleh pedagang dari berbagai penjuru, termasuk Arab, Timur Tengah, Melayu, dan Tiongkok.4 Jalur dagang antara Ternate, Hitu, Jawa Timur, dan China telah aktif sejak masa Kerajaan Sriwijaya, menunjukkan keterlibatan Ternate dalam jaringan perdagangan Asia Tenggara yang lebih luas.4 Kota-kota seperti Manado dan Kema di Minahasa memiliki kedekatan geografis dengan Pelabuhan Ternate, yang mendukung kemajuan perdagangan, khususnya komoditas seperti kopra.25


2. Komoditas yang Diperdagangkan (Rempah dan Non-Rempah)

 

Selain cengkih dan pala4, komoditas lain yang diperdagangkan meliputi beras tumbuk, minyak kelapa, lilin, sagu, cangkang penyu, kayu, dan berbagai hasil hutan lainnya.27 Barang-barang impor yang masuk ke Ternate dan didistribusikan di wilayahnya termasuk pakaian, sutera, dan porselen/keramik dari China, serta barang industri, rumah tangga, tembikar, besi, dan kain katun dari Eropa.27 Kelapa dan kopra merupakan komoditas penting bagi masyarakat Minahasa, dengan Manado dan Kema berfungsi sebagai pelabuhan yang terhubung erat dengan Ternate.25 Masyarakat Sangihe Talaud juga memproduksi dan memperdagangkan kain tenun kofo yang terbuat dari serat pisang abaka dan serat kayu.28 Ternate juga merupakan bagian dari jalur perdagangan yang lebih luas, termasuk "Jalur Sutra," meskipun "Jalur Rempah" lebih dominan dalam konteks perdagangan Asia Tenggara.30

Meskipun kekayaan rempah Ternate yang luar biasa tidak diragukan lagi merupakan daya tarik utama bagi perdagangan eksternal, laporan ini mengungkapkan jaringan perdagangan yang jauh lebih luas dan kompleks, melibatkan beragam komoditas di luar rempah-rempah.25 Lokasi strategis pelabuhan-pelabuhan kunci di Sulawesi Utara, seperti Manado dan Kema, yang berdekatan dengan Ternate 25, semakin menggarisbawahi adanya integrasi ekonomi regional yang kuat. Ternate tidak hanya berfungsi sebagai eksportir rempahnya sendiri; ia berfungsi sebagai pusat utama tempat berbagai produk regional dari Sulawesi Utara dan daerah lain dikumpulkan, diproses, dan didistribusikan kembali. Secara bersamaan, barang-barang impor dari negeri-negeri jauh mengalir ke Ternate dan kemudian disebarkan ke seluruh Nusantara bagian timur yang lebih luas. Hal ini menunjukkan sistem ekonomi yang kompleks dan saling bergantung, bukan sekadar aliran barang satu arah yang sederhana.

Keterikatan ekonomi yang rumit ini mendorong hubungan yang lebih dalam antara Ternate dan Sulawesi Utara daripada sekadar hubungan vasal politik. Mereka menciptakan kepentingan ekonomi bersama yang kemungkinan memengaruhi aliansi politik, mendorong pertukaran budaya, dan menuntut hubungan yang stabil. Kemakmuran yang berasal dari jaringan perdagangan yang dinamis ini akan memotivasi para pelaku regional di Sulawesi Utara untuk menjaga hubungan baik dengan Ternate, bahkan jika berada di bawah pengaruh politiknya, karena hal itu memastikan akses vital mereka ke pasar yang menguntungkan dan berbagai macam barang. Integrasi ekonomi yang mendalam ini meletakkan fondasi penting bagi pengaruh budaya dan linguistik yang bertahan lama yang akan diamati pada periode-periode selanjutnya.

Tabel 2: Komoditas Perdagangan Utama antara Ternate dan Sulawesi Utara (Pra-Eropa)

Kategori Komoditas

Asal Utama

Contoh Komoditas

Arah Perdagangan Kunci

Rempah-rempah

Ternate

Cengkih, Pala, Bunga Pala

Ternate ke Eropa, Timur Tengah, Tiongkok

Hasil Bumi Lokal

Sulawesi Utara (Minahasa, Sangihe, Bolaang Mongondow)

Kopra/Kelapa, Kain tenun kofo, Beras tumbuk, Minyak kelapa, Lilin, Sagu, Cangkang penyu, Kayu, Hasil hutan

Sulawesi Utara ke Ternate

Barang Impor

Ternate (didistribusikan dari Ternate)

Pakaian, Sutera, Porselen/Keramik (dari China), Barang industri, Barang rumah tangga, Tembikar, Batang besi dan kawat, Peralatan besi, Kain katun (dari Eropa)

Ternate ke Sulawesi Utara


C. Peran Ternate dalam Islamisasi Wilayah Sulawesi Utara

 

Kesultanan Ternate, sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam di wilayah Nusantara, memainkan peran besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat Islam di wilayah Timur Nusantara dan bagian selatan Filipina.6 Proses masuknya Islam ke Ternate dimulai melalui pedagang Arab pada abad ke-14, meskipun kerajaan baru secara resmi memeluk Islam pada pertengahan abad ke-15.8

Tokoh kunci dalam penyebaran Islam di Ternate adalah Datu Maulana Husein, seorang mubaligh terkemuka dari Jawa (Gresik), yang tiba pada tahun 1465 Masehi.8 Ia berhasil mengislamkan Kolano Marhum dan keluarga istana, serta membuka pengajian yang menarik minat banyak penduduk lokal.8 Sultan Zainal Abidin, setelah naik takhta, mempertegas status Ternate sebagai kerajaan Islam dan memperkenalkan struktur politik serta syariat Islam yang kemudian menjadi model bagi kerajaan-kerajaan lain di Maluku.3

Penyebaran Islam dari Ternate juga meluas ke daerah-daerah lain di Indonesia Bagian Timur, termasuk Buton dan wilayah Sulawesi Selatan.32 Dalam konteks Sulawesi Utara, Kesultanan Ternate menjadi jalur kontak penting bagi masuknya Islam ke Kerajaan Bolaang Mongondow pada abad ke-17.18 Meskipun demikian, di wilayah Bolaang Mongondow Utara, agama Katolik telah menjadi agama raja-raja sebelum masuknya Islam, menunjukkan adanya kompleksitas dan pluralitas dalam sejarah penyebaran agama di wilayah tersebut.18

Proses Islamisasi, yang dipelopori oleh Ternate, memiliki efek mendalam dan jangka panjang pada tatanan sosial dan budaya sebagian Sulawesi Utara. Proses ini memperkenalkan sistem hukum baru, norma sosial, dan identitas keagamaan bersama yang melampaui kepercayaan animisme lokal yang sudah ada. Dimensi keagamaan ini lebih lanjut mengukuhkan warisan sejarah Ternate di wilayah tersebut, memperluas pengaruhnya di luar kontrol politik atau ekonomi semata dan berkontribusi pada lanskap keagamaan yang beragam di Sulawesi Utara saat ini.


IV. Dampak Kedatangan Bangsa Eropa: Konflik, Monopoli, dan Pergeseran Kekuasaan

 

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa pada abad ke-16 secara fundamental mengubah dinamika hubungan antara Kesultanan Ternate dan wilayah Sulawesi Utara, memperkenalkan periode konflik, monopoli, dan pergeseran kekuasaan yang signifikan.


A. Interaksi dengan Portugis dan Spanyol

 

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa, termasuk Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris, ke Maluku pada abad ke-16 didorong oleh daya tarik rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi di pasar Eropa.13 Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Maluku pada tahun 1512, setelah sebelumnya berhasil menguasai Malaka.35 Kehadiran mereka awalnya diterima dengan baik di Ternate karena adanya kesamaan kepentingan perdagangan dan kebutuhan Ternate akan sekutu untuk melawan Kerajaan Tidore.35 Sultan Bayanullah bahkan menyambut hangat kedatangan Portugis, melihat mereka sebagai sekutu yang berpotensi menguntungkan.35

Portugis kemudian membangun benteng Sao Paulo di Ternate.34 Namun, praktik monopoli perdagangan cengkih yang serakah dan upaya penyebaran agama Kristen oleh Portugis segera memicu penolakan dan perlawanan dari Kesultanan Ternate.34 Spanyol tiba di Maluku pada tahun 1521 dan menjalin persekutuan dengan Kerajaan Tidore.34 Kedatangan Spanyol ini memperparah perselisihan yang sudah ada antara Ternate dan Tidore, sebuah situasi yang kemudian dimanfaatkan oleh bangsa Eropa untuk mengadu domba kedua kerajaan, melemahkan kekuatan lokal demi keuntungan mereka sendiri.9

Konflik antara Ternate dan Portugis pecah pada tahun 1560-an, dipicu oleh permintaan bantuan dari Muslim di Ambon kepada Sultan Ternate untuk mencegah upaya Kristenisasi oleh Eropa.14 Sultan Hairun, dan kemudian putranya Sultan Baabullah, memimpin perlawanan sengit yang berpuncak pada pengusiran Portugis dari Ternate pada tahun 1575 Masehi.3 Perseteruan antara Portugis dan Spanyol di Maluku akhirnya diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Saragosa pada tahun 1529, yang mengharuskan Spanyol meninggalkan Maluku dan menyingkir ke Filipina.39 Hal ini menyebabkan Portugis sempat mendominasi Ternate untuk sementara waktu. Bangsa Portugis dan Spanyol juga secara aktif berusaha mengkristenkan penduduk di wilayah utara Sulawesi, seperti Manado, Pulau Siau, Kaidipang, dan Toli-Toli, sebagai upaya untuk mendahului dan menghambat penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Ternate.14

Kedatangan kekuatan Eropa, yang awalnya dianggap oleh Ternate sebagai sekutu strategis potensial, dengan cepat berubah menjadi sumber konflik utama karena ambisi monopoli mereka yang agresif dan agenda keagamaan yang terang-terangan.34 Tekanan eksternal ini tidak hanya memperkenalkan aktor-aktor baru tetapi secara kritis memperburuk persaingan pribumi yang sudah ada, khususnya antara Ternate dan Tidore 9, secara efektif mengubah persaingan regional menjadi perang proksi bagi kekuatan kolonial global. Pergeseran cepat dari kerja sama awal ke konflik yang meluas 35 menunjukkan bagaimana intervensi Eropa secara fundamental mengganggu keseimbangan kekuatan pribumi yang sudah ada, memaksa kerajaan-kerajaan lokal untuk terus-menerus mengevaluasi kembali aliansi mereka dan mengadopsi strategi baru untuk bertahan hidup di tengah ancaman eksternal yang meningkat.

Periode keterlibatan Eropa yang intens ini menandai titik balik yang mendalam dan tidak dapat diubah, tidak hanya bagi Kesultanan Ternate tetapi juga bagi seluruh lingkup pengaruhnya, termasuk Sulawesi Utara. Wilayah tersebut menjadi medan pertempuran strategis bagi kekuatan global yang bersaing, menyebabkan jaringan aliansi yang kompleks dan berubah-ubah (misalnya, Minahasa mencari bantuan Belanda melalui Ternate 24) dan erosi kedaulatan pribumi yang bertahap tetapi tak terhindarkan. Era ini meletakkan dasar yang krusial bagi dominasi kolonial langsung di masa depan dan secara fundamental mengubah lanskap politik, ekonomi, dan sosial Indonesia Timur selama berabad-abad yang akan datang.


B. Dominasi VOC dan Kebijakan Monopoli

 

Setelah Portugis dan Spanyol, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dari Belanda muncul sebagai kekuatan dominan. VOC didirikan pada tahun 1602 36 dan dengan cerdik memanfaatkan perselisihan yang memburuk antara Ternate dan Tidore. Dengan mendukung Ternate, VOC berhasil memperoleh konsesi penting, termasuk monopoli rempah-rempah dan izin untuk membangun benteng (Fort Oranje) di Ternate.3

Perjanjian Ternate-VOC yang ditandatangani pada tahun 1607 Masehi secara resmi bertujuan untuk mengusir Spanyol dari kawasan tersebut, sebagai bagian dari konflik yang lebih besar antara Belanda dan Spanyol di Eropa.3 Perjanjian ini juga mencakup penyerahan daerah Sangir Talaud (kecuali Siau) dari Ternate kepada VOC, menandai awal pergeseran kendali atas wilayah-wilayah taklukan Ternate.22 Pada tahun 1609 Masehi, VOC memperbarui perjanjiannya dengan Kesultanan Ternate, yang semakin mengukuhkan monopoli penuh VOC atas produksi rempah-rempah, kendali mutlak atas barang impor dan ekspor, serta hak eksklusif untuk mengangkut semua komoditas.9 Puncaknya, pada 7 Juli 1683, Sultan Sibori dari Ternate dipaksa menandatangani perjanjian yang secara efektif menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan vasal kolonial, mengakhiri kedaulatan penuhnya.9 Dengan status vasal ini, Belanda memperoleh kewenangan yang jauh lebih besar terhadap wilayah yang dikuasainya.41


1. Kebijakan Ekonomi VOC dan Konsekuensinya

 

VOC menerapkan serangkaian kebijakan monopoli yang sangat kejam untuk memaksimalkan keuntungan. Ini termasuk Hongi Tochten, yaitu pelayaran pengawasan bersenjata untuk mengawasi para pedagang Maluku; Ekstirpasi, penebangan tanaman rempah-rempah penduduk agar produksinya tidak berlebihan dan harga tetap tinggi; Contingenten, kewajiban rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil bumi; dan Verplichte Leverantie, kewajiban rakyat menjual hasil bumi hanya kepada VOC dengan harga yang ditentukan sepihak oleh VOC.42

Dampak negatif dari kebijakan ini sangat parah, meliputi penurunan drastis pendapatan rakyat, pembantaian massal, penderitaan fisik akibat kerja terlalu keras, dan penurunan produksi padi karena tanaman ini tidak laku di pasaran internasional yang dikuasai VOC.42 Meskipun demikian, terdapat dampak positif yang sangat minim, yaitu pedagang pribumi memperoleh informasi tentang pasar internasional dan tata cara perdagangan, serta dapat menjalin hubungan dengan bangsa lain.42


2. Pergeseran Loyalitas Politik di Sulawesi Utara menuju Belanda

 

Abad ke-17 menjadi periode paling suram bagi Kesultanan Ternate, karena daerah-daerah taklukannya satu per satu mulai melepaskan diri dari kontrol Ternate.44 Loyalitas yang berhasil dipulihkan oleh Ternate tidak lagi sekuat dan sedalam di masa kejayaan Sultan Baabullah.44 Perjanjian Belanda dengan Ternate pada tahun 1607 menjadi landasan hukum yang mengesahkan tindakan-tindakan Belanda di wilayah Sulawesi Utara.22

Minahasa, yang sebelumnya memiliki hubungan historis dengan Ternate, akhirnya berada di bawah pemerintahan langsung Belanda sekitar tahun 1870. Keterikatan ini begitu kuat sehingga Minahasa bahkan sering disebut sebagai "provinsi ke-12 Belanda" pada tahun 1947.21 Pada tahun 1915, terjadi perubahan administratif di Ternate. Wilayah

gouvernement (bekas wilayah Spanyol/Portugis yang dikuasai Belanda) diubah menjadi distrik Zuid-Ternate di bawah kendali Kapita Makassar, dan penduduk Kristen di wilayah tersebut ditempatkan langsung di bawah pemerintahan gouvernement, menunjukkan konsolidasi kontrol langsung Belanda.45

Strategi VOC melampaui sekadar mendirikan pos perdagangan; itu adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membongkar struktur kekuasaan pribumi yang ada. Dengan mengeksploitasi persaingan yang mengakar antara Ternate dan Tidore 9 dan menawarkan "perlindungan" atau aliansi 3, VOC memperoleh pengaruh politik yang krusial. Pengaruh ini memuncak pada penaklukan paksa Ternate, mengubahnya menjadi negara vasal belaka.41 Implementasi kebijakan ekonomi brutal seperti

Hongi Tochten dan Ekstirpasi 42 menunjukkan strategi yang diperhitungkan tidak hanya untuk mengendalikan pasokan dan menekan harga rempah-rempah tetapi juga untuk secara aktif mencegah akumulasi kekayaan oleh penduduk lokal. Hal ini secara efektif mengubah hubungan perdagangan yang saling menguntungkan menjadi sistem eksploitasi murni. Penaklukan ekonomi ini secara langsung menyebabkan melemahnya politik dan hilangnya kedaulatan Ternate, dan, sebagai dampaknya, pengaruhnya yang telah lama terhadap Sulawesi Utara.

Periode ini menandai kemunduran yang tidak dapat diubah dari dominasi regional Ternate dan kebangkitan hegemoni Eropa, khususnya Belanda. Pergeseran mendalam dalam loyalitas politik di Sulawesi Utara, menjauh dari Ternate dan menuju Belanda, adalah konsekuensi langsung dan tak terhindarkan dari berkurangnya kekuatan Ternate dan konsolidasi kontrol agresif Belanda. Eksploitasi ekonomi yang meluas memiliki efek merusak yang parah dan berjangka panjang pada penduduk lokal dan ekonomi mereka, secara fundamental membentuk lintasan pembangunan wilayah tersebut selama berabad-abad di bawah kekuasaan kolonial.

Tabel 3: Dampak Kebijakan Monopoli VOC terhadap Ternate dan Wilayah Sulawesi Utara

Kebijakan VOC

Dampak Negatif Utama

Dampak Positif (Minimal)

Dampak Khusus pada Ternate/Sulawesi Utara

Hongi Tochten

Penderitaan fisik (kerja paksa), Menurunnya jumlah penduduk (pembantaian)



Ekstirpasi

Produksi padi menurun (tidak laku/gagal panen), Pendapatan rakyat menurun drastis



Contingenten

Rakyat wajib membayar pajak hasil bumi



Verplichte Leverantie

Rakyat wajib menjual rempah ke VOC dengan harga rendah

Pedagang pribumi memperoleh informasi pasar internasional, Pengetahuan tata cara perdagangan, Kesempatan menjalin hubungan dengan bangsa lain

Kehilangan kedaulatan Ternate (menjadi vasal Belanda), Pergeseran loyalitas politik di Sulawesi Utara ke Belanda, Perubahan dan pembagian wilayah administratif di Ternate di bawah kendali Belanda


C. Perubahan Struktur Politik Lokal di Sulawesi Utara

 

Sebelum kedatangan bangsa Barat, struktur politik lokal di wilayah Sulawesi Utara, seperti di Minahasa, didominasi oleh elit tradisional seperti tonaas dan walian yang memegang kekuasaan politik dan adat istiadat.24 Ketidakmampuan elit tradisional Minahasa untuk secara mandiri melindungi warganya dari ancaman eksternal, seperti gangguan dari kerajaan Bolaang Mongondow dan Spanyol, mendorong mereka untuk mencari aliansi. Aliansi ini seringkali dicari melalui perantara Ternate dengan Belanda.24

Perjanjian "persahabatan" dan "persekutuan" antara Belanda dan Minahasa, yang dikenal sebagai Verbond 10 Januari 1679, membuka jalan bagi serangkaian kontrak selanjutnya yang terus diperbarui oleh pihak Belanda, secara progresif mengukuhkan dominasi kolonial.24 Kedatangan dan dominasi Eropa, khususnya Belanda, menyebabkan pergeseran signifikan dalam struktur politik lokal. Kedudukan elit-elit tradisional Minahasa seperti

tonaas dan walian secara bertahap digusur dan digantikan oleh elit-elit baru yang seringkali beragama Kristen, dengan gereja menjadi struktur dominan dalam konteks masyarakat Minahasa kontemporer.24

Di Ternate sendiri, terjadi dualisme pemerintahan antara otoritas kolonial Belanda dan Kesultanan. Meskipun bangsawan Ternate masih memiliki kekuasaan tertentu atas pengawasan lahan, mereka berada di bawah pengawasan ketat gouvernement Belanda.45 Perubahan administratif pada tahun 1915 di Ternate lebih lanjut mengkonsolidasikan kontrol Belanda, mengubah wilayah gouvernement menjadi distrik Zuid-Ternate di bawah pimpinan Kapita Makassar, dan menempatkan penduduk Kristen secara khusus dan langsung di bawah pemerintahan gouvernement.45

Bukti-bukti yang ada dengan jelas menggambarkan proses di mana struktur kekuasaan pribumi yang sudah ada, seperti yang dicontohkan oleh tonaas dan walian di Minahasa 24, pada awalnya memegang kendali. Ancaman eksternal, seperti dari Bolaang Mongondow dan Spanyol, memaksa elit-elit lokal ini untuk mencari perlindungan eksternal, seringkali difasilitasi melalui Ternate kepada Belanda.24 "Aliansi" atau pengaturan perlindungan awal ini selanjutnya menjadi saluran langsung bagi penetrasi dan kontrol Belanda yang lebih dalam. Proses ini pada akhirnya mengarah pada penggantian elit tradisional oleh elit baru, yang seringkali beragama Kristen.24 Ini bukan sekadar perubahan kepemimpinan tetapi rekonfigurasi fundamental tatanan politik dan sosial, di mana konversi agama (ke Kristen) menjadi terjalin erat dengan keselarasan politik dan loyalitas kepada kekuatan kolonial.

Periode kolonial tidak hanya menempatkan kekuasaan Eropa; periode tersebut secara aktif membongkar, membentuk kembali, dan seringkali mengkooptasi hierarki pemerintahan dan sosial pribumi yang ada. Hal ini memiliki efek mendalam dan jangka panjang pada identitas, dinamika kekuasaan, dan stratifikasi sosial di wilayah seperti Minahasa, menyebabkan munculnya pusat-pusat kekuasaan baru (misalnya, gereja sebagai struktur dominan) dan pergeseran signifikan dalam orientasi budaya dan keagamaan, menjauh dari pengaruh Islam Ternate yang telah lama ada.


V. Pengaruh Budaya dan Sosial Ternate di Sulawesi Utara

 

Meskipun terjadi pergeseran kekuasaan yang drastis akibat kolonialisme Eropa, jejak pengaruh budaya dan sosial Kesultanan Ternate tetap bertahan kuat di wilayah Sulawesi Utara, terutama dalam aspek linguistik dan adat istiadat.


A. Pengaruh Linguistik (Bahasa Melayu Ternate)

Bahasa Ternate memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap pembentukan Bahasa Melayu yang digunakan oleh masyarakat di wilayah timur Indonesia.
46 Secara spesifik, sebanyak 46% kosakata Bahasa Melayu yang digunakan di Manado, Sulawesi Utara, diketahui berasal dari Bahasa Ternate.46 Ini adalah indikator kuat dari interaksi linguistik yang mendalam dan berkelanjutan antara kedua wilayah.

Ungkapan-ungkapan metaforis dari Bahasa Melayu Ternate bahkan telah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari di masyarakat Sulawesi Utara, mencerminkan ciri khas hubungan kekerabatan dan pola pikir penuturnya.47

Persentase kosakata Ternate yang sangat tinggi yang ditemukan dalam Bahasa Melayu Manado adalah indikator yang kuat dan nyata dari interaksi historis yang dalam, berkepanjangan, dan ekstensif antara Ternate dan Sulawesi Utara.46 Tingkat asimilasi linguistik ini jauh melampaui jargon perdagangan sederhana; hal itu sangat menyiratkan interaksi sosial yang signifikan, perkawinan antar etnis, dan bahkan mungkin migrasi berkelanjutan selama berabad-abad, yang memungkinkan transfer budaya dan linguistik yang substansial. Meskipun migrasi pada tahun 1999 47 berfungsi untuk memperkuat hubungan ini, pengaruh inti jelas mendahuluinya, menunjuk pada sejarah panjang orang Ternate yang hidup, berdagang, dan berinteraksi secara intim di dalam komunitas Sulawesi Utara.

Pengaruh linguistik yang bertahan lama ini berfungsi sebagai warisan yang kuat dan tak terbantahkan dari dominasi historis Ternate dan difusi budayanya yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa dampak Ternate tidak hanya merupakan fenomena dari atas ke bawah (dari kesultanan ke kerajaan vasal) tetapi juga meresap ke tingkat akar rumput, membentuk komunikasi sehari-hari, norma sosial, dan ekspresi budaya di kalangan masyarakat umum di Sulawesi Utara. Keterkaitan linguistik yang mendalam ini menyoroti ruang historis dan budaya bersama yang melampaui batas-batas administratif dan politik modern, menggarisbawahi dampak jangka panjang dari peran historis Ternate.


B. Pengaruh Adat Istiadat dan Kepercayaan

 

Masyarakat Ternate memiliki corak kehidupan sosial budaya yang sangat kental dengan budaya Islam yang dianut secara resmi oleh Kesultanan Ternate.48 Meskipun Islam telah menjadi agama resmi, praktik-praktik kepercayaan animisme dan dinamisme (agama asli) masih tetap dipraktikkan oleh sebagian masyarakat Ternate. Contohnya adalah kepercayaan terhadap Gunung Gamalama sebagai sumber kekuatan gaib dan pelaksanaan upacara joko kaha (injak tanah).48

Upacara adat Ternate, seperti joko kaha, yang dilakukan untuk menyambut tamu agung, pada kelahiran anak, saat cukur rambut, dan dalam upacara perkawinan, menunjukkan nilai sakral dan penghormatan yang mendalam terhadap alam dan leluhur.49 Sistem adat Ternate didasarkan pada lima kerangka dasar (adat se atorang, istiadat se kabasarang, galib se lukudi, ngare se cara sere se doniru, cing se cingari) yang mengatur berbagai aspek kehidupan sosial dan pemerintahan, secara harmonis memadukan nilai-nilai Islam dengan budaya lokal.50 Pernikahan di Ternate dipandang sebagai peristiwa yang sangat sakral, dengan ritual yang memadukan ajaran Islam dan adat istiadat setempat, seperti sigado salam dan saro-saro.49 Simbol-simbol dalam makanan adat (ngogu adat) juga memiliki makna mendalam, melambangkan armada laut kesultanan, kekayaan pertanian, dan budi pekerti masyarakat.49

Identitas budaya Ternate dicirikan oleh perpaduan kuat antara pengaruh Islam formal dan praktik kepercayaan animisme/dinamisme yang lebih tua yang terus-menerus dilakukan.48 Sinkretisme ini jelas terlihat dalam bagaimana ritual tradisional, seperti joko kaha, telah diadaptasi dan diintegrasikan ke dalam konteks Islam 48, dan bagaimana nilai-nilai Islam telah ditenun ke dalam kerangka adat tradisional.50 Hal ini menunjukkan bahwa "ekspor" budaya Ternate ke Sulawesi Utara tidak akan menjadi paket Islam monolitik dan murni, melainkan bentuk Islam yang nuansa dan terlokalisasi yang sangat terjalin dengan praktik-praktik pribumi yang ada. Praktik berkelanjutan dari adat istiadat unik ini di Ternate, meskipun berabad-abad dipengaruhi oleh pihak luar (termasuk kolonialisme Eropa), menunjukkan identitas budaya yang tangguh dan mudah beradaptasi.

Pengaruh budaya Ternate di Sulawesi Utara kemungkinan besar tidak bermanifestasi sebagai penggantian total adat istiadat lokal, melainkan sebagai lapisan atau integrasi, terutama di daerah-daerah di mana pengaruh politik dan keagamaan Ternate paling kuat (misalnya, Bolaang Mongondow melalui proses Islamisasi). Dinamika ini berkontribusi pada permadani budaya Sulawesi Utara yang kompleks dan kaya, di mana lapisan-lapisan pengaruh pribumi, Ternate-Islam, dan kemudian Eropa-Kristen hidup berdampingan, berinteraksi, dan seringkali bercampur, menciptakan identitas regional yang unik.


C. Pengaruh Arsitektur dan Migrasi Penduduk

 

Kesultanan Ternate memiliki peninggalan arsitektur yang khas, terutama Istana Raja atau Sultan yang dikenal sebagai Kedaton atau Keraton.51 Bangunan ini berfungsi ganda sebagai pusat pemerintahan dan sebagai inti kota.51 Arsitektur Kedaton Ternate memiliki ciri khas dan makna simbolik yang tinggi. Desainnya, termasuk ukiran, hiasan, dan warna, mengandung pesan-pesan tersembunyi yang mendalam.51 Bangunan-bangunan bekas hunian sultan, pejabat kesultanan, dan pemimpin komunitas etnis di Ternate menunjukkan perpaduan ciri arsitektur kolonial dan lokal, mencerminkan pengaruh gaya Indis.52

Meskipun tidak ada kutipan yang secara langsung menyatakan pengaruh arsitektur Ternate di Sulawesi Utara, adanya migrasi penduduk Ternate ke kota-kota seperti Manado, Bitung, dan Minahasa 47 mengindikasikan potensi transfer elemen arsitektur atau pola permukiman, terutama dalam komunitas migran yang berupaya mereplikasi lingkungan asal mereka. Konflik SARA di Ternate pada tahun 1999 menyebabkan perpindahan besar-besaran penduduk Ternate ke Sulawesi Utara. Pemerintah Sulawesi Utara bahkan menyediakan fasilitas perumahan untuk menampung para migran ini 47, menandai migrasi signifikan di era kontemporer yang memperkuat kembali koneksi demografis dan budaya antara kedua wilayah.

Meskipun bukti langsung dan eksplisit tentang pengaruh arsitektur Ternate di Sulawesi Utara tidak disediakan dalam materi, migrasi besar-besaran penduduk Ternate ke Sulawesi Utara yang didokumentasikan 47 merupakan faktor penting untuk menyimpulkan adanya transmisi budaya. Ketika orang bermigrasi, mereka secara tidak terhindarkan membawa serta praktik budaya, preferensi, dan pengetahuan mereka. Ini termasuk preferensi untuk gaya bangunan, organisasi spasial komunitas, dan teknik konstruksi tradisional. Fakta bahwa migrasi ini signifikan dan relatif baru (1999) berarti bahwa elemen budaya Ternate bukan hanya peninggalan sejarah tetapi merupakan pengaruh hidup yang terus berkembang dan secara aktif membentuk komunitas kontemporer di Sulawesi Utara. Migrasi modern ini juga secara kuat menyoroti hubungan manusia dan budaya yang abadi antara kedua wilayah ini, bahkan di hadapan pergeseran politik historis yang signifikan.

Ikatan historis antara Ternate dan Sulawesi Utara tidak terbatas pada sejarah kuno atau kolonial, tetapi terus bermanifestasi dalam demografi kontemporer, pola linguistik, dan praktik budaya. Interaksi yang berkelanjutan ini, terutama melalui migrasi baru-baru ini, berarti bahwa "sejarah" hubungan mereka masih ditulis, dengan lapisan-lapisan baru pertukaran budaya, adaptasi, dan integrasi yang terus muncul. Aspek dinamis ini menggarisbawahi relevansi laporan di luar narasi murni historis, menghubungkan pengaruh masa lalu dengan realitas saat ini.

VI. Kesimpulan: Warisan Sejarah dan Implikasi Kontemporer

Hubungan antara Kesultanan Ternate dan wilayah Sulawesi Utara adalah sebuah narasi yang kompleks dan dinamis, yang telah membentuk lanskap sosio-kultural di kedua wilayah selama berabad-abad.


A. Sintesis Evolusi Hubungan dan Dampaknya

 

Hubungan ini berevolusi dari dominasi politik dan ekonomi yang kuat di era pra-Eropa, didorong oleh kendali Ternate atas perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan dan perannya sebagai pusat penyebaran Islam. Ternate, dengan posisi geostrategisnya dan kekayaan rempah-rempah, mampu membangun jaringan vasal dan perdagangan yang luas, menjadikan Sulawesi Utara sebagai bagian integral dari lingkup pengaruhnya.

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa secara fundamental mengubah dinamika ini. Ternate, yang semula merupakan kekuatan regional yang perkasa, secara bertahap tereduksi menjadi kerajaan vasal di bawah kendali kolonial. Pergeseran kekuasaan ini secara paralel mengalihkan loyalitas politik dan ekonomi wilayah Sulawesi Utara dari Ternate menuju kekuatan kolonial Eropa, terutama Belanda. Kebijakan monopoli VOC yang kejam tidak hanya merusak ekonomi lokal tetapi juga secara sistematis membongkar struktur kekuasaan pribumi yang ada, menggantikannya dengan hierarki yang disesuaikan dengan kepentingan kolonial.

Meskipun terjadi pergeseran kekuasaan yang drastis dan penaklukan politik serta ekonomi yang mendalam oleh kekuatan Eropa, warisan Ternate tetap bertahan dan termanifestasi dalam bentuk pengaruh linguistik yang signifikan, jejak-jejak adat istiadat, dan pola migrasi penduduk yang berkelanjutan.


B. Warisan Budaya dan Historis yang Berkelanjutan

 

Pengaruh Bahasa Melayu Ternate yang signifikan terhadap kosakata Bahasa Melayu di Manado (46%) adalah bukti nyata dari interaksi budaya yang mendalam dan berkelanjutan antara kedua wilayah.46 Ini menunjukkan bahwa hubungan mereka melampaui politik dan ekonomi, meresap ke dalam aspek kehidupan sehari-hari dan membentuk identitas linguistik yang unik.

Keberadaan komunitas Ternate di Sulawesi Utara, yang diperkuat oleh gelombang migrasi kontemporer (seperti pada tahun 1999 akibat konflik SARA), memastikan bahwa ikatan historis ini tetap relevan dan terus berkembang dalam masyarakat modern.47 Migrasi ini menjadi vektor bagi transmisi budaya yang berkelanjutan, menjaga agar pengaruh Ternate tidak hanya menjadi catatan sejarah tetapi juga bagian dari realitas kontemporer.

Terlepas dari penaklukan politik dan ekonomi yang mendalam yang diberlakukan oleh kekuatan Eropa, yang menyebabkan kemunduran formal kedaulatan Ternate dan pergeseran jelas dalam kesetiaan formal menjauh dari Ternate, "bayangan" budaya dan linguistiknya secara luar biasa tetap bertahan.46 Ketahanan ini menunjukkan bahwa pengaruh budaya, setelah tertanam kuat melalui interaksi berkelanjutan selama berabad-abad, jaringan perdagangan yang luas, dan penyebaran agama yang meluas, memiliki daya tahan yang jauh melebihi sifat sementara batas-batas politik atau kekuatan koersif monopoli ekonomi. Migrasi populasi Ternate baru-baru ini ke Sulawesi Utara 47 semakin memperkuat gagasan bahwa hubungan historis ini bukanlah peninggalan masa lalu yang statis tetapi merupakan pengaruh hidup dan berkembang yang terus bermanifestasi dan membentuk masyarakat kontemporer.

Memahami sejarah yang kompleks ini sangat penting untuk mengapresiasi keragaman budaya dan identitas regional di Indonesia Timur, serta bagaimana berbagai pengaruh historis telah membentuk lanskap sosio-kultural saat ini. Warisan sejarah Ternate yang mendalam di Sulawesi Utara memberikan pemahaman yang lebih bernuansa tentang identitas regional, hubungan antar-etnis, dan permadani kompleks sejarah Indonesia, menunjukkan bagaimana hegemoni masa lalu dapat meninggalkan jejak yang tak terhapuskan yang melampaui struktur politik formal.

Sumber Rujukan

  1. Sejarah Kesultanan Ternate sebagai Kerajaan Islam Tertua | kumparan.com, diakses Juli 20, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/sejarah-kesultanan-ternate-sebagai-kerajaan-islam-tertua-220NC7hzSn3
  2. Sejarah Kerajaan Ternate, Masa Kejayaan, dan Peninggalannya | kumparan.com, diakses Juli 20, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/sejarah-kerajaan-ternate-masa-kejayaan-dan-peninggalannya-22PUHNadIBd
  3. KESULTANAN TERNATE PADA ABAD XVI-XVII (Kajian Historis Tentang Peranannya Terhadap Perkembangan Islam) Skripsi Diajukan untuk Me - Repositori UIN Alauddin Makassar, diakses Juli 20, 2025, http://repositori.uin-alauddin.ac.id/13390/1/IRNAWATI%20GANI%20ARIF.pdf
  4. Arti Penting Kerajaan Ternate dalam Dunia Perdagangan pada Masa Lalu - Kompas.com, diakses Juli 20, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/06/170000679/arti-penting-kerajaan-ternate-dalam-dunia-perdagangan-pada-masa-lalu
  5. Menguak Peran Strategis Kerajaan Ternate dan Tidore dalam Jalur Rempah, diakses Juli 20, 2025, https://www.netralnews.com/menguak-peran-strategis-kerajaan-ternate-dan-tidore-dalam-jalur-rempah/L2tOQi92UzYxU3NFcjBtYVNzYXg0UT09
  6. Kesultanan Ternate: Konflik Internal Hingga Perang Terhadap Penjajah - Koran Sulindo, diakses Juli 20, 2025, https://koransulindo.com/kesultanan-ternate-konflik-internal-hingga-perang-terhadap-penjajah/
  7. Kesultanan Ternate - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juli 20, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate
  8. BAB III MASUKNYA ISLAM DI TERNATE A. Sejarah Masuknya Islam dan Pembawa Islam di Ternate Penyebaran Islam di Indonesia tidak ter, diakses Juli 20, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/45/4/Bab%203.pdf
  9. PERDAGANGAN DAN POLITIK DI KESULTANAN TERNATE PADA ERA PEMERINTAHAN BELANDA - Journal Unhas, diakses Juli 20, 2025, https://journal.unhas.ac.id/index.php/jib/article/view/21254/8481
  10. RANCANGAN - DPR RI, diakses Juli 20, 2025, https://berkas.dpr.go.id/akd/dokumen/K1_kunjungan_Propinsi_Sulawesi_Utara.doc
  11. Islamisasi di Tanah Ternate - Historia.ID, diakses Juli 20, 2025, https://www.historia.id/article/islamisasi-di-tanah-ternate-pdbwl
  12. KEHIDUPAN KELUARGA SULTAN TERNATE ABAD 20, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/pusaka/article/download/6577/4169
  13. Letak Kerajaan Ternate dan Tidore beserta Sejarahnya | kumparan.com, diakses Juli 20, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/letak-kerajaan-ternate-dan-tidore-beserta-sejarahnya-20c4UIwm6D5
  14. Baabullah dari Ternate - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juli 20, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Baabullah_dari_Ternate
  15. IKRAR U DULUWO LIMO LO PAHALAA: BENTUK KESADARAN ETNIS GORONTALO ERA PRAKOLONIAL Oleh Mahyudin Damis1 ABSTRACT - E-Journal UNSRAT, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/holistik/article/view/11017/10606
  16. JURNAL ILMU BUDAYA ISLAM DAN STRUKTUR PEMERINTAHAN KESULTANAN TERNATE - Journal Unhas, diakses Juli 20, 2025, https://journal.unhas.ac.id/index.php/jib/article/view/32031/10888
  17. Perkembangan Morfologi Kota Gorontalo Dari Masa Tradisional Hingga Kolonial, diakses Juli 20, 2025, https://repositori.kemdikbud.go.id/9904/1/Gorontalo.pdf
  18. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Sebelum Islam masuk di Kerajaan Bolaang Mongondow, sudah terdapat kepercayaan animisme dan dinamis - Siat UNG, diakses Juli 20, 2025, https://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2014-2-1-87201-231410078-bab5-15012015023412.pdf
  19. Islam di Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara: Dinamika Islamisasi di Kerajaan Kaidipang Besar dan Bintauna Abad ke-7-19 M - ResearchGate, diakses Juli 20, 2025, https://www.researchgate.net/publication/339388625_Islam_di_Bolaang_Mongondow_Utara_Sulawesi_Utara_Dinamika_Islamisasi_di_Kerajaan_Kaidipang_Besar_dan_Bintauna_Abad_ke-7-19_M
  20. Dinamika Islamisasi di Bolaang Mongondow Raya, Sulawesi Utara, Abad ke-17-20 - SIMLITBANG Kementerian Agama RI, diakses Juli 20, 2025, https://simlitbang.balitbangdiklat.net/assets_front/pdf/1607750627Islam_di_Bolaang_Mongondow_Raya.pdf
  21. Sejarah Minahasa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juli 20, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Minahasa
  22. Sejarah perlawanan terhadap imperialisme kolonialisme sulawesi utara.pdf, diakses Juli 20, 2025, https://repositori.kemendikdasmen.go.id/13022/1/Sejarah%20perlawanan%20terhadap%20imperialisme%20kolonialisme%20sulawesi%20utara.pdf
  23. Sultan bawa bukti sejarah hubungan Ternate dan Sangihe - ANTARA News, diakses Juli 20, 2025, https://www.antaranews.com/berita/4624781/sultan-bawa-bukti-sejarah-hubungan-ternate-dan-sangihe
  24. Politik Ke-Minahasaan dari Waktu Ke Waktu: Perspektif Strukturasi. Alfon Kimbal PENDAHULUAN Tulisan ini bertujuan untuk menegask, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/JAP/article/download/11384/10973/22719
  25. DINAMIKA TATA NIAGA KOPRA DI MINAHASA (1946-1958) - Neliti, diakses Juli 20, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/291747-dinamika-tata-niaga-kopra-di-minahasa-19-b1f11f85.pdf
  26. KAJIAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIJI PALA - Jurnal Standardisasi, diakses Juli 20, 2025, https://js.bsn.go.id/index.php/standardisasi/article/download/111/pdf
  27. DARI MONOPOLI HINGGA PELABUHAN BEBAS: AKTIVITAS PERDAGANGAN DI KARESIDENAN TERNATE 1854-1930 ABSTRACT - ResearchGate, diakses Juli 20, 2025, https://www.researchgate.net/publication/336261129_DARI_MONOPOLI_HINGGA_PELABUHAN_BEBAS_AKTIVITAS_PERDAGANGAN_DI_KARESIDENAN_TERNATE_1854-1930/fulltext/5d974491299bf1c363f7a6f0/DARI-MONOPOLI-HINGGA-PELABUHAN-BEBAS-AKTIVITAS-PERDAGANGAN-DI-KARESIDENAN-TERNATE-1854-1930.pdf
  28. KAIN TENUN TRADISIONAL KOFI DI SANGIHE.pdf, diakses Juli 20, 2025, https://repositori.kemdikbud.go.id/8363/1/KAIN%20TENUN%20TRADISIONAL%20%20KOFI%20DI%20SANGIHE.pdf
  29. BANDAR NIAGA DI PERAIRAN MALUKU DAN PERDAGANGAN REMPAH-REMPAH Commercial Port in the Moluccas Territorial Water and Spice Trade - Neliti, diakses Juli 20, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/144110-ID-bandar-niaga-di-perairan-maluku-dan-perd.pdf
  30. Unkhair Dukung Ternate Sebagai Titik Nol Jalur Rempah, diakses Juli 20, 2025, https://unkhair.ac.id/unkhair-dukung-ternate-sebagai-titik-nol-jalur-rempah/
  31. ternate sebagai bandar di jalur sutra, diakses Juli 20, 2025, https://repositori.kemendikdasmen.go.id/13218/1/TERNATE%20SEBAGAI%20BANDAR%20DI%20JALUR%20SUTRA.pdf
  32. Abstract This article presents a study of the beginning of the cultural propagation movement amid Ternate society which still ad - Al-Mishbah: Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi, diakses Juli 20, 2025, https://www.almishbahjurnal.com/index.php/al-mishbah/article/download/110/93
  33. Hubungan Kerajaan Ternate dan Tidore dengan Ulama dari Gresik - Kompas.com, diakses Juli 20, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/25/201023879/hubungan-kerajaan-ternate-dan-tidore-dengan-ulama-dari-gresik
  34. Kerajaan Ternate dan Tidore, Pusat Penghasil Rempah-Rempah - Kompas.com, diakses Juli 20, 2025, https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/07/113000669/kerajaan-ternate-dan-tidore-pusat-penghasil-rempah-rempah?page=all
  35. Ketika Bangsa Eropa Memperebutkan Maluku - Historia.ID, diakses Juli 20, 2025, https://www.historia.id/article/ketika-bangsa-eropa-memperebutkan-maluku-p1rlk
  36. Kedatangan Bangsa Portugis di Maluku dan Monopoli Dagang Rempah-Rempah, diakses Juli 20, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5623550/kedatangan-bangsa-portugis-di-maluku-dan-monopoli-dagang-rempah-rempah
  37. Prof. Antonio Vasconcelos de Saldanha, Ph.D Tampilkan Bukti Sejarah Kesultanan Ternate dan Tidore - Universitas Khairun, diakses Juli 20, 2025, https://unkhair.ac.id/prof-antonio-vasconcelos-de-saldanha-ph-d-tampilkan-bukti-sejarah-kesultanan-ternate-dan-tidore/
  38. Penyebab Perlawanan Ternate terhadap Portugis - Kompas.com, diakses Juli 20, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2023/04/28/120000979/penyebab-perlawanan-ternate-terhadap-portugis
  39. Apa Hubungan Rempah-rempah dan Penjajahan Di Indonesia? - Gramedia, diakses Juli 20, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/apa-hubungan-rempah-rempah-dan-penjajahan-di-indonesia/
  40. Perlawanan Rakyat Ternate terhadap Spanyol - Kompas.com, diakses Juli 20, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/17/080000979/perlawanan-rakyat-ternate-terhadap-spanyol
  41. Hari Ini dalam Sejarah: 7 Juli 1683, Kesultanan Ternate Jadi Kerajaan Vasal Kolonial, diakses Juli 20, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2018/07/07/20130041/hari-ini-dalam-sejarah--7-juli-1683-kesultanan-ternate-jadi-kerajaan-vasal?page=all
  42. Cari Jawaban IPS, Bagaimana Dampak dari Monopoli yang Dilakukan oleh Belanda di Maluku? - Semua Halaman - Bobo.ID, diakses Juli 20, 2025, https://bobo.grid.id/read/083580006/cari-jawaban-ips-bagaimana-dampak-dari-monopoli-yang-dilakukan-oleh-belanda-di-maluku?page=all
  43. Monopoli | PDF | Pengelolaan Keuangan & Uang | Politik - Scribd, diakses Juli 20, 2025, https://id.scribd.com/document/465968397/monopoli
  44. KONFLIK DAN PERUBAHAN SOSIAL: Studi Sosiologi Politik di Maluku Utara, diakses Juli 20, 2025, https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/5311-Full_Text.pdf
  45. WARGA PEMERINTAH KOLONIAL DI TERNATE (Sejarah Perkotaan) - Universitas Khairun, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/pusaka/article/download/7538/4752
  46. PENGARUH BAHASA TERNATE DI MANADO, SULAWESI UTARA - YouTube, diakses Juli 20, 2025, https://m.youtube.com/watch?v=_8krqJo6QZc
  47. UNGKAPAN METAFORIS MELAYU TERNATE DI DESA SEA TUMPENGAN, SEA MITRA DAN BUHA - E-Journal UNSRAT, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lppmekososbudkum/article/download/17191/16739/34637
  48. (PDF) MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN TERNATE DALAM PERSPEKTIF SEJARAH, diakses Juli 20, 2025, https://www.researchgate.net/publication/342505340_MASYARAKAT_DAN_KEBUDAYAAN_TERNATE_DALAM_PERSPEKTIF_SEJARAH
  49. Budaya Dan Simbol Dalam Ritual Pernikahan Adat Ternate - Portal Jurnal Peneliti. net, diakses Juli 20, 2025, https://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/download/9573/6075/
  50. Adat SegulaHa dalaM tRadiSi MaSYaRakat keSultanan teRnate - e-Journal UIN Malang, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/infopub/article/viewFile/2318/pdf
  51. HASIL PENELITIAN KARAKTERISTIK SPASIAL KAWASAN KULTURAL KESULTANAN TERNATE, diakses Juli 20, 2025, https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/spasial/article/download/20848/20536/42417   
  52. INDIES STYLE RESIDENCE IN TERNATE CITY: AN ARCHITECTURAL HISTORY STUDY, diakses Juli 20, 2025, https://walennae.unhas.ac.id/index.php/walennae/article/view/779