Selasa, 07 Januari 2025

Pembentukan Daerah Otonom Baru: Antara Kebutuhan Masyarakat dan Syahwat Kekuasaan Politikus

Pembentukan Daerah Otonom Baru di Indonesia: Antara Kebutuhan Masyarakat dan Syahwat Kekuasaan Politikus
kompas.com

Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) telah menjadi isu yang kerap menarik perhatian publik di Indonesia. Proses ini dianggap sebagai salah satu langkah strategis untuk mempercepat pembangunan daerah, mendekatkan pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, di balik semangat desentralisasi tersebut, terdapat kekhawatiran bahwa pembentukan DOB lebih sering menjadi alat pemuas syahwat kekuasaan para politikus daripada benar-benar didasarkan pada kebutuhan masyarakat.

Motivasi di Balik Pembentukan DOB

Secara teoritis, pembentukan DOB dilakukan untuk memenuhi sejumlah kriteria yang diatur dalam undang-undang. Sebuah daerah harus memiliki potensi ekonomi, kapasitas administrasi, serta dukungan sosial dan budaya untuk menjadi mandiri. Namun, dalam praktiknya, banyak pembentukan DOB yang justru didasari oleh kepentingan politik.

Politikus sering memanfaatkan isu pemekaran untuk mendapatkan dukungan politik di daerah tertentu. Dengan mendukung pemekaran, mereka dapat membangun basis massa, menjanjikan jabatan kepada kroni, atau mengamankan posisi strategis dalam pemerintahan lokal. Dalam beberapa kasus, pemekaran menjadi alat transaksi politik, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Dampak Negatif dari Pemekaran Berbasis Kepentingan Politik

1. Beban Anggaran Negara
Pemekaran daerah membutuhkan anggaran yang besar, mulai dari pembangunan infrastruktur pemerintahan hingga pembentukan aparatur baru. Ketika sebuah DOB tidak memiliki potensi ekonomi yang memadai, daerah tersebut cenderung menjadi beban bagi anggaran negara. Hal ini justru berlawanan dengan tujuan awal otonomi daerah untuk meningkatkan kemandirian fiskal.


2. Korupsi dan Nepotisme
Dengan adanya DOB, muncul peluang baru bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jabatan-jabatan di pemerintahan daerah sering kali diisi oleh orang-orang yang memiliki kedekatan politik atau hubungan pribadi dengan penguasa lokal. Alokasi anggaran pun rentan disalahgunakan untuk kepentingan kelompok tertentu.


3. Ketimpangan dan Konflik Sosial
Pemekaran yang tidak didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat sering kali menimbulkan ketimpangan. Daerah baru yang tidak siap secara ekonomi dan administratif menjadi tertinggal, sementara daerah induk yang ditinggalkan bisa kehilangan sumber daya pentingnya. Selain itu, perbedaan kepentingan antarkelompok dalam proses pemekaran kerap memicu konflik sosial.



Menyelamatkan Semangat Otonomi Daerah

Untuk memastikan bahwa pembentukan DOB benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, beberapa langkah berikut perlu dilakukan:

1. Evaluasi Kebutuhan Secara Objektif
Proses evaluasi harus didasarkan pada data dan kajian akademis yang objektif, bukan pada tekanan politik atau kepentingan kelompok tertentu.


2. Peningkatan Kapasitas Daerah
Sebelum dimekarkan, daerah harus dipersiapkan dengan baik, terutama dalam aspek ekonomi, infrastruktur, dan sumber daya manusia.


3. Pengawasan Ketat
Pemerintah pusat dan lembaga independen perlu memperketat pengawasan terhadap proses pemekaran, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Hal ini untuk mencegah adanya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang.



Kesimpulan

Pembentukan Daerah Otonom Baru sejatinya adalah sebuah kebijakan yang bertujuan mulia. Namun, apabila dilakukan tanpa perencanaan matang dan hanya untuk memuaskan ambisi politik segelintir pihak, maka pemekaran akan menjadi bumerang bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Reformasi dalam proses pemekaran menjadi kebutuhan mendesak agar semangat desentralisasi dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat, bukan hanya menjadi ajang pemuas syahwat kekuasaan para politikus.


Sabtu, 21 Desember 2024

Mengenal Sopan-santun Menyapa dalam Budaya Sangihe Talaud


Betapa kayanya etika atau sopan santun masyarakat Nusa Utara. Dalam kehidupan sehari-hari kata-kata sapaan begitu banyak digunakan. Penyebutan nama secara langsung terhadap orang-orang yg lebih tua usia atau orang yang dihormati adalah suatu pelecehan terhadap nilai-nilai adat, budaya dan sopan santun. Karena itulah dalam masyarakat Nusa Utara dikenal begitu banyak nama sapaan seperti:
Akang = anak tertua; papa akang = paman tertua, mama akang bibi/tante tertua; akang juga bisa berarti kakak yg kemudian mengalami asimilisi dari kata akang menjadi i akang dan akhirnya orang menyebut yakang;
Ara = anak kedua, papa ara = paman kedua; mama ara = bibi/tante kedua;
Ari = anak ketiga; papa ari = paman ketiga; mama ari = bibi/tante ketiga;
Tenga (khusus sub etnis Tagulandang) = anak tengah; papa tenga = paman tengah; mama tenga = bibi/tante tengah;
Hembo (biasanya juga diucap Embo)= anak bungsu; papa hembo = paman bungsu; mama hembo = bibi/tante bungsu;
Bonso = anak bung (khusus sub etnis Tagulandang); papa bonso = paman bungsu; mama bonso = bibi/tante bungsu;

mbau = anak tunggal

mana mbau = bibi tunggal

Papa mbau = paman tunggal 
Bu = bapak (ingat bu Tahahusang);
Usi = ibu;
Tune = lelaki yg dihormati (biasanya disingkat jadi une); 
Ungke = panggilan untuk anak laki-laki;
Uto = panggilan untuk anak perempuan (khusus sub etnis Siau);
Wawu = wanita yang dihormati atau untuk anak perempuan kesayangan;
Momo = panggilan untuk anak perempuan;
Opo = panggilan untuk anak laki-laki (ada juga yang menyebut dgn popo;
Aso = panggilan untuk anak laki-laki (khusus sub etnis Tagulandang); papa aso = paman aso;
Ndio = panggilan untuk anak perempuan (khusus sub etnis Tagulandang) mama ndio = bibi/tante ndio;
Hapi = teman (Sangihe Besar);
Gawe = teman (Siau)
Ringang = teman
Hawe = teman (Talaud);
Gugu = panggilan untuk anak laki-laki sub etnis Talaud;
Boki (Wo’i) = panggilan untuk anak perempuan sub etnis Talaud;
Ratu = panggilan untuk anak laki-laki sub etnis Talaud;
Suami-istri saling menyapa tidak menyebut nama tapi (sebagaimana umumnya) “mama” dan “papa” namun secara khusus menyapa suami dengan menyebut nama anak sulung sesudah papa: papa Medi atau yamang/i amang Medi = ayahnya Medi; kalau istri juga demikian : mama Medi atau ma i Medi atau inangi Medi = ibunya Medi; saling menyapa dengan nama merupakan pertanda tidak saling menghormati di antara suami-istri. Walau demikian krn pengikisan nilai-nilai budaya, ada banyak suami-isteri dewasa ini dalam bersapa saling menyebut nama diri pasangan masing-masing.
Demikian pula orang lain ketika memanggil seseorang yg sudah berumah tangga, pantang menyebut namanya melainkan menggunakan sapaan dengan nama anak sulung sesudah kata papa: papa Enda atau yamang/i amang Enda = ayah Enda; mama Enda atau ma i Enda atau inang i Enda = ibunnya Enda;

Nah, kalau Anda bagian dari etnis Nusa Utara (Sangihe-Talaud), Anda menggunakan kata sapaan mana terhadap suami atau isteri Anda. Dan bagi Anda yang bukan etnis Nusa Utara (Sangihe-Talaud) dan menjadi bagian dr keluarga etnis Nusa Utara kiranya dapat menyesuaikan diri dalam menyapa keluarga suami atau isteri Anda agar tidak menyinggung bahkan menyakiti perasaan mereka. Pengecualiannya, untuk seseorang yang berumur lebih muda silakan disapa menggunakan namanya jika dalam keluarga tidak menyapa atau jarang menyapa dengan sapaan khas sebagaimana disebutkan di atas;

Malunsemahe!!!

Selasa, 10 Desember 2024

Nama-nama Calon Kepala Daerah Terpilih Sulawesi Utara Tahun 2024

(Foto: manado.tribunnews.com)

Inilah Nama-nama Calon Kepala Daerah Terpilih Tahun 2024 Se-Sulawesi Utara dari hasil pleno KPU:

  1. Gubernur Sulawesi Utara: Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus-Victor Mailangkay (539.039 suara)
  2. Wali Kota Manado: Andrei Angouw - Richard Henry Marten Sualang (107.285 suara)
  3. Wali Kota Bitung: Hengky Honandar - Randito Maringka (73.388 suara)
  4. Wali Kota Kotamobagu: Weny Gaib - Rendy V. Mangkat  (35.150 suara)
  5. Wali Kota Tomohon: Caroll Joram Azarias Senduk - Sendy Gladys Adolfina Rumajar  (31.173 suara)
  6. Bupati Minahasa: Robby Dondokambey -vanda sarundajang  (93.546 suara)
  7. Bupati Minahasa Selatan: Franky Donny Wongkar - Theodorus Kawatu (51.575 suara)
  8. Bupati Minahasa Tenggara: Ronald Kandoli - Fredy Tuda (40.375 suara)
  9. Bupati Minahasa Utara: Joune James Esau Ganda - Kevin William Lotulung  (70.620 suara)
  10. Bupati Bolaang Mongondow: Yusra Alhabsyi - Dony Lumenta (64.709 suara)
  11. Bupati Bolaang Mongondow Selatan:  Iskandar Kamaru - Deddy Abdul Hamid (33.356 suara)
  12. Bupati Bolaang Mongondow Timur: Oskar Manoppo - Argo Vinsensius Sumaiku  (27.853 suara)
  13. Bupati Bolaang Mongondow Utara: Sirajudin Lasena - MOhammad Aditya Pontoh (18.479 suara)
  14. Bupati Kepulauan Siau Tagulandang Biaro: Chyntia Ingrid Kalangit - Heronimus Makainas  (24.586 suara)
  15. Bupati Kepulauan Sangihe: Michael Thungari - Tendris Bulahari (38.385 suara)
  16. Bupati Kepulauan Talaud: Welly Titah - Anisya Gretsya Bambungan (20.813 suara)

Untuk pemilihan calon Gubernur Sulawesi Utara, hasil pleno KPU terbuka di lima belas kabupaten/kota menetapkan pasangan calon nomor urut 1 Yulius Selvanus Komaling-Johannes Victor Mailangkay unggul dengan 539.039 suara, di posisi kedua paslon nomor urut 2 Elly Engelbert Lasut-Hanny Joost Pajouw dengan perolehan 463.433 suara, sedangkan paslon nomor urut 3 Steven Kandouw-Denny Tuejeh memperoleh suara 459.673.